Kompas TV nasional hukum

Mantan Hakim Agung Nilai Eliezer Laksanakan Perintah Jabatan, Amicus Curiae Bisa Jadi Pertimbangan

Kompas.tv - 9 Februari 2023, 06:05 WIB
mantan-hakim-agung-nilai-eliezer-laksanakan-perintah-jabatan-amicus-curiae-bisa-jadi-pertimbangan
Mantan hakim agung Djoko Sarwoko (kiri) dalam Satu Meja The Forum, Rabu (8/2/2023), menilai bahwa Richard Eliezer, terdakwa kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, melaksanakan perintah jabatan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Mantan hakim agung Djoko Sarwoko menilai bahwa Richard Eliezer, terdakwa kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, melaksanakan perintah jabatan.

Penilaian Djoko tersebut disampaikan dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (8/2/2023).

Menurutnya, dalam Pasal 51 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang yang melaksanakan perintah jabatan tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

‘Sebenarnya kalau hakim mau mencermati apa yang diperoleh dalam fakta persidangan, itu kan jelas sekali posisi Eliezer itu, yang pertama adalah melaksanakan perintah jabatan, Pasal 51 ayat 1 KUHP, itu malah di situ, tidak bertanggung jawab,” urainya.

Baca Juga: Alasan Aliansi Akademisi Indonesia Bela Richard Eliezer Jelang Vonis

Bukan hanya melaksanakan perintah jabatan, menurut Djoko, Richard juga berstatus sebagai justice collaborator, yang hukumannya harus lebih ringan daripada pelaku lain.

“Kedua, dia sebagai justice collaborator, yang menurut undang-undang perlindungan saksi dan korban, ini ada semacam prestasinya kalau dia ikut membongkar perkara itu.”

“Kemudian Mahkamah Agung pada tahun 2012 menerbitkan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2011, yang mengatakan bahwa justice collaborator itu pidananyan harus lebih ringan daripada pelaku yang lain,” urainya menegaskan.

Richard Eliezer, menurut Djoko, memenuhi syarat sebagai justice collaborator, karena dalam pandangannya, Richard bukan sebagai pelaku utama.

“Salah satu persyaratannya yang bisa jadi justice collaborator adalah bukan pelaku utama. Dalam kasus ini, menurut saya, Eliezer bukan pelaku utama,” tuturnya.

Saat Budiman Tanuredjo, pembawa acara Satu Meja The Forum menanyakan apakah amicus curiae dari 122 guru besar yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Indonesia dapat memengaruhi putusan hakim, ia menyebut bisa.

Bahkan, ia mengaku pernah memutuskan suatu perkara berdasarkan amicus curiae pada tahun 2012 lalu.

“Saya pernah memutuskan dengan berdasarkan amicus curiae, tahun 2012, kasus Pritasari,” tuturnya merujuk kasus Prita Mulyasari, ibu tiga anak yang diperkarakan usai mengeluhkan pelayanan RS Omni International yang dialaminya, hingga tersebar di internet pada 2008.

Saat itu, Prita didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meski majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutus Prita tak bersalah, namun kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dikabulkan oleh Mahkamah Agung, sehingga ia diputus bersalah pada 2011. 

Prita kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dan Djoko Sarwoko, yang ketika itu menjadi Ketua Majelis Hakim Agung, mengabulkan PK Prita dan membebaskannya dari tuduhan pencemaran nama baik.

“Itu dalam perkara peninjauan kembali (PK). Mungkin pertimbangan saya tidak cukup mengenai hal itu dalam pertimbangan, tapi saya perhatikan,” ujar Djoko.

Baca Juga: Aliansi Akademisi Indonesia Serahkan Surat ke PN Jaksel Mohon Keadilan untuk Eliezer

Di  tingkat PK, kata dia, ia membebaskan Prita, yang salah satu pertimbangannya adalah amicus curiae tersebut.

“Dalam kasus ini (pembunuhan Yosua), apabila hakim mau mempertimbangkan, bisa masuk melalui Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.”

“UU Nomor 48 tahun 2009, antara lain, hakim dan hakim konstitusi wajib memperhatikan rasa keadilan atau hukum yang berkembang di dalam masyarakat,” tegasnya.


 

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x