Kompas TV nasional peristiwa

Keluarga Korban Kanjuruhan Tuntut Keadilan: Di Tribun Ada Anak Kecil, Ibu-Ibu, Kenapa Ditembak Gas?

Kompas.tv - 4 Oktober 2022, 21:18 WIB
keluarga-korban-kanjuruhan-tuntut-keadilan-di-tribun-ada-anak-kecil-ibu-ibu-kenapa-ditembak-gas
Ilustrasi. Seikat bunga dan poster di gerbang 13 Stadion Kanjuruhan, tempat suporter meregang nyawa usai polisi menembakkan gas air mata dan memicu kekacauan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) lalu. Foto diambil pada Selasa (4/10/2022). Doni. penyintas yang kehilangan dua anggota keluarga dalam peristiwa tragis di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) lalu menuntut keadilan dan mempertanyakan kenapa polisi menembakkan gas air mata ke tribun penonton. (Sumber: Achmad Ibrahim/Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Purwanto

MALANG, KOMPAS.TV - Keluarga tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) lalu yang merenggut 131 jiwa menuntut keadilan. Doni, seorang penyintas yang mengaku kehilangan dua anggota keluarga dalam peristiwa berdarah itu, menghendaki keadilan untuk para korban.

“Saya mencari keadilan. Kalau untuk doa sudah cukup, kami dari keluarga ingin keadilan untuk korban,” kata Doni dikutip Antara, Senin (3/10/2022).

Doni kehilangan dua anggota keluarga, M. Yulianton (40) dan Devi Ratna Sari (30) saat berupaya keluar dari Stadion Kanjuruhan, Sabtu (3/10) lalu. Keduanya adalah sepasang suami-istri yang kehilangan nyawa di Kanjuruhan, sedangkan anak mereka yang berusia 11 tahun selamat.

Kata Doni, tembakan gas air mata oleh polisi menyebabkan kepanikan dan kerusuhan di tribun. Padahal, menurut kesaksiannya, ada banyak anak kecil dan perempuan di tribun Kanjuruhan.

"Yang membuat panik pertama kali adalah adanya tembakan gas air mata itu, di tribun itu ada anak kecil, ibu-ibu," katanya.

Baca Juga: Kisah Pilu di Pintu 13 Kanjuruhan: Seperti Kuburan Massal, Banyak Anak Kecil dan Perempuan Meninggal

Doni berada di Tribun 14 saat peristiwa tragis itu terjadi. Ia duduk bersama sejumlah rekan dan tiga anak-anak seusai partai Arema vs Persebaya berakhir.

"Saat itu antre normal, saya menunggu biar agak sepi (untuk pulang). Namun, di area bawah memang sudah mulai ramai pendukung yang tidak puas," katanya.

Tak lama berselang, sebagian suporter menyerbu lapangan. Terjadi kericuhan. Petugas keamanan lalu membubarkan massa dengan gas air mata.

"Tembakan pertama saya merasa panik, saya berdiri. Kedua, panik semua penonton. Yang tadi masih belum sepi di pintu keluar, terus dengan adanya tembakan, panik dan berhamburan," kata Doni.

Polisi juga mengarahkan tembakan gas air mata ke Tribun 14. Doni pun langsung bergegas keluar dengan memegangi anaknya yang masih berusia 10 tahun.

"Anak saya di depan saya, saya tidak melihat pintu itu buka atau tutup. Tapi kalau secara logika, jika pintu itu terbuka, berdesakan itu akan cepat keluar," katanya.

Baca Juga: Bek Asing Arema Kisahkan Detik-Detik Horor Tragedi Kanjuruhan: Koridor Penuh Darah dan Sepatu Orang

Gas air mata membuat kerumunan berebut keluar tribun. Berdesakan, dengan penonton lain, Doni sempat tertahan dan tak bisa keluar. Untungnya, ia akhirnya bisa keluar stadion dengan selamat bersama anaknya.

"Tidak lama berselang, anak saudara saya yang meninggal dunia itu keluar. Saya menanyakan di mana ayah dan mamanya. Kemudian saya menitipkan anak saya dan anak saudara saya itu dan berusaha mencari," kata Doni.

Ketika hendak mencari dua keluarganya itu, Doni melihat seorang perempuan yang dibopong sejumlah orang. Perempuan itu adalah Devi Ratna Sari, kakak ipar Doni.

Tak lama berselang, Doni pun menyaksikan M. Yulianton dibopong sekelompok penonton lain.

"Teman saya mencari tim medis. Anak-anak saya pulangkan dengan rekan lainnya. Saat saya kembali, keduanya sudah dinyatakan tidak ada," kata Doni.

Per Selasa (4/10), korban jiwa akibat Tragedi Kanjuruhan tercatat mencapai 131 orang. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan terdapat enam korban yang langsung dimakamkan sehingga tak tercatat oleh pihak rumah sakit.

Pemerintah sendiri telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut Tragedi Kanjuruhan. Menko Polhukam Mahfud MD menyebut tim ini akan menggelar penyelidikan antara dua minggu hingga sebulan.

Baca Juga: Kisah Ibu Kehilangan Balita Usia 3,5 Tahun di Tragedi Kanjuruhan, Terpisah di Pintu Keluar Stadion



Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x