Kompas TV nasional agama

Profil Ponpes Gontor: Dari Kisah Abad ke-18, Lahirkan Banyak Ulama dan Cendekiawan Muslim

Kompas.tv - 8 September 2022, 15:57 WIB
profil-ponpes-gontor-dari-kisah-abad-ke-18-lahirkan-banyak-ulama-dan-cendekiawan-muslim
Suasana pondok Gontor, kisah pondok ini bermula sejak abad ke-18 dari pondok Tegalsari (Sumber: gontor.ac.id)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV –  Berikut ini merupakan profil  Pondok Modern Darussalam Gontor atau dikenal dengan Ponpes Gontor. Pondok ini merupakan salah satu pondok terbesar di Indonesia dengan ribuan alumni tersebar di Indonesia, bahkan di dunia.

Tercatat, ponpes yang berdiri sejak 20 September 1926 ini melahirkan banyak alumni menjadi tokoh-tokoh negeri ini, juga para ulama-ulama yang berpengaruh. 

Misalnya, dua ormas terbesar negeri ini, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga pernah dipimpin oleh alumni Gontor. Yakni, KH Hasyim Muzadi  Ketum PBNU periode 1999-2010  dan Prof. Din Syamsudin sebagai Ketum PP Muhammadiyah 2005-2015. 

Belum lagi beberapa nama lain yang tersebar, baik menjadi intelektual seperti cendekiawan muslim seperti Nurcholis Madjid (Cak Nur) pendiri Universitas Paramadina, Yudi Latif (eks Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila) hingga Badri Yatim (sejarawan).

Belum lagi nama-nama pejabat seperti dua mantan Menteri Agama, Maftuh Basyuni (2004-2009), Lukman Hakim Saifuddin (2014-2019) hingga politisi-ulama Hidayat Nurwakhid (Wakil Ketua MPR RI).

Ada juga alumni yang berkiprah menjadi pedagang seperti Muhammad Hilmy yang dikenal dengan produknya Jenang 'Mubarok'. Selain itu Pondok Gontor juga melahirkan jurnalis, penulis dan budyawan, dari Emha Ainun Nadjid (Cak Nun) hingga terkini A. Fuadi.

Untuk nama terakhir, bahkan kisah Pondok Gontor difilmkan dan dibuat novel lari bertajuk Negeri Lima Menara dan Ranah 3 Warna yang mengisahkan perjuangaan seorang santri Gontor meraih cita-cita. 

Gontor juga dikenal dengan kecakapan para santrinya dalam berbahasa, khususnya bahasa Arab-Inggris lantaran dua bahasa itu menjadi bahasa keseharian para santri di pondok. 

Baca Juga: Turunkan Tim ke Ponpes Gontor, Menag Yaqut: Enggak Boleh Lembaga Jadi Korban

Lantas, dari mana kisah Pondok Gontor bermula?

Dikutip dari situs resmi pondok Gontor, Perjalanan panjang Pondok Modern Darussalam Gontor bermula pada abad ke-18.

Cikal bakal ponpes Gontor ini berawal dari pondok Tegalsari. Pondok ini dianggap sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari.

Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon.

Baca Juga: PP Muhammadiyah Minta Tidak Generalisasi Kejadian di Ponpes Gontor: Serahkan Kasusnya ke Hukum

Dikisahkan, ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.

Adapun Desa Gontor sendiri adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari kota Ponorogo, Jawa Timur.

Pada saat itu, Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun bahkan pemabuk.

Dengan bekal awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Anom Besari.

Ketika Kyai Anom Besari wafat, Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama dengan pimpinan Kyai Santoso Anom Besari.

Baca Juga: MUI soal Santri Gontor Tewas Diduga Dianiaya Santri Senior: Jati Diri Pondok Patuh Pada Hukum

Setelah perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat.

Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor.

Mereka adalah, KH. Ahmad Sahal (1901-1977). KH. Zainuddin Fanani (1908-1967), KH. Imam Zarkasyi (1910-1985).

Mereka memperbaharui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi.

Pada saat itu, jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawwal 1355, didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah, yang program pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan menengah.

Dalam perjalanannya, sebuah perguruan tinggi bernama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) didirikan pada 17 November 1963 yang bertepatan dengan 1 Rajab 1383.

Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD), yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam (ISID) hingga kini memiliki pelbagai jurusan keilmuwan dan jadi salah satu kampus digemari terkait studi islam. 

Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo saat ini dipimpin oleh, KH. Hasan Abdullah Sahal Prof. Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A. Drs. K.H. M. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed.

Kini, cabang Gontor tersebar di pelbagai wilayah di  Indonesia. Tercatat, ada 12 cabang Ponpes Gontor Putra dan juga ada 8 Pondok Gontor khusus untuk santriwati atan Ponpes Gontor putri. 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x