Kompas TV nasional sosial

Menilik Kembali Sejarah Madrasah yang Diduga Hilang dalam Draf RUU Sisdiknas

Kompas.tv - 28 Maret 2022, 12:16 WIB
menilik-kembali-sejarah-madrasah-yang-diduga-hilang-dalam-draf-ruu-sisdiknas
Ilusttasi. Sejarah Madrasah dari zaman Rasulullah SAW sampai menjadi sistem pendidikan formal di Indonesia. (Sumber: ANTARA/Kompas TV)
Penulis : Dian Nita | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi sorotan para pakar.

Dalam draf yang beredar diduga kata madrasah tidak dicantumkan dalam RUU Sisdiknas tersebut. 

Sejumlah pakar mengkritik Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) karena tidak mencantumkam kata madrasah.

Pasalnya, keberadaan madrasah sudah ada sejak dahulu kala dan sudah menjadi sistem pendidikan formal di Indonesia.

Sejarah Madrasah dan Perkembangannya

Kata madrasah berasal dari bahasa Arab ‎ [ma drasa] , jamak: , mad ris) yang artinya sekolah. Asal katanya yaitu darasa (baca: darosa) yang artinya belajar. 

Madrasah bukanlah institusi atau lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi berasal dari Timur Tengah yang tumbuh dan berkembang sekitar abad ke-10 H/11 M.

Baca Juga: Madrasah Diduga Hilang dari Draf RUU Sisdiknas, Komisi X Akan Panggil Nadiem Makarim

Sejarah Madrasah di zaman Rasullulah

Melansir Jurnal Institut Agama Islam Tribakti Kediri yang disusun oleh Nur Ahid, munculnya Madrasah tidak terlepas dari pola pendidikan pada zaman Rasulullah SAW. 

Pada awal turunnya wahyu pertama al-Qur’an surat al-Alaq Ayat 1-5, pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Rasulullah SAW pertama kali mengajari keluarganya, kemudian keluarga besarnya hingga pada akhirnya menjadi seruan untuk umum.

Sejak saat itulah, pendidikan Islam mulai disiarkan di luar Mekkah bahkan sampai Madinah.

Rumah Arqam ibn Arqam merupakan madrasah pertama dalam sejarah islam yang tercipta.

Rumah tersebut menjadi tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk belajar hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam.

Selain itu, ada pendidikan Kuttab yang lebih berfokus pada baca tulis sastra dan shair Arab.

Pada zaman sahabat Nabi, Lembaga pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan Alquran merupakan fardlu kifayah.

Sejarah Madrasah di Indonesia

Berbeda dengan Kuttab, madrasah di Indonesia merupakan lembaga pendidikan Islam formal.

Pada awal perkembangannya, madrasah tergolong lembaga pendidikan setingkat 
akademi (jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan Islam saat ini). 

Namun, selanjutnya madrasah tidak lagi berkonotasi sebagai akademi, tetapi sekolah 
tingkat dasar sampai menengah.

Baca Juga: Bus Pariwisata Rombongan Siswa dan Guru Madrasah Menabrak Tebing, Satu Orang Tewas

Sejarah madrasah di Indonesia dan perkembangannya tidak bisa lepas dengan masuknya Islam di Indonesia. 

Fase perkembangan Madrasah di Indonesia 
dapat di bagi kepada tiga fase. 

Fase pertama

Fase ini dimulai sejak mulai tumbuhnya pendidikan Islam pada awal masuknya Islam ke Indonesia sekitar tahun 7 masehi.

Ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam non-formal yang diawali dengan masjid-masjid dan pesantren-pesantren.

Pembelajarannya terkonsentrasi kepada pembahasan kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab.

Mereka yang telah 'lulus' akan menjadi ulama, kiyai, ustadz, guru agama, dan juga menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan.

Fase kedua

Sejak abad ke 19 M telah muncul ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke seluruh dunia, dimulai dari gerakan pembaharuan di Mesir, Turki, Saudi Arabia dan juga Indonesia.

Inti dari gerakan pembaharuan adalah berupaya untuk mengadopsi pemikiran pendidikan modern yang berkembang di dunia Timur Tengah dikembangkan di Indonesia, berupa madrasah.

Di Indonesia, dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Barat dalam bentuk sekolah sekuler yang dikembangkan oleh penjajah munculkan gerakan pembaharuan akhir abad ke-19.

Awalnya madrasah hanya mengkhususkan kepada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan 
dan hampir tidak mengajarkan sama sekali mata pelajaran umum. 

Kehadiran madrasah pada awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai perkembangan baru di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non-keagamaan. 

Fase ketiga

Fase ini adalah masuknya madrasah dalam sistem pendidikan nasional, di mana madrasah menjadi bagian pendidikan nasional.

Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 2 Tahun 1989 di katakan bahwa: Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah di antaranya adalah terdiri atas pendidikan keagamaan, dan pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang 
ajaran agama yang bersangkutan.

Sementara dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tentang sekolah menengah umum pada pasal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa madrasah Aliyah adalah sekolah 
menengah umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. 

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, kemudian pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Dengan dimasukkannya madrasah di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, menunjukkan bahwa madrasah menjadi tanggung jawab pemerintah. 

Bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.

Madrasah harus memenuhi syarat Kementerian Agama yakni harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu, secara teratur di samping mata pelajaran umum.

Selanjutnya, pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan Sekolah Guru Agama Islam (SGA), Sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHI) di berbagai daerah, baik di Jawa maupun di luar jawa. 

Para lulusan SGAI dipersiapkan untuk menjadi guru agama di madrasah-madrasah ibtidaiyah dan sekolah umum yang sederajat.

Sedangkan alumni SGAI dipersiapkan untuk menjadi guru agama, baik di madrasah ibtidaiyah dan sekolah umum yang sederajat.

Adapun alumni SGHI dipersiapkan untuk menjadi guru agama, baik di madrasah tingkat menengah maupun sekolah menengah umum serta menjadi hakim pada Pengadilan Agama. 

SGAI dan SGHAI kemudian diganti menjadi PGA Pertama (4 tahun) dan PGA Atas (2 tahun). Pada tahun 1957 SGHA dilebur  dengan PGA, sedangkan untuk mendidik calon hakim agama, didirikan Pendidikan Hakim Agama Islam Negeri (PHIN) dengan masa belajar selama 3 tahun.

Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. 

Melalui SKB ini, madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam sistem pendidikan nasional.

Adapun penjejangan madrasah meliputi, Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).



Sumber : Jurnal Tribakti/Nur Ahid



BERITA LAINNYA



Close Ads x