Kompas TV nasional politik

Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan, LP Ma'arif NU: Kami Sangat Kecewa Dibohongi DPR

Kompas.tv - 8 Oktober 2020, 11:47 WIB
omnibus-law-cipta-kerja-disahkan-lp-ma-arif-nu-kami-sangat-kecewa-dibohongi-dpr
Dihadiri oleh sejumlah perwakilan Pemerintah, DPR resmi mengesahkan UU Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna yang digelar pada hari Senin (5/10/2020) (Sumber: tribunnews.com)
Penulis : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menanggapi RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI Senin lalu menjadi Undang-Undang, Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) akan menggugat UU itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Polri Kerahkan 2.500 Personel Brimob Amankan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Jakarta

Rencana itu muncul setelah pihaknya menemukan pasal yang berkaitan dengan pendidikan pada undang-undang omnibus law alias sapu jagat tersebut.

"Apalagi sudah diketok (diputuskan) begini, ya wajib judicial review tentu. Jika yang lain tidak melakukannya, kami akan melakukannya sendiri ya," ujar Ketua LP Ma’arif NU Arifin Junaidi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Selain berencana menggugatnya ke MK, LP Ma’arif NU juga berencana melakukan pendekatan politik, baik dengan eksekutif maupun legislatif agar UU Cipta Kerja itu direvisi.

"Karena ini bukan semata-mata masalah hukum," tutur Arifin Junaidi.

LP Ma’arif NU merasa kecewa lantaran masih ada pasal yang berkaitan dengan pendidikan pada UU Cipta Kerja.

Apalagi, DPR beberapa waktu lalu sudah menyatakan klaster pendidikan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja saat masih berupa rancangan.

"Jelas kami ini sangat kecewa karena sebelumnya kan kami bersama penyelenggara pendidikan yang lain, Muhammadiyah, Taman Siswa, dan lain-lain sudah mengajukan keberatan bahwa pendidikan masuk di rezim investasi," ungkap Arifin .

Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan, Muhammadiyah: Kalau Keberatan, Lakukan Judicial Review ke MK

"Kami terus terang sangat kecewa, kami merasa dibohongi oleh DPR, Komisi X yang sudah menyatakan didrop. Setelah kami merasa tenang karena sudah didrop, eh ternyata diketok juga," imbuhnya.

Menurut Arifin, dengan adanya pasal pendidikan dalam UU Cipta Kerja, sama saja memasukkan pendidikan dalam komoditas yang diperdagangkan.

Adapun pasal yang dimaksudkan, yakni dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65.

Dalam Pasal 65 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.

Dalam UU Cipta Kerja, perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Definisi itu dimuat dalam Pasal 1. Kemudian, Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan peraturan pemerintah".

Arifin menjelaskan, Pasal 1 huruf D UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan mendefinisikan "usaha sebagai setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian yang dilakukan setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba".

Arifin melanjutkan, ketika pendidikan harus mengurus izin usaha, artinya pendidikan ini dianggap sebagai mencari keuntungan.
 
Padahal, di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tujuan dari bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain itu, Pasal 31 UUD 1945 menyebutkan bahwa pendidikan itu adalah hak setiap warga negara.

"Nah, di situ kami tak mencari keuntungan, tetapi kami sedang ingin mencerdaskan masyarakat dan memberikan hak pendidikan sebagai warga negara. Kok kemudian dimasukkan ke dalam rezim investasi? Ini bagaimana?" ucap Arifin.

Setelah diatur UU Cipta Kerja "Kalau misalnya dianggap sebagai usaha, ya nanti akan banyak sekali warga negara yang tidak memperoleh haknya," lanjut dia.

Arifin menyebutkan, lembaga pendidikan Ma'arif NU menaungi sekitar 21.000 sekolah dan madrasah, termasuk yang berada di pelosok negeri.

"Kalau nanti harus mengurus izin, tentu kami tidak bisa, karena perizinan yang diatur dalam undang-undang ini rinciannya diatur di dalam peraturan pemerintah, tentu persyaratan-persyaratannya karena mencari keuntungan sangat berat, tidak bisa dipenuhi oleh sekolah-sekolah dan madrasah kami," ujar Arifin.

Baca Juga: Rekam Jejak Omnibus Law UU Cipta Kerja

Diberitakan sebelumnya, dalam rapat Panja Baleg DPR, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengeluarkan sektor pendidikan dalam draf RUU Cipta Kerja.

Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat kerja pembahasan RUU Cipta Kerja yang digelar pada Kamis (24/9/2020).

Kendati demikian, DPR telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.

Adapun sektor pendidikan tetap dimasukkan DPR dan pemerintah dalam draf final UU Cipta Kerja.

Atas hal tersebut, kini sejumlah elemen masyarakat terutama buruh pun keberatan atas pengesahan UU Cipta Kerja tersebut dan memilih turun ke jalan berunjuk rasa.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x