Kompas TV nasional peristiwa

Sejarah Malam 1 Suro, Berikut Tradisi Perayaannya di Yogyakarta dan Solo

Kompas.tv - 29 Juli 2022, 09:39 WIB
sejarah-malam-1-suro-berikut-tradisi-perayaannya-di-yogyakarta-dan-solo
Kirab malam 1 Suro. Berikut sejarah serta tradisi perayaannya di Yogyakarta dan Solo (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Edy A. Putra

Lantaran 1 Muharram atau 1 Suro saat itu jatuh pada Jumat Legi, akibatnya hari tersebut ikut dikeramatkan. Bahkan, sebagian orang menganggap akan terjadi kesialan jika hari tersebut dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal selain mengaji, ziarah, dan haul.

Beberapa daerah di Jawa merupakan tempat berlangsungnya perayaan malam 1 Suro, di antaranya, Yogyakarta dan Solo.

Perayaan Malam 1 Suro di Yogyakarta

Berbeda dengan perayaan di Solo, di Yogyakarta, perayaan malam 1 Suro biasanya selalu identik dengan membawa keris, gunungan, dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirab.

Selain itu, ada tradisi mubeng beteng di Yogyakarta. Dalam acara itu, para abdi dalem dan masyarakat umum melakukan tapa bisu atau mengunci mulut dengan tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual.

Hal tersebut dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri dan introspeksi atas apa yang dilakoni selama setahun ke belakang guna menghadapi tahun baru di esok pagi.

Perayaan Malam 1 Suro di Solo

Perayaan malam 1 Suro di Solo identik dengan melakukan kirab kebo (kerbau) bule yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

Kerbau yang mengikuti kirab bukan kerbau biasa. Melainkan, Kebo Bule Kyai Slamet.

Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II, sejak istananya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer arah barat keraton yang sekarang.

Menurut seorang pujangga kenamaan Keraton Kasunanan Surakarta, Yosodipuro, leluhur kerbau dengan warna kulit yang khas, yaitu bule (putih agak kemerah-merahan) itu, merupakan hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Paku Buwono II.

Saat itu, kebo bule diperuntukkan sebagai cucuk lampah (pengawal) dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet saat beliau pulang dari mengungsi di Pondok Tegalsari ketika terjadi pemberontakan pecinan yang membakar Istana Kartasura.

Baca Juga: Resep Bubur Suro Khas Tahun Baru Islam 1 Muharram 2022 dan Cara Membuatnya



Sumber : Kompas TV/Kemdikbud



BERITA LAINNYA



Close Ads x