Kompas TV nasional politik

Ada Kekhawatiran TNI/Polri Aktif Jadi Penjabat Kepala Daerah, Imparsial Sebut 3 Prasyarat Ini

Kompas.tv - 12 Mei 2022, 18:04 WIB
ada-kekhawatiran-tni-polri-aktif-jadi-penjabat-kepala-daerah-imparsial-sebut-3-prasyarat-ini
Ilustrasi. Terdapat kekhawatiran penunjukan personel TNI/Polri aktif menjadi penjabat gubernur maupun bupati/wali kota. (Sumber: ANTARA/HO-Divisi Humas Polri)
Penulis : Isnaya Helmi | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 101 kepala daerah yang terdiri atas 7 gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota akan mengakhiri masa jabatannya pada 2022.

Dengan adanya masa jabatan yang akan berakhir tahun ini, maka pemerintah akan mengangkat penjabat (Pj) untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah tersebut.

Kendati demikian, terdapat kekhawatiran adanya penunjukan personel TNI/Polri aktif menjadi penjabat gubernur maupun bupati/wali kota. Sebab, hal tersebut ditakutkan kembali membuka potensi bagi terbitnya dwifungsi militer seperti di zaman Orde Baru.

Kekhawatiran itu, salah satunya disuarakan lembaga pemantau hak asasi manusia Imparsial.

Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengungkapkan, secara umum terdapat tiga aspek yang harus dicermati terkait wacana penunjukan perwira tinggi polisi dan TNI sebagai Pj kepala daerah. 

Aspek pertama, kata dia, adalah harus sesuai dengan aturan hukum organiknya.

"Jika mengacu pada UU organiknya, pasal 47 ayat 1 UU TNI dan Pasal 28 ayat 3 UU Polri, dinyatakan dengan jelas bahwa perwira TNI dan Polri yang ditugaskan ke jabatan sipil, atau dalam hal ini menjadi Pj kepala daerah harus mengundurkan diri atau pensiun dulu dari dinas kepolisian atau militer," kata Gufron saat dihubungi Kompas Tv, Kamis (12/5/2022).

Baca Juga: Mendagri Tito Karnavian Buka-bukaan Proses Penunjukan 5 Penjabat Gubernur

Dengan kata lain, lanjut dia, jika statusnya masih aktif, maka tidak diperbolehkan untuk menempati posisi sebagai Pj kepala daerah.

"Jika prasyarat ini tidak dipenuhi, polisi aktif yang ditugaskan tersebut bisa dikatakan dia menjalankan dwifungsi, yaitu sebuah praktik politik yang lazim di masa otoritarian Orde Baru," tegasnya.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x