Kompas TV nasional hukum

Djoko Tjandra Tak Ajukan Eksepsi atas Dakwaan Suap

Kompas.tv - 2 November 2020, 20:25 WIB
djoko-tjandra-tak-ajukan-eksepsi-atas-dakwaan-suap
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra dibawa ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, setelah dipulangkan dari Malaysia, Kamis (30/7/2020). (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Terdakwa kasus suap terhadap dua jenderal Polri untuk penghapusan red notice Interpol, Djoko Tjandra, tidak menggunakan haknya dalam pengajuan eksepsi terhadap dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Djoko Tjandra mengambil keputusan tersebut setelah berdiskusi dengan kuasa hukumnya.

"Setelah kami berdiskusi dengan terdakwa, kami ambil keputusan tidak ajukan keberatan (eksepsi)," kata kuasa hukum Djoko Tjandra, Susilo Ariwibowo dalam persidangan Pengadilan Tipikor, Senin (2/11/2020).

Susilo beralasan, pihaknya tidak mengajukan eksepsi karena secara konstruksi yang diajukan jaksa dinilai minor.

"Yang kurang sifatnya formal, hanya materi, minor saja. Misalnya meletakkan pasal 15 di depan, permufakatan jahat, nanti coba di persidangan dan ahli juga," tutur Susilo.

Sikap Djoko Tjandra dan kuasa hukum dinyatakan setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan terhadap mantan buronan 11 tahun ini.

Sementara dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum membeberkan aliran suap Djoko Tjandra dalam dua kasus besar. Pertama, suap terhadap dua jenderal di kepolisian untuk penghapusan red notice interpol, dan kedua, suap kepada seorang jaksa di Kejaksaan Agung untuk permintaan fatwa Mahkamah Agung.

Baca Juga: Brigjen Prasetijo Didakwa Terima Suap Rp 2,2 Miliar dari Djoko Tjandra

Jaksa Penuntut Umum Beber Cerita Suap Djoko Tjandra

Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang dakwaan terhadap mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, Senin (2/11/2020).

Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Irjen Napoleon telah menerima suap sebesar 270 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Adapun bila dihitung dengan kurs saat ini, maka SGD 200 ribu sekitar Rp2,1 miliar lebih, sedangkan USD 270 ribu setara dengan Rp3,9 miliar lebih. Sehingga total uang suap yang disebut jaksa telah diterima Irjen Napoleon mencapai Rp6 miliar.

Jaksa menyebut bahwa perbuatan Napoleon dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Sementara Prasetijo dituntut dalam berkas perkara terpisah dengan dakwaan Napoleon.

Jaksa mendakwa Prasetijo telah menerima suap sebesar 150 ribu dolar AS atau setara dengan Rp2,2 miliar dari Djoko Tjandra.

Menurut jaksa, uang tersebut diterima Napoleon dan Prasetijo melalui perantara yaitu pengusaha Tommy Sumardi. Uang tersebut diduga diperuntukan untuk membantu upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

Cerita berawal ketika Djoko Tjandra meminta bantuan rekannya yang bernama Tommy Sumardi mengenai penghapusan red notice yang ada di Divhubinter Polri.

Sebab, Djoko Tjandra yang kala itu berstatus buron perkara pengalihan hak tagih Bank Bali tengah berada di Malaysia dan ingin ke Indonesia untuk mengurus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Baca Juga: Tim Kuasa Hukum Baca Eksepsi, Djoko Tjandra Malah Tertidur

Tommy Sumardi pun meminta bantuan Brigjen Prasetijo.

"Untuk mewujudkan keinginan Joko Soegiarto Tjandra, pada tanggal 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui whatsapp berisi file surat dari saudara Anna Boentaran istri Joko Soegiarto Tjandra yang kemudian terdakwa Brigjen Prasetijo meneruskan file tersebut kepada Brigadir Fortes, dan memerintahkan Brigadir Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter," ujar jaksa.

"Setelah selesai diedit Brigadir Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Brigjen Prasetijo, yang selanjutnya file konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo kepada Tommy Sumardi," sambungnya.

Brigjen Prasetijo kemudian mengenalkan Tommy Sumardi pada Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Dalam pertemuan itu, Napoleon mengatakan red notice Djoko Tjandra bisa dibuka asal disiapkan uang Rp3 miliar.

"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp3 miliar)," kata jaksa.

Tommy Sumardi lalu melaporkan hal itu ke Djoko Tjandra yang dibalas langsung dengan mengirimkan 100 ribu dolar AS. Setelahnya Tommy Sumardi mengantarkan uang itu ke Napoleon ditemani Prasetijo.

"Setelah Tommy Sumardi menerima uang tunai sejumlah USD100 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra, pada tanggal 27 April Tommy Sumardi bersama terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menuju kantor Divhubinter untuk menemui dan menyerahkan uang kepada Irjen Napoleon Bonaparte," kata jaksa.

"Saat di perjalanan di dalam mobil terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian terdakwa mengatakan 'banyak banget ini ji buat beliau? Buat gua mana?'" ungkap jaksa.

"Dan saat itu uang dibelah dua oleh terdakwa dengan mengatakan 'ini buat gua, nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2'," sambungnya.

Alhasil Tommy Sumardi hanya membawa 50 ribu dolar AS untuk Napoleon. Uang itu pada akhirnya ditolak Napoleon.

Baca Juga: Jamwas Panggil Kajari Jaksel karena Disebut Jamu 2 Jenderal Polisi Tersangka Kasus Djoko Tjandra

"Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak USD50 ribu, namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik ji jadi 7 ji, soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata 'petinggi kita ini'," ujar jaksa.

"Selanjutnya sekira pukul 16.02 WIB Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo dengan membawa paper bag warna gelap meninggalkan gedung TNCC Mabes Polri," imbuhnya.

Namun jaksa tidak menyebutkan ke mana akhirnya 100 ribu dolar AS yang dibawa Tommy Sumardi itu, yang sempat dibagi dua oleh Brigjen Prasetijo itu.

Singkat cerita Irjen Napoleon menerima 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Urusan red notice Interpol Djoko Tjandra pada akhirnya selesai ditangani Irjen Napoleon.

Lalu masih pada bulan Mei 2020 Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi untuk meminta uang.

"Terdakwa Brigjen Prasetijo menghubungi Tommy Sumardi melalui sarana telepon dengan mengatakan 'Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya' dan dijawab oleh Tommy, 'sudah, jangan bicara ditelepon, besok saja saya ke sana'," tutur jaksa.

Sesuai rencana, keesokan harinya Tommy datang menemui Prasetijo sambil membawa uang 50 ribu dolar AS dan diserahkan Tommy ke Prasetijo di ruangan kerja Prasetijo.

"Sehingga total uang yang diserahkan oleh Tommy Sumardi kepada terdakwa Brigjen Prasetijo adalah sejumlah USD150 ribu," kata jaksa.

Selanjutnya data penghapusan red notice lantas digunakan oleh Djoko Tjandra untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada bulan Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x