Kompas TV nasional berita utama

ICW: Narasi Penguatan Pemberantasan Korupsi yang DIsampaikan Pemerintah dan DPR Hanya Ilusi

Kompas.tv - 27 Desember 2021, 17:14 WIB
icw-narasi-penguatan-pemberantasan-korupsi-yang-disampaikan-pemerintah-dan-dpr-hanya-ilusi
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana di kantor ICW, Jakarta Selatan. (Sumber: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa )
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai segala narasi penguatan pemberantasan korupsi yang kerap disampaikan oleh pemerintah dan DPR terbukti hanya ilusi.

Pernyataan itu disampaikan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyoal hasil evaluasi dua tahun kinerja KPK.

“Pemberantasan korupsi semakin berada di titik nadir. Segala narasi penguatan yang kerap disampaikan oleh pemerintah dan DPR terbukti hanya ilusi semata,” ucap Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Senin (27/12/2021).

“Regulasi kian memangkas kewenangan KPK dan pemilihan Komisioner KPK yang penuh dengan permasalahan menjadi sumber persoalan,” tambahnya.

Berangkat atas kejadian itu, Kurnia pun menilai wajar jika kemudian KPK mengalami stagnasi dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

Baca Juga: KPK Panggil Alfred Simanjuntak, Tersangka Kasus Suap Perpajakan yang hingga Kini Belum Ditahan

“Ketiadaan orientasi politik hukum yang konkret telah berimplikasi serius terhadap masa depan pemberantasan korupsi,” ujarnya.

“Hal itu dibuktikan dengan degradasi peringkat maupun skor Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir oleh Transparency International beberapa waktu lalu,” tambah Kurnia.

Tak cukup itu, paket legislasi untuk menyokong penegak hukum juga tidak kunjung diundangkan oleh pemerintah dan DPR, seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset maupun Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Akibatnya, upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara gagal terlaksana.

“Terlebih dalam kaitan pemilihan Komisioner KPK yang baru, alih-alih bisa menunjukkan prestasi, baik Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Nurul Ghufron, lebih sering memperlihatkan kontroversi ke tengah masyarakat,” kata Kurnia.

“Mulai dari rentetan pelanggaran etik, kepemimpinan yang dipenuhi dengan gimik politik, hingga terakhir pemberhentian puluhan pegawai KPK karena dianggap tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan,” tambahnya.

Tidak hanya itu, ICW juga berpendapat, keberadaan Dewan Pengawas KPK juga tidak berfungsi secara efektif untuk mengawasi serta mengevaluasi kinerja pegawai maupun Komisioner KPK.

Baca Juga: KPK Tidak Bisa Memproses Hukum Hanya dengan Simsalabim Lalu Ditangkap

“Bahkan, kewenangan menegakkan kode etik juga gagal diperlihatkan oleh Dewan Pengawas, setidaknya berdasarkan sejumlah putusan etik selama ini,” ujar Kurnia.

Dalam pernyataannya, ICW juga menyampaikan dua sektor kunci yang menjadi tugas pokok KPK seperti penindakan dan pencegahan, semakin menjauh dari harapan masyarakat.

Menurunnya jumlah penindakan diikuti dengan kualitas yang buruk dalam penanganan perkara-perkara besar menjadikan KPK kehilangan arah untuk memaksimalkan penegakan hukum.

“Begitu pula dari sisi pencegahan, konstruksi besar agenda tersebut tidak berjalan dan menuai banyak kritik,” ucap Kurnia.

“Maka dari itu, tidak salah jika kemudian masyarakat menuding komisioner KPK gagal mengemban amanah untuk membangun strategi pemberantasan korupsi yang efektif,” tambahnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x