Kompas TV nasional agama

NU DKI Jakarta Minta Anies Pertegas Aturan Polisi Tidur: Kadang Berdekatan, Kadang Berjauhan

Kompas.tv - 5 Juli 2022, 10:47 WIB
nu-dki-jakarta-minta-anies-pertegas-aturan-polisi-tidur-kadang-berdekatan-kadang-berjauhan
Polisi tidur di Jalan Raya Pulomas, Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, yang sempat dibongkar kini telah diganti dengan speed trap. NU DKI Jakarta minta Anies atur regulasi polisi tidur di wilayahnya (Sumber: (KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD))
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV – PWNU DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi DKI, khususnya Gubernur Anies Baswedan Jakarta, untuk mengeluarkan aturan terkait regulasi polisi tidur yang ada di wilayahnya.  

Hal itu tertuang dalam rekomendasi yang dikeluarkan Lembaga Bahtsul Masail (LBM PWNU) berdasarkan Hasil Bahtsul Masail Muzakarah Alim Ulama tanggal 2-4 Juli di Jakarta.

Ketua LBM PWNU DKI Jakarta K.H. Mukti Ali Qusyairi, M.A. menyampaikan, tujuan Bahtsul Masail ini adalah membahas problematika terkait dengan fikih tata kota dalam perspektif keagamaan.

Salah satunya terkait dengan ketegasan untuk mengatur polisi tidur di wilayah DKI yang disebutnya tidak beraturan.

“Gubernur Anies harus pertegas mengatur lagi soal polisi tidur di DKI Jakarta,” ujarnya saat dikonfirmasi KOMPAS.TV, Selasa (5/6/2022).

Lantas, apa alasan NU DKI Jakarta?

Mukti Ali menjelaskan paling tidak ada tiga alasan.

Pertama,  kata dia, ada banyak polisi tidur yang terlalu tinggi sehingga bisa merugikan dan bisa merusak kendaraan khususnya sedan dan berbodi pendek.

Kedua, lanjut alumnus Universitas  Al-Azhar Mesir itu, polisi tidur di DKI inkonsisten.

Ia menyebut, dari satu polisi tidur ke polisi tidur yang disampingnya, sering kali sangat berdekatan, kadang berjauhan.

“Kadang seperti hampir setiap rumah ada polisi tidur. Jadi tak seragam,” ujarnya.

Selain itu, yang ketiga adalah saoal aturan polisi tidur di DKI yang harus diperjelas lagi.

“Regulasi mana daerah yang boleh ada polisi tidur dan mana yang tidak boleh,” tuturnya.

Baca Juga: Jangan Sembarangan, Ini Pedoman Bikin Polisi Tidur Biar Tak Menyalahi Aturan

Berikut ini rekomendasi NU DKI Jakarta untuk Fikih Tata Kota Jakarta  

  1. Industri, bisnis besar, perhotelan, dan seluruh operator gedung pencakar langit dilarang menggunakan air tanah karena adanya madarat (bahaya) lebih besar yang ditimbulkan, yaitu penurunan muka tanah yang bisa menenggelamkan kawasan sekitar.
  2. Memperluas jaringan PDAM hingga ke setiap lapisan warga Jakarta tanpa diskriminasi.
  3. Menghentikan dan tidak memberikan izin pembangunan gedung pencakar langit baru di wilayah Jakarta, misalnya apartemen, perkantoran, perhotelan, dan komunitas bisnis besar.
  4. Memperbanyak wilayah resapan air di seluruh Jakarta.
  5. Menormalisasi sungai-sungai di Jakarta.
  6. Menghentikan pencemaran limbah yang mengancam sungai, air tanah, dan udara.
  7. Menghentikan polusi udara Jakarta.
  8. Mendorong penyelesaian secepatnya problem sampah di seluruh wilayah Jakarta.
  9. Memperluas peluang dan kesempatan kerja untuk peningkatan kapasitas ekonomi warga Jakarta
  10. Mendukung pemerintah mengeluarkan regulasi terkait polisi tidur.
  11. Mendorong peningkatan keamanan dan kenyamanan publik mengingat Jakarta termasuk 10 kota dengan indeks kriminalitas tertinggi di Asia Tenggara (survei Numbeo 2022).

Bagaimana Aturan Polisi Tidur di DKI Jakarta

Dilansir Kompas.com aturan mengenai pembuatan polisi tidur di Jakarta diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007.

Pasal 3 huruf c dalam Perda tersebut berbunyi, "Kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang membuat atau memasang tanggul."

Larangan pembuatan polisi tidur tanpa izin juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 berbunyi, "Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan."

Kemudian, Pasal 274 ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000."

Sementara itu, spesifikasi polisi tidur diatur dalam Pasal 59 Permenhub Nomor 82 Tahun 2018 yakni:

  • Terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki pengaruh serupa
  • Berukuran tinggi antara 8 sampai dengan 15 sentimeter, lebar bagian atas antara 30 sampai dengan 90 sentimeter, kelandaian paling banyak 15 persen
  • Memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 sentimeter dan warna hitam berukuran 30 sentimeter

 




Sumber : Kompas TV/kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x