Kompas TV kolom opini

L Aquila

Kompas.tv - 18 November 2023, 11:38 WIB
l-aquila
LAquila, Italia (Sumber: triaskredensialnews.com)

Memang menarik, ini kekaisaran Jerman tapi menggunakan nama Romanum Imperium. Padahal _Romanum Imperium_ Barat dengan ibu kota Roma sudah ambruk tahun 476 (sementara Romanum Imperium Timur yang berpusat di Konstantinopel–sekarang Istanbul–baru ambruk tahun 1453).

Salah satu alasannya adalah, para kaisar penguasa kekaisaran itu memandang dirinya sebagai pewaris takhta dan gelar kaisar Kekaisaran Romawi Barat.

Ketika L ‘Aquila mulai dibangun (1240) sekadar sebagai kesejajaran peristiwa zaman, saat itu di Jawa bagian timur sudah berdiri Kerajaan Singhasari. Rajanya (menurut Kitab Nagarakretagama) adalah Anusapati, anak Ken Dedes dan Tunggul Ametung. Ia meraja antara 1227-1248.

Tapi, menurut versi Kitab Pararaton, raja Singhasari pada 1240, adalah Rajasa Sang Amurwabhumi atau Ken Arok. Ia berkuasa antara1222 – 1247, setelah membunuh akuwu Tumapel Tunggul Ametung dengan menggunakan Keris buatan Mpu Gandring.

Inilah kisah pengkhianatan Jawa yang paling kondang; mirip-mirip dengan pengkhiatan Brutus yang membunuh Caesar. Meski dengan latar belakang dan alasan yang berbeda. Tapi, di sana sama-sama ada hasrat, ada nafsu, ada tindakan yang melanggar nilai-nilai kepantasan, etika, dan tidak tahu diri.

Yang menarik, Kekaisaran Romawi Suci bertahan hampir 1000 tahun. Kekaisaran berdiri sejak awal Abad Pertengahan (962) dan berakhir pada 1806, di tengah Perang Napoleon yang berlangsung selama 23 tahun. Perang berakhir pada tahun 1815 setelah pecah Perang Waterloo, yang menandai kekalahan Napoleon, 18 Juni 1815.

Sementara Kerajaan Singhasari hanya berumur, 70 tahun; dari 1222 – 1292. Lalu dilanjutkan Majapahit, 1293 – 1527. Namun, Kekaisaran Romawi Suci bukanlah sebuah negara kesatuan, melainkan sebuah konfederasi entitas politik skala kecil dan menengah.

***

L ‘Aquila memang memiliki cerita panjang; mungkin bahkan lebih panjang dibanding jalan yang kami lalui dari Roma. Pemandangan dari Roma ke L ‘Aquila, indah. Apalagi ketika sudah mulai menyusuri rangkaian kaki dan lereng perbukitan. Jalannya halus.

Kiri-kanan jalan lereng-lereng pegunungan dengan pohon-pohon yang daunnya sudah mulai menguning, memerah bersiap untuk gugur, sebelum sepenuhnya alam dikuasai musim dingin. Puncak-puncak pegunungan putih bersih, bersalju.

Kata Nat King Cole: The falling leaves drift by the window… Daun-daun yang berguguran melayang di dekat jendela…. Dedaunan yang berubah warna dan berguguran tertiup angin musim gugur melayang melewati jendelaku.

Daun-daun yang berguguran bukan sembarang daun, melainkan daun musim gugur yang berwarna-warni, bernuansa merah dan emas. Daun-daun yang sudah selesai menunaikan tugasnya.
…..
And soon I’ll hear old winter’s song...Dan segera aku akan mendengar lagu musim dingin yang lama…. Saat musim gugur berubah menjadi musim dingin, cuaca yang dingin dan keras akan membawa kesedihan dan kesepian tersendiri.

Kuning dan merahnya daun pohon-pohon di bukit-bukit sepanjang kanan kiri jalan, menyadarkan bahwa musim dingin telah tiba. Tapi, musim dingin tak akan tiba bila tidak didahului musim gugur. Setelah musim dingin lalu musim semi, terus musim panas…Dan, kembali ke musim gugur lagi…

Begitulah hukum alam. Tak pernah, setelah musim panas langsung melompat ke musim dingin tanpa mengalami musim gugur. Setiap musim memiliki keunikan sendiri. Ketika musim gugur, daun-daun berguguran. Saat musim semi, daun-daun mulai bersemi kembali setelah melewati musim dingin.

Musim dingin akan menahan diri, bersabar untuk tidak datang sebelum musim gugur pergi. Begitu pula musim semi, ia akan sekuat tenaga menunggu memamerkan keindahan dirinya sampai musim dingin yang membuat sedih berlalu. Musim panas pun tidak akan sok jagoan memamerkan matahari sepenuhnya kalau pameran keindahan musim semi belum sempurna.

Begitulah juga manusia. Setiap manusia adalah pribadi yang unik. Masing-masing memiliki cerita sendiri-sendiri; masing-masing mempunyai tabiat dan watak sendiri. Tapi, manusia kerap kali tidak sepatuh dan sesetia alam: ada kalanya ada yang bernafsu muncul sebelum waktunya, nggege mangsa.

Bahkan, manusia juga tak jarang merusak siklus alam dan merekayasa alam untuk kepentingannya sendiri, meskipun itu mengacaukan siklus. Bagaikan mengarbit buah agar cepat masak…..karena ingin segera menikmatinya.

***

Ketika kami sampai L ‘Aquila, hujan gerimis. Dan hujan itu terus hingga saat kami pulang. Maka kami tidak dapat menikmati yang diceritakan dalam buku-buku wisata yang serba cantik dan indah.

Selain karena hujan yang begitu setia, tujuan utama kami ke L ‘Aquila adalah untuk buka “Warung Konsuler”. Meski demikian, sekurang-kurangnya kami telah mengunjungi L ‘Aquila, bertemu dengan para biarawati, ngobrol dengan mereka dalam suasana hangat bagai saudara, cerita banyak hal, dan berbagi kisah tentang perjalanan hidup manusia…




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x