Kompas TV nasional sosial

Kisah Duel Pertama Timnas Indonesia-Thailand 1957, Kabinet Kaki Empat dan Kudeta Tak Berdarah

Kompas.tv - 27 Desember 2021, 11:31 WIB
kisah-duel-pertama-timnas-indonesia-thailand-1957-kabinet-kaki-empat-dan-kudeta-tak-berdarah
Timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956 (Sumber:Kompasiana.com-)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Timnas Indonesia akan berhadapan dengan Timnas Thailand dalam final puncak Piala Suzuki AFF 2020, di Singapura, Rabu (29/12/2021) dan Sabtu (1/1/2022). 

Pertemuan kedua tim selalu ditunggu, karena keduanya pernah beberapa kali berhadapan dan selalu ingin saling mengalahkan. Seperti dengan timnas Malaysia, Thailand termasuk musuh bebuyutan timnas Indonesia.

Dalam catatan sejarah, kedua tim pertama bertemu dalam laga Turnamen Merdeka yang berlangsung di Malaysia pada September 1957. Kala itu, Indonesia berhasil mengalahkan Thailan dengan skor telak 4-0. 

Tahun ketika turnamen berlangsung adalah saat banyak negara di Asia Tenggara baru saja lepas dari penjajahan. Bahkan beberapa negara berhadapan dengan kondisi politik yang tidak stabil. 

Turnamen Merdeka yang diadakan di Malaysia,  di stadion Merdeka yang baru dibuka di Kuala Lumpur  30 Agustus 1957 oleh Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman. 

Reporter koran mingguan asal Jakarta, Star Weekly, Oh Lay Hien, yang ikut dalam rombongan PSSI ketika itu menggambarkan Stadion Merdeka sebagai "tidak terlalu besar, tetapi adalah salah satu stadion terbaik yang pernah saya saksikan," tulisnya pada edisi no 611 tertanggal 14 September 1957, dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Vietnam Disingkirkan Thailand di Piala AFF 2020, Park Hang-seo: Saya Tak Tahu Harus Berkata Apa

Stadion tersebut bisa menampung 25.000 orang dan dibangun secara modern dengan hampir seluruh struktur terbuat dari beton tanpa tiang-tiang yang dapat mengganggu pemandangan. 

Di Indonesia, kondisi politik sedang tidak bagus kala itu. Presiden Soekarno mencanangkan "Demokrasi Terpimpin" sebagai jawaban atas pelaksanaan "Demokrasi Liberal" yang dianggapnya terlalu bebas sehingga sering membuat kabinet jatuh.

Ini karena partai-partai politik saling bersaing dan berebut kekuasaan. Melalui "Demokrasi Terpimpin", Soekarno ingin membangun sistem politik yang sesuai dengan jati diri bangsa. Sistem "Demokrasi Liberal" yang dijalankan sebelumnya (1950-1957), menurut dia adalah hasil impor dari luar negeri. 

"Masalah kita, bangsa Indonesia, hanya bisa dipecahkan dengan perumusan nilai-nilai murni bangsa sendiri," kata Soekarno saat pembukaan di depan Dewan Konstituante. 

Untuk memuluskan gagasannya, pada 9 April 1957, Soekarno melantik "Kabinet Berkaki Empat" atau Kabinet Karya. 

Disebut "Kabinet Berkaki Empat" karena ada empat unsur yang terwakilkan di kabinet yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sementara golongan politik dari masyarakat ditampung dalam Dewan Nasional yang disahkan pada 6 Mei 1957. 

Meski kondisi politik dalam negeri sedang turun naik, kondisi persepakbolaan tanah air justeru sedang naik daun. Indonesia adalah tim paling disegani di Asia. Pada periode ini lahir nama-nama legendaris seperti Ramang, Maulwi Saelan, dan Tan Lion Hou.

Tidak heran pada 1958, Indonesia nyaris masuk piala dunia saat ikut kualifikasi di Swedia. Indonesia sukses menggasak China dengan skor 2-0 pada leg pertama di Stadion Ikada, Jakarta, pada 12 Mei 1957. 

Baca Juga: Pengakuan Elkan Baggott yang Sukses Bawa Timnas Indonesia ke Final Piala AFF 2020

Sementara kondisi politik Thailand ketika itu, hampir sama dengan Indonesia. Thailand mengalami kudeta  tidak berdarah yang dilakukan pihak militer ketika Raja Bhumibol Adulyadej sedang berada di Lausanne, Swiss.

Pelaku kudeta kemudian menunjuk Jenderal Phibunsongkhram sebagai perdana menteri. Ketika pemilu parlemen tahun 1957 menetapkan kembali kekuasaan Phibunsongkhram yang terpilih sebagai perdana menteri, namun prosesnya diyakini penuh kecurangan.

Protes dan stabilitas politik pun tak terhindarkan. Pemerintahan Phibunsongkhram dilengserkan oleh orang kepercayaannya yang paling loyal yaitu Panglima Tertinggi Sarit Thanarat. Setelah peristiwa tersebut, Phibunsongkhram mengasingkan diri ke Jepang hingga akhir hayatnya di sana pada tahun 1964.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x