Kompas TV nasional aiman

AIMAN - Pasar "Dinar-Dirham", Ada Apa?

Kompas.tv - 8 Februari 2021, 06:00 WIB
aiman-pasar-dinar-dirham-ada-apa
Pasar Dinar-Dirham, Ada Apa? (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Tito Dirhantoro

KOMPAS TV - Saya mencoba berkeliling di lokasi Pasar yang belakangan viral menggunakan mata uang yang diciptakan sendiri oleh seseorang yang bernama Zaim Saidi. Ternyata ada sejumlah hal menarik yang saya dapatkan!

Disebarkan secara gratis di lingkungan, dan punya potensi inflasi yang meluas, jika pergerakannya masif.

Program AIMAN, tertarik mengangkat ini untuk melihat bagaimana pasar yang viral ini terjadi di Tanah Baru, Beji, Depok, Jawa Barat.

Pasarnya kecil, tak setiap hari ada.

Berkisar hanya maksimal tak sampai 20 lapak jika digelar. Dioperasikan pada akhir pekan, berupa kios-kios dadakan. Jualannya kebanyakan kebutuhan sehari-hari dan herbal untuk kesehatan.

Yang Menarik dari Pasar Dinar-Dirham

Ada yang menarik yang saya dapatkan dari fakta yang ada. Karena saat saya datang, pasar ini sudah ditiadakan, pengelola Zaim Saidi, juga ditahan Polisi. Dua pasal yang dikenakan padanya. Pertama, bertransaksi tidak menggunakan Rupiah, ancaman hukumannya 1 tahun penjara.

Yang terberat adalah menciptakan Mata Uang sendiri, yakni Dinar-Dirham Amirat Nusantara yang tertulis pula dalam koin Dinar Emas dan Dirham Perak tersebut, nama sang pengelola yang menjadikannya sebagai pemimpin (Amir), Zaim Saidi.

Saya berkeliling ke sejumlah warga, termasuk pedagang di sana. Tapi rupanya berbeda. Mereka mengaku tidak mengikuti pasar yang dikelola Zaim Saidi. Tetapi sebagian dari warga dan pedagang sekeliling mengaku mendapatkan Koin Dirham perak untuk berbelanja, yang diberi cuma-cuma oleh pihak Zaim Saidi.

Bahkan yang menarik, sebagian pedagang mengaku koin diberikan gratis dan dikoordinir oleh sejumlah RT untuk dibagikan ke warga.

Awalnya dikatakan diberikan kepada warga tidak mampu, tapi setelah saya berkeliling, banyak warga yang tampak tergolong mampu, semisal memiliki toko sembako lengkap dan paling besar di lingkungannya, juga diberikan koin-koin Dinar-Dirham ini.

Aiman Mencari Keping Logam Dinar-Dirham

Saya mencari ke sana dan sini untuk mendapatkan kepingan koin tersebut.

Dan akhirnya saya berhasil mendapatkan secara eksklusif kepingan koin Dirham. Koin Dinar yang saya dapatkan informasinya terbuat dari emas 22 karat seberat 4,25 gram. Dan memiliki nilai 4 Juta rupiah per keping.

Sementara keping koin Dirham terbuat dari perak murni dengan berat sekitar 3 gram setiap pecahan untuk 1 Dirham yang seharga dengan uang sekitar 75 ribu rupiah.

Yang menariknya lagi, telur ayam curah tak sampai 2 Kilogram yang biasanya di pasar-pasar tradisional dijual tak sampai 50 ribu rupiah, di pasar mata uang baru ini dijual seharga 1 dirham alias sekitar 75 ribu rupiah.

Dinar-Dirham di Zaman Nabi

Dinar-Dirham memang alat pembayaran yang pernah digunakan di zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassalam, tapi bukan satu-satunya.

"Sebelumnya digunakan sistem barter (tukar-menukar barang), lalu digunakan garam sebagai alat pembayaran, hingga akhirnya keping emas dan perak yang dinamakan Dinar dan Dirham," ucap Ketua PBNU yang juga Sekretaris Dewan Penggerak Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), KH. Marsudi Syuhud.

Pada masa di depannya, sistem pembayaran ini terus berkembang, dan akhirnya tercipta uang kertas yang saat ini kita gunakan untuk alat pembayaran maupun elektronik. Tapi semuanya senilai alias sama dan serupa dengan rupiah, dan dijamin stabilitasnya oleh negara.

Jadi menciptakan mata uang baru, sangat berbahaya bagi sebuah negara.

Kenapa?

Misalnya dengan dinar - dirham ini. Ada dua hal yang bisa terjadi. Pertama, jika digunakan masif, maka harga - harga dipastikan naik drastis, dan inflasi bisa tak terkendali. Hal ini terjadi sebagai efek dari pembulatan harga untuk disesuaikan dengan pecahan dinar - dirham tersebut.

Kedua, harga emas dan perak akan naik tajam, karena permintaan yang tinggi untuk membuat keping logam ini. Lagi - lagi juga berujung pada inflasi yang tak terkendali di sebuah negara.

Jika inflasi tak terkendali, harga uang menjadi turun dan tergerus jika tak mau dikatakan tak ada nilainya. Hal ini menyebabkan potensi Angka kemiskinan naik drastis di suatu negara. Angka kemiskinan yang tinggi secara tiba - tiba, jika tak dikelola dengan hati - hati, bisa memunculkan huru - hara di sebuah negara.

Pakar Ekonomi Syariah, Banu Muhammad, mengatakan dalam Program AIMAN yang akan tayang pada Senin, 8 Februari 2020.

“Dalam khasanah fiqh Islam ketika berbicara Dinar-Dirham itu ya uang, dalam masa itu. Hari ini, Dinar-Dirham (di pasar Muamalah) itu komoditas, bukan alat tukar. Ya harusnya dia jangan sebut jual-beli. Harusnya sebut barter antara emas dan pecahan sekian, dengan bahan pokok, misalnya."

"Kebayang ga sih, kalo ada kondisi dimana semuanya begitu, yang ada harga emas akan naik karena demand yang sangat tinggi. Jadi, ga terkontrol lagi. Sementara harusnya kontrol moneter di satu pihak, yaitu bank sentral.”

Masih lekat dalam ingatan, bagaimana Venezuela berjuang akan inflasi yang tak terkendali di negaranya mencapai titik tertingginya 8.000.000 persen di tahun 2019.

Dalam video sebelum dilakukan penahanan oleh Pihak Kepolisian, Zaim Saidi sempat membuat video yang disebarkan melalui media sosial. Ia membantah bahwa Dinar - Dirham yang dibuatnya adalah mata uang baru.

“Mereka menanyakan apakah Dinar dan Dirham ini alat pembayaran. Saya jelaskan, bahwa Dinar dan Dirham ini, Namanya pun bukan. Itu mengenai satuan berat, seperti kalo kita menyebut gram. Secara modern, berat itu diukur dalam gram, makanya dalam koin itu ada tulisan koin emas dan koin perak."

Terlepas dari perdebatan yang ada. Ternyata konsekuensi hukuman atas perbuatan ini, luar biasa. Lima Belas Tahun penjara ancaman hukuman maksimalnya. Di sisi lain, hampir sama sekali tak pernah terdengar kasus serupa, sebelumnya.

Layak dipikirkan soal edukasi, sehingga penegakkan hukum bisa dipertimbangkan menjadi upaya paling akhir.

Siapa yang melakukan edukasi?

Para ahli dan lembaga resmi yang punya kapasitas terbaik atasnya.

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!

        




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x