Kompas TV nasional hukum

Pengamat Hukum Pidana Sebut Ada Potensi Pidana Penggelapan hingga Terorisme di Kasus ACT

Kompas.tv - 6 Juli 2022, 05:41 WIB
pengamat-hukum-pidana-sebut-ada-potensi-pidana-penggelapan-hingga-terorisme-di-kasus-act
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan saat dihubungi KOMPAS TV di program SAPA INDONESIA MALAM, Selasa (5/7/2022). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Iman Firdaus

Pemotongan tersebut sama saja yayasan ACT telah memotong hak penerima yang dititipkan.

"Perlu dicatat kalau sifatnya amal sedekah tidak boleh untuk gaji. Jelas itu penggelapan, dana itu untuk disalurkan ke mustahiq kok, malah buat pejabat tinggi gaji Rp250 juta," ujar Asep 

"Ini jelas pengelapan dana umat seharusnya disampaikan kepada umat dari para dermawan," tegasnya. 

Sebelumnya dugaan penyelewengan dana donasi umat di tubuh organisasi itu viral di media sosial, salah satunya di Twitter hingga memunculkan tanda pagar (tagar) #aksicepattilep dan #janganpercayaACT.

Baca Juga: Densus 88 Dalami Temuan PPATK soal Transaksi Keuangan ACT yang Diduga Mengalir ke Teroris

Di sisi lain PPATK menelusuri aliran dana dari lembaga kemanusiaan ACT.

Kepala PPATK Ivan Yustiavan mengungkapkan hasil penelusuran dana ACT tidak hanya ada indikasi penggunaan untuk kepentingan pribadi, tetapi juga adanya aktivitas terlarang yang mengarah kepada dugaan pembiayaan terorisme.


 

Ivan menyatakan pihaknya telah telah menyerahkan bukti tersebut kepada Densus 88 Antiteror dan BNPT untuk dilakukan pendalaman.

"Karena transaksi mengindikasikan demikian (terorisme), tetapi perlu adanya pendalaman lagi yang dilakukan oleh penegak hukum terkait. Maka sudah kami serahkan ke pihak penegak hukum," ujar Ivan, Senin (4/7/2022).

Baca Juga: Presiden ACT Minta Maaf, DPR Minta Dugaan Penyelewengan Dana Diusut Tuntas

Adapun pemotongan 13,7 persen diungkapkan Presiden ACT Ibnu Khajar untuk keperluan operasional.

"Kenapa ACT 13,7 persen? Lebih karena ACT bukan lembaga zakat, ada donasi-donasi umum masyarakat, ada CSR, ada zakat juga," ujar Ibnu dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).

Menurut Ibnu, lembaganya membutuhkan dana distribusi yang cukup besar karena memiliki banyak cabang di berbagai negara.

"ACT butuh dana distribusi dari dana lebih (banyak) karena banyaknya cabang dan negara, diambil dari dana nonzakat," ujarnya.
 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x