Kompas TV nasional berita utama

Kejagung Mulai Penyidikan Proyek Satelit di Kemhan yang Rugikan Negara Hampir Rp1 Triliun

Kompas.tv - 14 Januari 2022, 11:39 WIB
kejagung-mulai-penyidikan-proyek-satelit-di-kemhan-yang-rugikan-negara-hampir-rp1-triliun
Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa melakukan pertemuan di Kejaksaan Agung, Jumat (14/1/2022) (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Gading Persada

Apabila tidak dipenuhi, maka hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, kata Mahfud, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lalu memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Permintaan itu yakni mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater atau satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication Limited (Avanti) pada tanggal 6 Desember 2015.

Baca Juga: Jaksa Agung Siap Bantu Erick Thohir Bersih-bersih BUMN

Meskipun, lanjut dia, persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo itu baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016.

Namun, pihak Kemhan pada tanggal 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.

Lalu, pada tanggal 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK).

Namun ternyata PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.

Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," tuturnya.

Untuk membangun Satkomhan, kata Mahfud, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia.

Sedangkan di tahun 2016, anggaran telah tersedia, namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.

Kemudian, Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.

"Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp515 miliar," ujarnya.

Baca Juga: Hari Ini Rekonstruksi 3 Prajurit TNI AD Bunuh Sejoli di Nagreg, Panglima TNI: Betul

Selain itu, kata Mahfud, pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan bahwa pemerintah diharuskan membayar USD20,9 juta.

"Yang USD20 juta ini nilainya mencapai Rp304 miliar," ujarnya.

Mahfud pun memperkirakan angka kerugian ini akan bertambah besar karena masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan dan belum mengajukan gugatan.

"Selain sudah kita dijatuhi putusan arbitrase di London dan Singapura tadi, negara juga berpotensi ditagih lagi oleh AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," kata Mahfud.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x