Kompas TV nasional agama

Meninggal karena Covid-19 Termasuk Mati Syahid? Berikut Penjelasan MUI

Kompas.tv - 3 Juli 2021, 12:04 WIB
meninggal-karena-covid-19-termasuk-mati-syahid-berikut-penjelasan-mui
Keluarga dan petugas menyalatkan jenazah pasien COVID-19 sebelum dimakamkan di TPU Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (18/6/2020). (Sumber: Kompas.TV/Ant/Muhammad Iqbal)
Penulis : Aryo Sumbogo | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pandemi Covid-19, oleh banyak ulama, sering dikaitkan sebagai thaun atau wabah, sehingga kematian korbannya dapat dikatakan dalam keadaan syahid.

Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Mukti Ali Qusyairi lantas memberikan penjelasannya terkait pedoman klaim tersebut.

Menurut Imam Ibnu Hajar, dalam kitabnya Badz al-Maun Fi Fadhilat At-Thaun, jika sesorang meninggal karena terpapar thaun atau wabah, maka wafatnya digolongkan sebagai mati syahid.

Namun, KH Mukti menjelaskan bahwa kematian seseorang akibat wabah dapat dikatakan syahid atau tidak tergantung perilakunya dalam menyikapi wabah itu sendiri, dalam hal ini pandemi Covid-19.

Baca Juga: Pemprov DKI Gelar Vaksinasi Covid-19 untuk Ulama MUI dan DMI, Anies: Perlindungan bagi Pemuka Agama

Sikap seorang Muslim, disebutkan oleh KH Mukti, sepatutnya selalu taat protokol kesehatan karena itu sebagai bagian dari ikhtiar untuk menghindari Covid-19.

"Dia (Muslim) ikhtiar menaati protokol Kesehatan, memakai masker, mencuci tangan, dan tidak berkerumun. Dia telah ikhtiar agar tidak terpapar corona," ucap Kiai Mukti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/7/2021).

Dalam kondisi saat ini, KH Mukti menambahkan, seorang Muslim juga jangan abai pada protokol kesehatan karena dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain, dan hal itu sudah tertuang dalam Alquran.

"Janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri," ucap KH Mukti, mengutip penggalan Surat Al-Baqarah ayat 195.

Baca Juga: Sinergi Umat dan Ulama dalam Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa

Selain itu, dalam hadis riwayat Ibnu Majah juga disebutkan bahwa tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.

"Apabila seorang Muslim tidak menaati protokol kesehatan, lalu terpapar dan meninggal akibat wabah, dia meninggal tidak dalam syahid," jelas KH Mukti.

Ia juga mengingatkan bahwa tidak ada musibah yang menimpa manusia, seperti pandemi Covid-19 ini, tanpa seizin Allah SWT.

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah," bunyi penggalan Surat At-Thaghabun ayat 11.

Baca Juga: Zona Merah, Ganjar Minta Pemkab Demak Gandeng Ulama Gencarkan Sosialisasi Prokes Lewat Masjid

"Jadi, musibah, wabah, penyakit, apapun sebabnya di antaranya wabah, itu adalah musibah. Nah orang kena musibah, di antaranya peyakit, lalu meninggal, itu syahid sesuai ayat itu," tutur KH Mukti.

Kendati demikian, orang yang meninggal karena terpapar wabah dapat disebut mati syahid apabila semasa hidupnya telah berikhtiar menjalankan protokol kesehatan.

Namun, syahidnya orang yang meninggal akibat terpapar wabah, berbeda dengan para syuhada atau pejuang yang gugur dalam pertempuran melawan orang kafir.

KH menerangkan, orang yang meninggal di medan pertempuran tidak wajib untuk dimandikan dan dikafani, sedangkan yang meninggal akibat wabah tetap wajib dimandikan, dikafani, dan disalati.

Tentunya, apabila kondisinya memungkinkan dan tidak memiliki risiko penuluran, serta dengan catatan mengikuti saran dari ahli.

"Lihat sakitnya, kalau bukan sakit yang menularkan, maka tetap wajib dimandikan. Kalau misalkan corona, kalaupun dimandikan harus mengikuti protokol kesehatan, tanyakan ke ahlinya, dan ikuti aturannya," katanya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x