Kompas TV nasional peristiwa

Teluk Jakarta Tercemar Paracetamol, Tim Peneliti Ungkap Tiga Kemungkinan Penyebabnya

Kompas.tv - 2 Oktober 2021, 20:29 WIB
teluk-jakarta-tercemar-paracetamol-tim-peneliti-ungkap-tiga-kemungkinan-penyebabnya
Penelitian menemukan pencemaran Teluk Jakarta akibat paracetamol dalam jumlah besar. (Sumber: Kompas TV/Ant)
Penulis : Ahmad Zuhad | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Temuan pencemaran air laut di Teluk Jakarta akibat Paracetamol menjadi perbincangan di masyarakat. Tim peneliti yang menemukan fakta pencemaran ini pun mengungkapkan penyebab paracetamol mengotori Teluk Jakarta.

Tim peneliti ini terdiri dari Dr Wulan Koagouw, Prof Zainal Arifin, Dr George Olivier, dan Dr Corina Ciocan. Mereka berasal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton Inggris.

Penelitian pendahuluan ini adalah hasil investigasi sampel air laut di empat lokasi di Teluk Jakarta, yakni Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing; serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah yakni Pantai Eretan.

Hasil pengujian itu menemukan bahwa ada kandungan Amonia, Nitrat, Fosfat melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia.

Baca Juga: Ini Dampak Pencemaran Kandungan Parascetamol bagi Manusia dan Ekosistem di Teluk Jakarta

“Hasil penelitian awal yang kami lakukan ingin mengetahui apakah ada sisa paracetamol yang terbuang ke sistem perairan laut,” papar Zainal Arifin dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTV, Sabtu (2/10/2021).

Hasilnya, Teluk Jakarta juga tercemar Paracetamol dalam jumlah tinggi. Dua lokasi yang menjadi tempat paling tercemar adalah muara sungai Angke dan muara sungai Ciliwung Ancol.

“Kosentrasi paracetamol tertinggi ditemukan di pesisir Teluk Jakarta, sedangkan di Teluk Eretan tidak terdeteksi alat,” beber Zainal.  

Seperti diketahui, Paracetamol adalah salah satu kandungan dari obat paling yang sangat banyak dikonsumsi masyarakat sebagai pereda demam dan nyeri.

Zainal mengungkapkan, ada tiga teori sumber Paracetamol yang mencemari perairan Teluk Jakarta.

Teori pertama, Paracetamol ini berasal dari perilaku konsumsi obat masyarakat yang berlebihan tanpa resep dokter. Tubuh pun membuang kotoran hasil ekskresi yang masih mengandung paracetamol. 

“Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan,” jelas Zainal.

Selain itu, teori kedua dan ketiga berkaitan dengan pembuangan limbah dari rumah sakit serta industri farmasi. Hal ini makin diperparah buruknya sarana pengolahan limbah.

“Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai,” ungkap Zainal.

Baca Juga: Ini Pertimbangan Pemerintah Ajukan Banding Terkait Vonis Bersalah Gugatan Polusi Udara Jakarta

Tim peneliti mengatakan khawatir dengan konsentrasi Paracetamol yang tinggi di teluk Jakarta. Pencemaran teluk Jakarta ini dapat berdampak panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta. 

“Memang riset kami baru pada tahap awal. Namun jika konsentrasinya selalu tinggi dalam jangka panjang, hal ini menjadi kekhawatiran kita karena memiliki potensi yang buruk bagi hewan-hewan laut,” ujar Wulan Koaguow, anggota tim peneliti lainnya. 

Menurut Wulan, hasil penelitian di laboratorium menemukan bahwa paparan paracetamol dengan konsentrasi 40 ng/L dapat menyebabkan atresia dan reaksi pembengkakan pada kerang. 

Sebab itu, pencemaran itu akan mengganggu hidup dan mata pencaharian para nelayan dan pembudidaya kerang.

“Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan terkait potensi bahaya paracetamol atau produk farmasi lainnya pada biota-biota laut,” tambah Wulan.

Tim peneliti pun meminta industri dan masyarakat untuk bertanggung jawab bersama-sama menjaga kesehatan lingkungan, termasuk laut Teluk Jakarta.

“Pemerintah perlu melakukan penguatan regulasi tatakelola pengelolaan air limbah baik untuk rumah tangga, komplek apartemen, dan industri. Sedangkan dalam pemakaian produk farmasi (obat, stimulan), publik perlu lebih bertanggung jawab, misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Ini yang nampaknya belum ada, perlu ada petunjuk pembuangan sisa-sisa obat,” tegas Zainal.

Baca Juga: Erick Thohir: Kita akan Bangun Pabrik Paracetamol yang Selama Ini Impor

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x