Kompas TV nasional hukum

Hari Antikorupsi Sedunia: Dipangkasnya Hukuman Koruptor pada KUHP Baru dan Turunnya Citra KPK

Kompas.tv - 9 Desember 2022, 19:36 WIB
hari-antikorupsi-sedunia-dipangkasnya-hukuman-koruptor-pada-kuhp-baru-dan-turunnya-citra-kpk
Ilustrasi korupsi. Hari ini, 9 Desember, diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. (Sumber: Tribun Banyumas)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini, 9 Desember, diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Beberapa hari lalu, tepatnya Selasa (6/12/2022), DPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi undang-undang (UU).

Pengesahan RKUHP menjadi UU itu pun menjadi sorotan publik. Salah satunya lantaran sejumlah pasal pada KUHP yang baru itu justru memangkas hukuman bagi para koruptor.

Dua pasal dalam KUHP baru yang dinilai problematik yakni Pasal 603 dan Pasal 606.

Di dalam Pasal 603 disebutkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 20 tahun.

Selain itu, pelaku tindak pidana korupsi disebut sebagai orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Hukuman pidana paling singkat dua tahun dalam Pasal 603 itu lebih pendek daripada hukuman yang telah dituangkan di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Di dalam UU Tipikor No 31 Tahun 1999, koruptor dihukum minimal empat tahun penjara.

Baca Juga: Sumarsih, Ibu Korban Tragedi Semanggi 98 Tolak KUHP Baru: Mempersulit Pengungkapan Pelanggaran HAM

Ketentuan hukuman bagi penerima tindak korupsi gratifikasi juga lebih ringan. Pada Pasal 606 KUHP, pemberi gratifikasi diancam hukuman paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp200 juta. 

Sementara pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi diancam penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal Rp200 juta. 

Di sisi lain, Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor tahun 2001 menyebut, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. 

Pegawai negeri atau penyelenggara negara penerima gratifikasi yang kemudian dinilai suap itu terancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kemudian, denda sebesar Rp200 juta hingga Rp1 miliar.


Pendapat Pakar Hukum Pidana

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai KUHP tidak mencabut hukum tindak pidana yang bersifat khusus, seperti Tipikor, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), ataupun tindak pidana karena menerima suap. 

KUHP baru, kata Abdul, tidak menyebutkan secara tertulis mengenai pencabutan UU lain yang bersifat khusus tersebut. 

Abdul menjelaskan, dalam dunia hukum, terdapat istilah hukum yang spesial mengalahkan hukum yang umum (lex specialis derogat legi generali).

Hukum yang khusus adalah UU yang secara khusus mengatur tindak pidana tersebut, meliputi tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana kejahatan lain. 

Dengan demikian, UU yang mengatur tentang korupsi tetap berlaku sebagai lex specialis atau hukum yang khusus, dan mengalahkan hukum yang umum, yakni KUHP. 



Sumber : Kompas TV/Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x