Kompas TV nasional aiman

AIMAN - Misteri Cuaca dan Kendali Pesawat Sriwijaya

Kompas.tv - 18 Januari 2021, 06:07 WIB
aiman-misteri-cuaca-dan-kendali-pesawat-sriwijaya
Program AIMAN akan membahas tentang penyelidikan KNKT terhadap kecelakaan Sriwijaya Air. Pesawat jatuh dalam cuaca yang buruk ternyata masih bisa diantisipasi. Lalu ada dugaan tentang gagalnya sistem kendali pesawat dalam peristiwa ini, benarkah ada kejanggalan? (Sumber: AIMAN Kompas TV)
Penulis : Tussie Ayu

Baca Juga: Sektor Pencarian CVR Sriwijaya Air SJ182 Dipersempit

Menanggapi pertanyaan Aiman, Tatang Kurniadi menjawab, “Baik melalui arahan pengawas lalu lintas penerbangan di menara bandara (ATC), atau lewat radar pada pesawat yang dibaca oleh para penerbang, kondisi cuaca bisa diantisipasi!”

Tatang melanjutkan, bahkan pesawat penumpang saat ini, yang kerap digunakan maskapai besar, sudah didisain untuk menghadapi cuaca buruk sekalipun. Termasuk jika terkena sambaran petir.

Demikian pula dengan mesin. Mesin pesawat saat ini sudah didesain untuk menghadapi berbagai kondisi. Bahkan Tatang mengungkapkan, setiap sekolah pilot, selalu memiliki kurikulum mematikan mesin di udara, lalu mencoba untuk mendaratkannya.

"Semua siswa sekolah pilot diajari bagaimana menghadapi mesin dalam kondisi mati, lalu pilot harus mendaratkan pesawat," kata Tatang yang merupakan Jenderal lulusan TNI AU 1970  dan memiliki pengalaman lama menjadi penerbang tempur.

Lalu bagaimana jika yang bermasalah adalah sistem kemudi alias flight control pesawat. Apakah fatal? 

Atas pertanyaan ini, Tatang menjawab, “Iya!”

Meski demikian, kita tidak tidak bisa langsung "jump to conclusions" (mengambil kesimpulan dengan jalan pintas), bahwa kecelakaan pesawat Sriwijaya SJ-182 disebabkan karena masalah ini.

Namun Tatang mengakui bahwa kedua kecelakaan pesawat sebelumnya yakni Air Asia QZ 8501 dan Lion Air JT 610 yang sama - sama menghujam ke laut, disebabkan oleh masalah flight control.

Air Asia yang mengalami kecelakaan pada Tahun 2015, disebabkan oleh faktor kombinasi antara human error (kesalahan manusia) dan faktor sistem kendali, yakni rusaknya rudder travel limiter (RTL), yang membatasi naik-turun moncong pesawat.

Ketika moncong pesawat alias angle of attack (AOA), terlalu menanjak di atas 15 derajat, maka pesawat akan kehilangan daya angkat (stall) dan jatuh. 

Baca Juga: Mengharukan, Jenazah Indah Korban Sriwijaya Air Disambut Ratusan Warga di Kampung Halaman

Demikian pula dengan pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada 2018. Kecelakaan disebabkan oleh bermasalahnya indikator pada angle of attack, yang menyebabkan pesawat juga mengalami stall.

Kerusakan ini belakangan diketahui terjadi akibat permasalahan pada pesawat baru Boeing 737 MAX. Tak berselang lama kemudian, tepatnya pada 10 Maret 2019, pesawat Ethiopian Airlines dengan jenis yang sama, juga mengalami kecelakaan fatal yang menewaskan 157 orang.

Setelah terjadinya dua kecelakaan beruntun ini, Boeing 737 MAX yang ada di seluruh dunia pun dikandangkan.

Sedangkan penyelidikan KNKT atas jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, masih terus berlangsung hingga saat ini. Seluruh perangkat dan data pun telah dikumpulkan.

Tanpa bermaksud mendahului hasil penyelidikan, sudah selayaknya, pengawasan penerbangan diperketat selama pandemi. Karena dalam konteks dunia transportasi, terlebih di udara, inspeksi paripurna merupakan harga mati yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x