Kompas TV nasional sosial

Solusi Terkait Kontaminasi Limbah Beracun Akibat Pertambangan Ilegal

Kompas.tv - 30 April 2021, 11:23 WIB
solusi-terkait-kontaminasi-limbah-beracun-akibat-pertambangan-ilegal
Para petambang menggunakan mesin pompa air dan alat dulang saat beraktivitas di tambang emas ilegal sekitar Sungai Pamong Besar, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, Sumatera Barat, Senin (25/11/2019).  (Sumber: kompas.id/Yola sastra)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pertambangan emas ilegal di sejumlah daerah masih menimbulkan persoalan. Hal tersebut mengakibatkan areal seluas 496 hektar di Indonesia masih terkontaminasi limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3. Selain itu juga dampaknya bisa mengancam kesehatan warga dan lingkungan.

Untuk itu, upaya mempercepat pemulihan tanah terkontaminasi dan pencegahan peredaran serta perdagangan merkuri ilegal terus ditingkatkan.

Melansir dari Kompas.id, Jumat (30/4/2021), menurut Direktur Pemulihan Kontaminaisi dan Tanggap Darurat Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Haruki Agustina mengatakan meski 197 titik penambangan emas skala kecil (PESK) termasuk ilegal dan mayoritas masih menggunakan merkuri, ia menilai kegiatan tersebut terdapat unsur ekonomi kerakyatan.

Oleh karena itu, persoalan PESK yang menggunakan merkuri tidak bisa dengan mudah diselesaikan tanpa adanya solusi alternatif. Untuk itu, KLHK bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencoba untuk melembagakan PESK ini untuk membangun pertambangan skala rakyat tetapi memiliki ketentuan yang benar.

Baca Juga: Lahan Indonesia Masih Terkontaminasi Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya

“Pertambangan ini sudah mulai didata. Kedua, kami juga melakukan edukasi bahaya merkuri kepada masyarakat karena mereka tidak mengetahuinya,” terangnya dalam webinar bertajuk “Merkuri dalam Tanah dan Lahan Terkontaminasi Merkuri”, Kamis (29/4/2021) lalu.

Lebih lanjut, Haruki mengungkapkan, sektor PESK menjadi target utama mengatasi merkuri di luar sektor rumah sakit. Sebab, sampai saat ini masih terdapat peralatan kesehatan di rumah sakit yang menggunakan merkuri, seperti termometer, sphygmomanometer (pengukur tekanan darah), amalgam gigi, baterai dan lampu, serta alat pencahayaan.

”Pemulihan lingkungan akibat merkuri menjadi skala nasional. Kami memiliki peta jalan seperti di Gunung Botak (Maluku). Namun, masih ada kendala akses karena mayoritas berada di area permukiman warga. Sosialisasi dan penggantian merkuri dengan bahan yang lebih ramah lingkungan juga sudah kami lakukan,” kata Haruki.

Sementara itu, Pengajar Program Studi Ilmu Tanah Universitas Sam Ratulangi, Ronny Soputan, memaparkan, pemisahan merkuri dan emas dari matrik batuan dapat dilakukan dengan teknik pirometalurgi (suhu tinggi) dan hidrometalurgi (menggunakan reaksi-reaksi kimia dalam larutan berair). Namun, cara terbaik yang bisa dilakukan PESK adalah dengan menyosialisasikan pemisahan emas dari batuan dengan metode ijuk.

 

Baca Juga: Protes Penghapusan Limbah Batu Bara Dari Limbah Berbahaya

”Teknologi secanggih dan sesederhana apa pun yang diterapkan petambang emas tanpa izin tetap akan menghasilkan merkuri. Karakteristik tanah ini perlu dikaji dan diketahui. Jadi, penetapan baku mutu merkuri dalam tanah dilakukan juga berdasarkan jenis tanah tempat PESK tersebut beroperasi,” tuturnya.

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x