Kompas TV nasional kriminal

IPW Sebut Penembakan Brigadir J Bukan karena Pelecehan, Motif Tak Perlu Diungkap ke Publik demi Ini

Kompas.tv - 10 Agustus 2022, 20:36 WIB
ipw-sebut-penembakan-brigadir-j-bukan-karena-pelecehan-motif-tak-perlu-diungkap-ke-publik-demi-ini
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat bukan karena pelecehan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo.

Sugeng mengaku sepakat dengan penjelasan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto yang menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka menggunakan pasal pembunuhan berencana, tepatnya Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Soal pelecehan kan Pak Kabareskrim sudah menjelaskan dengan tepat. Kalau Pasal 340 itu berangkat dari kehendak untuk melakukan tindak pidana sudah muncul lebih dulu daripada pelaksanaannya. Jadi kehendaknya itu bukan karena ada sebab pelecehan," kata Sugeng dalam program Sapa Indonesia Malam di KOMPAS TV, Rabu (10/8/2022).

Menurut Sugeng, penyidik perlu memeriksa laporan pelecehan yang diajukan oleh istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC).

"Apakah laporan polisi yang ada di Polres Jakarta Selatan itu ada menemukan jejak-jejak nucleic acid (jejak DNA atau RNA -red) Brigadir J di ruangan atau kamar tidur Ibu PC?" kata dia.

Baca Juga: Istri Ferdy Sambo Dinilai Kurang Kooperatif, LPSK Kemungkinan Batal Beri Perlindungan

Jejak itu, kata dia, bisa berupa rambut atau jejak DNA Brigadir Yoshua lainnya yang tertinggal di tempat kejadian perkara. Bahkan, di anggota badan PC, misalnya kuku.

"Jadi jejak-jejak itu, misalnya rambut, dia (PC) teriak kan, terjadi tarik-menarik, mungkin mencakar, apakah di kukunya itu ada jejak-jejak DNA-nya Brigadir Yoshua?" kata Sugeng.

Ia juga menyebut, hasil pemeriksaan kondisi psikologis PC perlu dibuktikan dengan visum et repertum atau keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik.

"Ini adalah alat bukti surat yang berisi hasil asesmen dari psikolog dan atau psikiater tentang kondisi traumatik yang dialami oleh Ibu Putri dan sebab traumatik tersebut," imbuhnya.

Kalau belum ada, kata dia, maka belum bisa dikatakan terjadi pelecehan seksual terhadap PC.

Baca Juga: Selain Motif Pembunuhan Brigadir J, Dugaan Pelecehan Terhadap Istri Ferdy Sambo Belum Terjawab

Sugeng juga menegaskan, hasil pemeriksaan kondisi psikologis PC harus berasal dari psikolog independen yang ditunjuk oleh penyidik, dan bukan dari pihak keluarga Irjen Ferdy Sambo.

"Ada asesmen waktu itu dari pendamping, psikolog dari Ibu PC. (Ini) tidak bisa. Ini harus dari pihak penyidik yang independen," tegasnya.


 

Terkait motif, Sugeng menjelaskan bahwa di dalam peristiwa pidana, motif tidaklah penting. Ia mengatakan, perbuatan dan kehendak untuk menghilangkan nyawa orang lainlah yang menjadi poin penting.

"Itu pentingnya di sana. Motif nanti akan tergali pada proses lebih lanjut," ujarnya.

Senada dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD, Sugeng menilai, motif Irjen Ferdy Sambo dalam kasus polisi tembak polisi yang menyebabkan meninggalnya Brigadir J itu mungkin tak perlu diungkap kepada publik.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Motif Penembakan Brigadir J Sensitif, Hanya Boleh Didengar Orang Dewasa

Ia meminta publik untuk menghargai keputusan pihak berwenang yang tidak mengungkapkan motif tersangka, demi kebaikan keluarga korban maupun tersangka.

"Motif ini mungkin tidak perlu disampaikan, karena seperti Pak Mahfud bilang, hanya untuk konsumsi orang dewasa, mungkin ini nanti akan membuat terpuruk pihak-pihak tertentu, keluarga korban, mungkin juga terkait keluarganya FS," lanjut Sugeng.
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x