Kompas TV nasional peristiwa

Begini Isi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang Tuai Pro dan Kontra

Kompas.tv - 15 November 2021, 11:33 WIB
begini-isi-permendikbud-nomor-30-tahun-2021-yang-tuai-pro-dan-kontra
Ilustrasi: Pro kontra soal Permendikbud 30 tahun 2021 masih terus berlangsung, beberapa pihak menyebut bahwa aturan itu diterbitkan guna melegalkan zina atau tindak asusila. (Sumber: Pixabay)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pro kontra soal Permendikbud 30 tahun 2021 masih terus berlangsung, beberapa pihak menyebut bahwa aturan itu diterbitkan guna melegalkan zina atau tindak asusila.

Salah satunya kritik dilontarkan oleh Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang menilai beleid tersebut cacat secara formil. Hal itu karena prosesnya tidak melibatkan banyak pihak dan cacat materil karena berpotensi melegalkan zina.

Menurut, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad salah satu kecacatan materil ada di Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa 'tanpa persetujuan korban'.

“Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” kata Lincolin, melalui keterangan tertulis, Senin (8/11/2021).

Tak hanya Muhammadiyah, penolakan Permendikbud juga datang dari Forum Itjima Ulama MUI bahkan atas keputusannya itu MUI dituding tidak membaca lebih dahulu isi dari aturan yang membahas tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual itu.

Kendati demikian, hal tersebut langsung ditepis oleh Anggota komite fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mukti Ali Qusyairi, Lc MA. Menurutnya, dalam dinamika internal pembahasan forum bernama Qonuniyah (Kenegaraan) di Forum Ijtima Ulama MUI tengah pekan lalu itu, justru para ulama membaca bersama-sama salinan draf Permendikbud 30 PPKS.

Baca Juga: Profesor Studi Islam dan Gender: Penolakan Permendikbud 30 PPKS Itu Bernilai Politis

“Dalam dinamika pembahasan, para ulama awalnya di forum di Ijtima Ulama MUI itu memang belum membaca secara detail. Lantas saling berargumen dan akhirnya kami membaca bersama-sama, menelaah dengan detail tiap pasal salinan Permendikbud itu,” papar Mukti Ali Qusyairi kepada KOMPAS TV lewat sambungan telepon, Jumat malam.

Berikut ini isi pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang menuai kontroversi pro kontra di masyarakat:

Pasal 5

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

Baca Juga: Tepis Permendikbud 30 Legalkan Zina, Ini Niat Awal dan Tujuan Penerbitannya

g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;

Baca Juga: Permendikbud 30 Dinilai Bagian dari Jihad Melindungi Orang

s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.

Sementara itu, Wakil Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menjelaskan soal niat awal dan tujuan dari penerbitan Permendikbud No 30 Tahun 2021 tersebut.

Menurut Hetifah, aturan tersebut dibuat untuk mewujudkan lembaga pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi dapat menjadi tempat yang aman juga kondusif untuk melakukan pembelajaran.

Artinya, relasi kuasa yang ada di lembaga pendidikan karena ada kelas, adik kelas, guru, dosen, kakak kelas, tidak disalahgunakan dan memicu terjadinya kekerasan seksual di sekolah atau kampus.

Baca Juga: Komisi X DPR Dorong Upaya Revisi dan Sosialisasi Permendikbud 30 PPKS

"Kita semua ini sedang berbenah bagaimana supaya kampus dan lembaga pendidikan kita bahkan tidak cuma kampus tapi SD-SMP-SMA dan PAUD juga harus jadi tempat yang aman juga kondusif untuk melakukan pembelajaran dan kalau di kampus ada juga tri dharma perguruan tinggi." kata Hetifah dalam program Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (12/11).

Untuk bisa mengakses isi lengkap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 bisa melalui link ini.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x