Kompas TV nasional sapa indonesia

Cuti Bersama 2022 Juga Dihapus? Begini Penjelasan Deputi II KSP

Kompas.tv - 27 Oktober 2021, 21:50 WIB
cuti-bersama-2022-juga-dihapus-begini-penjelasan-deputi-ii-ksp
Deputi II KSP, Abetnego Tarigan. Pemerintah akan melihat sejumlah perkembangan untuk menentukan apakah cuti bersama tahun 2022 juga akan dihapus. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah akan melihat sejumlah perkembangan untuk menentukan apakah cuti bersama tahun 2022 juga akan dihapus seperti penghapusan cuti bersama hari Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru).

Salah satu hal yang akan dilihat adalah terkait kemunculan sejumlah varian baru virus corona di beberapa negara.

“Tahun 2022 tentu kita akan lihat ya, karena kan beberapa varian baru perlu mendapat perhatian, walaupun sampai sekarang ini belum ada yang dilaporkan masuk ke negara kita, tetapi kan di negara lain ada kemunculan itu,” kata Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (27/10/2021).

Selain kemunculan varian baru virus corona, hal lain yang juga akan menjadi pertimbangan adalah efektivitas vaksin yang menurutnya memiliki batas waktu.

Baca Juga: Cuti Bersama Natal 2021 Dihapus, Menko PMK: Tekan Pergerakan Warga Liburan Akhir Tahun

Dia menyebut bahwa sangat penting untuk mengendalikan situasi di dalam negeri agar jangan ada lagi ledakan kasus seperti beberapa waktu lalu.

“Sebelum kita juga menuntaskan tanggung jawab kita untuk menuntaskan vaksinasi, sekaligus memastikan warga kita punya kedisiplinan protokol kesehatan,” ujarnya.

Pertimbangan selanjutnya adalah terkait vaksin ketiga atau booster, juga variabel lain yang harus dipertimbangkan karena perkembangan di luar negeri, khususnya di Eropa dan negara tetangga.

Mengenai penghapusan cuti bersama Nataru tahun ini, Obet mengatakan, hal itu merupakan upaya pemerintah untuk mengendalikan mobilitas.

Menurutnya, saat ini mobilitas mengalami peningkatan yang luar biasa. Bahkan, mobilitas di beberapa titik mendekati seperti sebelum pandemi Covid.

“Ini menjadi concern kita, dan di sisi lain kita melihat bahwa kejadian di luar negeri seperti di Eropa memang menjadi warning yang kuat bagi kita,” tuturnya.

Dia menambahkan, sejak awal sudah ada perhatian serius dari Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) mengenai upaya signifikan dari pemerintah melalui kementerian dan pemerintah daerah untuk mengendalikan mobilitas dan memperkuat protokol kesehatan.

“Karena di beberapa observasi menunjukkan bahwa kita punya risiko juga dengan situasi yang relatif terkendali ini dengan kedisiplinan dan ketaatan pada protokol kesehatan. Ini yang melandasi persoalan terkait penanganan covid dan libur Natal dan Tahun Baru,” urainya.

Baca Juga: Pemerintah Mempertimbangkan Pandemi, Cuti Bersama 2022 Masih Belum Pasti

Dia membenarkan bahwa penghapusan cuti bersama Nataru 2021 tersebut dapat dimaknai dengan sama sekali tidak ada hari libur.

“Apa sih pentingnya digeser dua hari atau dihilangkan itu? Sebenarnya untuk membatasi keinginan dan niat orang untuk melakukan perjalanan dan kemudian juga mengakibatkan mobilitas yang cukup tinggi,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Sulfikar Amir, Pakar Sosiologi Bencana Universitas Nanyang Singapura, mengatakan, cuti adalah hak masyarakat.

“Harus kita pisahkan antara pembatasan sosial dan cuti bersama. Cuti bersama itu adalah hak yang harus diberikan pada masyarakat, tapi pembatasan mobilitas adalah hal lain,” tuturnya.

Dia berpendapat, sebaiknya biarkan masyarakat menikmati cuti mereka, tetapi mobilitasnya yang harus tetap dibatasi. Hal ini agar tidak terjadi gejolak kasus dan infeksi.

“Menurut saya, masyarakat akan merasakan sikap double standard ketika mereka dibatasi bergerak. Itu terjadi sebelumnya, dan masyarakat merasa hal itu tidak adil. Mungkin harus ada konsistensi sikap juga dari pemerintah,” ucapnya.

Dia juga menilai, jika memang gelombang ketiga akan terjadi di Indonesia, kemungkinan besar tanda-tandanya akan terlihat di akhir November 2021, karena pelonggaran sudah dilakukan di mana-mana.

“Artinya, kalau memang kita mau melakukan persiapan, harus dilihat dua sampai tiga minggu sebelumnya, apakah terjadi gejolak, infeksi di mana-mana atau tidak,” katanya.

“Kalau kondisinya sudah stabil seperti sekarang, mestinya ada beberapa hal yang bisa kita longgarkan lebih luas. Tentu ini membutuhkan perhitungan yang lebih mendalam sebelum kita putuskan,” sambungnya.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x