Kompas TV nasional politik

Aktivis Tionghoa Cerita Sulitnya Ikut Pemilu di Indonesia, Kini Ajukan Gugatan ke MK

Kompas.tv - 3 Februari 2022, 13:50 WIB
aktivis-tionghoa-cerita-sulitnya-ikut-pemilu-di-indonesia-kini-ajukan-gugatan-ke-mk
Tangkapan layar pemohon perkara Nomor 5/PUU-XX/2022 pengujian materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Lieus Sungkharisma menyampaikan petitum di hadapan Majelis Hakim MK di Jakarta, Kamis (3/2/2022). (Sumber: ANTARA)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Iman Firdaus

 

JAKARTA, KOMPAS TV - Sejumlah tokoh mengajukan pengujian materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satunya yaitu seorang aktivis Tionghoa bernama Lieus Sungkharisma yang terdaftar dalam perkara Nomor 5/PUU-XX/2022. 

Dalam sidang yang dilaksanakan secara virtual, ia menceritakan kepada Majelis Hakim ihwal betapa sulitnya mengikuti Pemilu di Indonesia.

"Saya punya pengalaman sendiri Tahun 1998 atau saat kerusuhan Mei. Saya pernah bikin partai yang mulia," kata Lieus Sungkharisma seperti dikutip dari Antara, Kamis (3/2/2022). 

Baca Juga: Tok! KPU Putuskan Pemilu 2024 pada 14 Februari

Ia mengaku pernah menginisiasi untuk mendirikan Partai Reformasi Tionghoa Indonesia. Bahkan, partai yang didirikannya tersebut terdaftar secara legal di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Untuk ikut pemilu itu tidak mudah. Di setiap daerah, provinsi, kabupaten harus punya cabang," ujar dia.

Kendati telah mengantongi izin dari pemerintah dalam hal ini Kemenkumham, faktanya Partai Reformasi Tionghoa Indonesia tidak kuat mengikuti pemilu karena beratnya syarat yang ditentukan penyelenggara.

Baca Juga: KPU Tetap Minta Masa Kampanye Pemilu 2024 120 Hari, Ini Alasannya

Oleh karena itu, agar lebih adil, melalui uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukannya, Lieus berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan.

Menurutnya, ketentuan ambang batas 20 persen atau presidential threshold sangat berat sekali terutama bagi partai politik yang ingin mengusung calon Presiden.

"Dengan dua pasang calon maka permusuhan makin tajam, dagang jadi susah," ujarnya.

Dalam petitumnya, ia meminta majelis hakim mengabulkan permohonan pemohon untuk keseluruhannya. 

Kedua, menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga: Apakah Kita Bisa Menyelenggarakan Pemilu yang Tidak Rumit? | Satu Meja The Forum (3)

Selanjutnya, memerintahkan pemuatan putusan tersebut dalam berita negara Republik Indonesia, atau jika majelis hakim memiliki pendapat lain dimohon memberikan putusan yang adil.

Sementara itu, Majelis Hakim MK Arief Hidayat mengatakan segera melaporkan perbaikan permohonan pemohon ke permusyawaratan hakim terkait tindak lanjutnya.

"Pak Lieus tinggal menunggu berita kelanjutan permohonan ini dari kepaniteraan," ujar Hakim Arief Hidayat.



Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x