Kompas TV nasional hukum

Novel Baswedan Blak-blakan Sudah Ingin Keluar dari KPK Sejak 2019: Mau Memperjuangkan Apalagi

Kompas.tv - 21 Juni 2021, 04:05 WIB
novel-baswedan-blak-blakan-sudah-ingin-keluar-dari-kpk-sejak-2019-mau-memperjuangkan-apalagi
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). (Sumber: TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengungkapkan dirinya sebenarnya sudah ingin mengundurkan diri dari KPK sejak 2019.

Sebab, Novel merasa bahwa terlalu banyak tekanan dan hinaan yang terus menerus menimpanya. Di sisi lain, laporannya terkait serangan dan hinaan itu tidak pernah ditindaklanjuti polisi.

Baca Juga: 2 Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli Siregar yang Dilaporkan Novel Baswedan Cs ke Dewas KPK

Namun demikian, rencana Novel Baswedan mengundurkan diri urung terlaksana karena melihat rekan-rekannya terus berjuang melawan korupsi.

“Saya katakan sudahlah, mau belain apa lagi sih," kata Novel Baswedan dalam sebuah diskusi virtual pada Minggu (20/6/2021).

"Tapi ketika saya melihat bagaimana kawan-kawan di KPK betul-betul mau berjuang, beberapa di antara mereka masih junior dan perlu pendampingan, perlu ditemani, saya mengurungkan niat untuk sementara waktu."

Novel mengungkapkan kerap ingin keluar dari KPK karena merasa tidak ada perlindungan dari negara saat ia dan rekan-rekannya berjuang memberantas korupsi.

Baca Juga: Diduga Langgar Etik, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar Dilaporkan Novel Baswedan Cs ke Dewas

Padahal, kata dia, upaya memberantas korupsi adalah bagian dari kepentingan negara, bukan pribadi.

“Jadi ketika seolah-olah yang memberantas korupsi dikerjai, malah dibuat seolah kami orang-orang yang harus diuber, memang lebih bagus ditinggalkan. Jadi pemberantasan korupsi biar enggak ada saja,” ucapnya.

Lebih lanjut, Novel mengaku seringkali merasa tersinggung ketika banyak pihak menudingnya berpura-pura buta.

Padahal, mata kiri Novel mengalami kerusakan hingga tidak bisa melihat lagi setelah disiram air keras pada 11 April 2017 usai ibadah salat Subuh di masjid yang tak jauh dari kediamannya.

Baca Juga: Komnas HAM Tunggu 4 Pimpinan KPK Lain Klarifikasi soal TWK, Ali Fikri: Nurul Ghufron Cukup Mewakili

“Ingat loh saya punya keluarga, saya punya anak, kalau saya dihina terus-terusan pada saat tertentu saya merasa bahwa memang tidak perlu lagi berantas korupsi di KPK," tutur Novel.

"Kadang kala saya merasa tersinggung sekali, ketika hal-hal yang mendasar pun dianggapnya ‘oh itu enggak benar'."

Tak hanya itu, Novel kadang kerap bertanya-tanya apalagi yang harus diperjuangkan ketika banyak pihak justru berupaya ingin menjegal dirinya melakukan pemberantasan korupsi.

“Lalu saya sekarang memperjuangkannya bagaimana, kalau saya sendiri sudah pada posisi hampir buta," ujar Novel Baswedan.

Baca Juga: Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Akhirnya Ungkap Proses Awal Adanya TWK di KPK

"Orang menghina saya dengan luar biasa, dan itu dihina, suatu saat anak-anak saya pasti tahu, saya melapor enggak digubris, terus mau memperjuangkan apalagi."

Seperti diketahui, Novel Baswedan diketahui merupakan salah satu dari 51 pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Konsekuensinya, Novel tidak lolos untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan tidak bisa lagi bekerja sebagai pegawai lembaga itu.

Adapun Novel bersama 50 orang yang lain dianggap memiliki rapor merah dalam hasil tes tersebut.

Hingga kini Pimpinan KPK belum mengeluarkan Surat Keputusan pemberhentian para pegawai itu.

Baca Juga: Tanggapi Tes TWK KPK, Budayawan Franz Magnis: Pancasila dan Agama Bukan Hal yang Mesti Dibenturkan

Banyak pihak menilai penyelenggaraan TWK bermasalah dalam segi hukum karena tidak diatur dalam revisi Undang-Undang (UU) KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019.

Namun TWK sebagai syarat alih status kepegawaian diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 buatan Pimpinan KPK.

Berbagai pertanyaan yang disampaikan dalam tes tersebut juga dianggap memiliki muatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena menyentuh ranah privat, kebebasan berpikir dan beragama.

Saat ini Komnas HAM turun tangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM pada tes yang diikuti seluruh pegawai KPK tersebut.

Baca Juga: Presiden Jokowi Didesak Batalkan Pemberhentian 51 Pegawai KPK



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x