Kompas TV nasional hukum

Hakim Agung Sudrajad Dimyati Jadi Tersangka Suap, Jubir KY: Bukti Trisula Pengawasan Berjalan

Kompas.tv - 23 September 2022, 19:27 WIB
hakim-agung-sudrajad-dimyati-jadi-tersangka-suap-jubir-ky-bukti-trisula-pengawasan-berjalan
Ketua KPK Firli Bahuri menunjukkan barang bukti brankas berbentuk buku yang ikut disita dalam OTT yang akhirnya menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Jumat (23/9/2022). (Sumber: YouTube KPK RI)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menilai penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka suap penanganan perkara Mahkamah Agung (MA) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bukti sistem pengawasan penegakan hukum berjalan bersama.

Artinya, kata dia, kasus ini menjadi momentum bagi KPK, KY, dan MA untuk mengefektifkan sistem yang sudah ada.

Menurut Miko, fungsi pengawasan tidak tepat hanya diserahkan kepada KY, sebab apa yang dilakukan KPK juga suatu pengawasan.

“Setelah ini apa yang bisa dilakukan? Penguatan tiga lembaga, deteksi dan titik kerawanan juga harus dipetakan supaya bisa melihat masalahnya dan solusi yang tepat,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Jumat (23/9/2022).

Baca Juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Ditahan KPK, Irwansyah: Ini Seharusnya Momentum MA untuk Berbenah!


Ia mencontohkan, dalam kode etik dan perilaku hakim, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bisa ditegakkan oleh MK dan KY.

Kepatuhan ini harus disandingkan dengan pemeriksaan yang lebih detail, seperti memeriksa kewajaran LHKPN yang kewenangannya berada di KPK.

“Jika tiga lembaga ini digabungkan, bisa menjadi trisula pengawasan yang mengkombinasikan pengawasan yang ada, KY kepatuhan LHKPN, dan KPK penilaian kewajaran,” ucapnya.

Ia juga melihat penahanan hakim agung pertama yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK memberi pesan kuat soal ruang penyimpangan yang semakin kecil karena sistem deteksi mulai berjalan.

Miko pun merasa optimistis sistem pengawasan bakal kian efektif dengan kerja sama.

Terlebih, kasus ini juga memperlihatkan pintu masuk ada di ranah panitera yang deteksinya hanya bisa dilakukan melalui MA karena bukan kewenangan KY.

Baca Juga: MAKI Sebut KPK Jerat Hakim Agung karena Malu dengan Prestasi Kejagung

Kronologi OTT KPK yang Akhirnya Jerat Hakim Agung

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan kronologi OTT KPK kasus suap hakim MA ini berawal dari informasi penyerahan uang yang dilakukan pengacara Eko Suparno kepada Pegawai Kepaniteraan MA, Desy Yustria.

Informasi tersebut didapat KPK pada Rabu (21/9/2022) sekitar pukul 16.00 WIB. Selang beberapa waktu, Kamis (22/9/2022) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan Desy di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura. 

Secara terpisah, tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah guna dilakukan permintaan keterangan. 

"Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di gedung Merah Putih KPK," ujar Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Firli menambahkan seorang pegawai MA, Albasri, datang ke gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta. Uang tersebut diduga menjadi bagian komisi pengurusan perkara.

Adapun total jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta.

Baca Juga: Kronologi OTT KPK yang Seret Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati Jadi Tersangka Suap Perkara

Tersangka Suap Hakim Agung 

"Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka," ujar Firli. 

Para tersangka tersebut yakni;

1. Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung MA.
2. Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA.
3. Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
4. Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
5. Redi (RD) selaku PNS MA.
6. Albasri (AB) selaku PNS MA.
7. Yosep Parera (YP), pengacara.
8. Eko Suparno (ES), pengacara.
9. Heryanto Tanaka (HT) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana.
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana. 

Atas perbuatannya, HT, YP, ES dan IDKS sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan SD, DS, ETP, MH, RD dan AB sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x