Kompas TV nasional indepth

Formula E: Menuju Jakarta Nol Emisi Karbon

Kompas.tv - 20 Mei 2022, 13:38 WIB
formula-e-menuju-jakarta-nol-emisi-karbon
Laga balap Formula E di Mexico City E-Prix 2020. (Sumber: TWITTER/@JaguarRacing)
Penulis : Hasya Nindita | Editor : Desy Afrianti

Senada dengan Safrudin, Pengamat Lingkungan Universitas Indonesia, Tarsoen Waryono, menyebut bahwa pergeseran transportasi listrik akan berdampak positif dan besar terhadap beban pencemaran udara di Jakarta. Perhitungan Tarsoen mengungkapkan pengurangan polusi udara akan menjadi efektif bila setidaknya 25 persen kendaraan di Jakarta sudah beralih ke energi listrik.

Saat ini, kata Tarsoen, ada kurang lebih 11,7 juta unit kendaraan di Jakarta. Sementara kendaraan yang beroperasi di Jakarta dalam 24 jam tercatat kurang lebih 23,5 juta unit.

“Maka, untuk mencapai 25 persen, jumlah kendaraan yang beralih bahan bakar ke energi listrik sebanyak 5,9 juta kendaraan, demikian halnya untuk mencapai 50 persen kendaraan yang beralih ke energi listrik sebanyak 11,8 juta kendaraan, sedangkan untuk mencapai target 100 persen berarti seluruh kendaraan yang masuk DKI Jakarta harus menggunakan energi listrik (23,5 juta) kendaraan,” kata Tarsoen.

Tarsoen menambahkan, menggelar ajang Formula E dapat dianggap sebagai langkah yang tepat untuk mengenalkan kendaraan listrik ke masyarakat luas. Namun, jika pelaksanaannya tidak serius dan tidak diikuti oleh kebijakan atau perundangan yang lebih serius maka hasilnya akan nol.

“Karena Formula (motor balap) sekarang di Indonesia sedang tren, seperti di Mandalika, sehingga bisa memberikan perhatian terhadap pemilik kendaraan untuk merubah bahan bakarnya dari fosil ke listrik,” ujarnya. 

Baca Juga: Keberadaan Sponsor Formula E Dipertanyakan, Ini Jawaban Ahmad Sahroni

Standar Karbon dan Insentif Fiskal

Peralihan menuju kendaraan listrik tidak tanpa kendala. Wakil Gubernur DKI Riza Patria, menyebut meski Pemprov DKI sudah berkomitmen untuk beralih ke kendaraan listik, tetapi harga mobil listrik masih terlampau mahal bagi masyarakat umum.

“Harga mobil listrik itu jauh sekali, masih mahal, masih tinggi, perlu proses,” kata Riza.

Safrudin turut mengamini hal tersebut. Menurut dia, pertimbangan masyarakat sangat sederhana, yakni apakah harga mobil listrik terjangkau?

Kendaraan berbahan bakar bensin 2.000 CC dibanderol dengan harga Rp350 juta, sementara kendaraan listrik yang setara yakni dengan tenaga 135 KW saat ini harganya masih di atas Rp700 juta. Harga yang terpaut jauh ini tentu menyebabkan kendaraan listrik sulit dijangkau sebagian besar kelompok masyarakat. Untuk mempersempit perbedaan harga, Safrudin menyarankan kebijakan insentif fiskal dengan menggunakan acuan standar karbon.

Jika pemerintah menetapkan standar karbon kendaraan maksimum 120gr/km, jelas Safrudin, maka kendaraan BBM dengan karbon sebesar 200gr/km otomatis melebihi batas senilai 80gr/km. Kelebihan ini akan dikenakan pinalti hukum dalam bentuk cukai mengacu pada nilai teknologi emisi karbon yaitu Rp2.250.000 pergram.

Kelebihan karbon sebesar 80gr/km tersebut akan dikalikan Rp2.250 juta, lalu hasilnya ditambahkan ke harga jual di pasaran. Jika harga jual Rp350 juta, maka akan ditambah Rp180 juta sehingga harga jual menjadi Rp530 juta.

Sebaliknya, kendaraan listrik dengan tenaga 135Kw akan mengeluarkan karbon sebesar 60gr/km. Angka ini berada di bawah ambang batas standar karbon 120gr/km sebesar 60gr/km, maka kendaraan ini berhak mendapatkan insentif sebesar 60 dikali Rp2.250 juta yakni sebesar Rp135 juta. Jika harga per unit Rp700 juta, maka akan dikurangi insentif sebesar Rp135 juta, lalu harga jual di pasaran menjadi Rp565 juta.

“Saat ini, kan, harga kendaraan listrik tidak terjangkau, jadi dengan insentif fiskal akan menciptakan daya saing bagi kendaraan listrik di pasaran, inilah yang masyarakat tunggu,” kata Safrudin.

Menurut Safrudin, tanpa ada standar karbon dan perubahan kebijakan fiskal, maka industri kendaraan listrik tidak akan maju.

Pemprov DKI di bawah arahan Anies Baswedan sebetulnya pernah merilis sejumlah kebijakan terkait dengan insentif bagi kendaraan listrik. Kebijakan tersebut pertama kali dikeluarkan pada 2020 melalui Peraturan Gubernur No. 3 Tahun 2020 mengenai kebijakan insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Baca Juga: Digelar 16 Hari Lagi, Ini Penampakan Sirkuit Formula E

Formula E dan Komitmen Ramah Lingkungan

Promosi energi bersih dalam Formula E memerlukan komitmen yang serius. Salah satu hal yang dilakukan agar ajang tersebut ramah lingkungan adalah sirkuit Formula E akan menggunakan energi bersih tanpa batu bara. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjamin, pasokan listrik untuk ajang balap tersebut tidak menggunakan BBM atau bahan bakar fosil.

General Manager PLN UID Jakarta Raya, Doddy B. Pagaribuan, mengatakan suplai listrik PLN untuk Formula E akan menggunakan energi panas bumi dan tenaga air ramah lingkungan.

“Jadi tidak pakai bahan bakar minyak (BBM),” ujar Doddy di Jakarta Utara beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut Doddy mengatakan, energi bersih yang digunakan balap listrik Formula E juga sudah mengantongi sertifikat energi terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) dari Amerika Serikat. Doddy juga memastikan, pasokan listrik untuk Formula E 2022 tidak akan menganggu aliran listrik masyarakat Jakarta.

Sementara itu, Vice President Infrastructure & General Affairs OC Jakarta EPrix 2022, Irawan Sucahyono, menyebut promosi kesadaran ramah lingkungan juga akan menyasar hal-hal kecil.

“Contohnya, kami (pengelola) tak lagi menjual makanan dengan pembungkus seperti styrofoam dan mengimbau soal penggunaan botol air,” kata Irawan dalam keterangan resminya, Selasa (10/5/22) lalu.

Irawan menambahkan, keseluruhan acara didesain dengan memperhatikan konsep ramah lingkungan. Misalnya, kata dia, penyelenggara tidak melakukan penebangan pohon saat membangun sirkuit, melainkan memindahkannya.

“Formula E ini adalah masa depan dari motorsport. Ini green motorsports. Jadi, mungkin nanti dunia balapnya akan berubah semua menjadi seperti ini. Nah, Indonesia sebagai salah satu tuan rumah Formula E memang sangat beruntung,” kata Irawan.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x