Kompas TV nasional peristiwa

Anwar Abbas Kritik Gaji dan Fasilitas Petinggi ACT: Hedonis dan Materialistik

Kompas.tv - 6 Juli 2022, 11:20 WIB
anwar-abbas-kritik-gaji-dan-fasilitas-petinggi-act-hedonis-dan-materialistik
Waketum MUI Anwar Abbas soal ACT, ia cerita soal dirinya yang digaji kecil meskipun  (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV -  Waketum MUI Anwar Abbas kritik petinggi organisasi amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mendapatkan gaji dan fasilitas besar. Sementara ACT mendaku sebagai organisasi nirlaba bukan lembaga profit.

“Itu menorehkan luka di hati saya. ACT itu bukan lembaga profit, tapi nirlaba,” paparnya dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (6/7/2022).

Menurut Anwar Abbas, para petinggi ACT harusnya  malu dengan terkuaknya gaji dan fasilitas itu sebagai organisasi amal. 

“Bagi saya, pimpinan seperti ini yang hedonis dan materialistik. Sementara (ACT) berlabelkan amal. Itu yang saya tidak terima,” paparnya.

Lantas, Anwar Abbas membandingkan dengan dirinya yang punya posisi yang tinggi dua ormas keagamaan yaitu MUI dan Muhammadiyah.

Tapi, karena ia tahu, organisasi itu adalah milik umat, tentu saja ia tidak mengambil gaji besar dan fasilitas mewah itu karena sadar, itu milik umat.

“Bukannya menyombong, jabatan saya tinggi di dua ormas, tahu nggak berapa gaji saya? Tidak bisa menggaji sopir saya,” papar kata Anwar,  yang juga Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ia pun cerita, saking kecil fasilitas maupun gaji yang ia dapat, jika dibandingkan dengan dugaan gaji dan fasilitas yang diterima para petinggi ACT, menurutny jauh. 

Tapi, kata Anwar Abbas, ini soal etika, bukan perkara gaji atau fasilitas. 

“Saya ini bayar bensin tiap hari, saya tidak bisa bayar gaji sopir saya tiap bulan. Sementara, ada yang sampai digaji 250 juta, “ ungkapnya.

Ia pu menyebut, tindakan dengan menggunakan uang organisasi, apalagi lembaga amal.

Baca Juga: Waketum MUI Pertanyakan Pendekatan Pemerintah Cabut Izin ACT: Bukannya Membina, Tapi Membinasakan

Pemerintah Diminta Atur Soal Lembaga Amal

Ia pun mengungkapkan, pemerintah setelah terkuaknya kasus ACT ini harus punya perhatian lebih ke Lembaga amal.

Salah satunya, menurutnya, pemerintah harus mengatur lagi jumlah gaji dan batasannya bagi Lembaga amal atau Lembaga filantropi.

“Pemerintah wajib menertibkan gaji Lembaga yang menghimpun dana masyarakat,” ungkapnya.

Ia mengungapkan, jika mengacu pada kasus ACT, pengambilan itu terlalu besar dan itu tidak boleh.

“Kalau dana 10 triliiun, bisa habis 1 triliun sendiri dong itu untuk gaji dan fasilitas itu,” paparnya.

“Kalau saya sebagai pribadi, tindakan itu menorehkan luka di hati nurani saya. Beli mobil Pajero untuk fasilitas, misalnya, itu menyakiti,” katanya. 

Terkini, seperti diberitakan KOMPAS.TV, Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan pencabutan izin terhadap lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) itu bukan terkait organisasinya, melainkan hanya izin pengumpulan uang dan barang (PUB).

Direktur Potensi Sumber Daya Sosial Kemensos Rasman mengatakan pencabutan izin PUB dilakukan lantaran ACT dinyatakan terbukti melanggar diktum-diktum perizinan.

Salah satunya, terkait dengan dana operasional yang melebihi ketentuan.

"Jadi bukan dicabut izin organisasinya, tapi (izin) pengumpulan uang dan barang," kata Rasman dalam program Dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (6/7/2022).

Lebih lanjut, Rasman menjelaskan sebelum pencabutan penyelenggaraan izin ini, ACT pernah mengajukan izin dan telah dinyatakan memenuhi persyaratan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x