Kompas TV kolom opini

Yudas Iskariot

Kompas.tv - 6 April 2023, 07:30 WIB
yudas-iskariot
Lukisan Yudas Iskariot mencium Yesus Kristus. (Sumber: Depositphotos)

Oleh: Trias Kuncahyono

Saya masih ingat, dulu di rumah orang tua ada lukisan yang menggambarkan Yudas Iskariot memimpin tentara Romawi dan para tetua agama Yahudi, menangkap Yesus di Taman Gethsemane. Lukisan itu karya ayah. Saya sudah lupa, kapan lukisan itu dibuat. Dan, di mana lukisan itu sekarang? Saya juga tidak tahu.

Taman Gethsemane di Bukit Zaitun. Uang perak 30 kepeng. Gantung diri. Ciuman. Semua itu mengingatkan kisah pengkhianatan Yudas Iskariot, salah satu dari 12 murid Yesus, yang diceritakan ditunjuk sebagai bendahara. Tapi, dia bendahara yang tidak jujur; dan menjual gurunya demi 30 kepeng perak.

Setelah ditangkap di Taman Getsemani, Yesus dibawa ke pengadilan. Kemudian, Dia disiksa dan dihukum mati dengan disalibkan. Kata Matius (Mat. 27), Yudas tidak merasa senang ketika Melihat Yesus ditangkap dan dihukum mati.

Mungkin Yudas tidak menduga bahwa pengkhianatannya berujung pada kematian Yesus di kayu salib. Maka ia memilih mengembalikan uang perak 30 kepeng kepada para pemimpin agama yang telah membelinya dan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Apa itu bentuk penyesalannya?

Kalaupun menyesal,  ia tetap seorang pengkhianat. Begitu kata orang. Nama Yudas sepertinya sinonim dengan pengkhianat. Begitu anggapan orang. Itu keyakinan banyak orang. Tetapi, apakah benar begitu? Ah, itu biar para teolog atau orang cerdik pandai yang menjawabnya.

Nama belakang Yudas yakni “Iskariot” berasal dari kata Latin, sicarius yang berarti pembunuh; sica berarti pisau belati. Ada lagi yang mengartikan, Iskariot adalah anggota kelompok Sicarii. Yakni bagian kelompok gerakan radikal Zelot.

Zelot adalah semacam kelompok pembunuh politik. Ke mana-mana mereka membawa sica, pisau belati. Dengan belati itu mereka membunuh lawan-lawan politiknya, baik orang Romawi maupun Yahudi yang memusuhi mereka.

***

Pengkhianat yang lebih dulu kondang sebelum Yudas Iskariot adalah Brutus. Dia ini pemimpin kelompok pembunuh Gaius Julius Caesar, tahun 44 SM.

Cerita Brutus dan kawan-kawannya adalah salah satu kisah klasik pertama tentang pengkhianatan; kedua, tentang kejelian Brutus dan kawan-kawannya memanfaatkan suasana untuk kepentingannya sendiri.

Cassius dan Casca-lah yang melemparkan ide untuk mengkhianati Caesar. Dua senator ini menggalang kekuatan politik untuk menjungkalkan Caesar dari kursinya. Keduanya lalu menghasut Brutus untuk menjadi pemimpin kelompok konspirator yang disebut sebagai Liberatores atau Pembebas.

Caesar penguasa dan diktator Republik Roma tewas karena 23 tusukan belati saat sedang pidato di mimbar Sidang Senat. Caesar dikhianati sesama anggota Senat. Komplotan konspirator pembunuh Caesar, yang berjumlah 60 orang itu, dipimpin Marcus Junius Brutus.

Padahal, Brutus adalah orang dekat Caesar. Sangat dipercaya jenderal dan negarawan Romawi itu. Brutus pernah pula diampuni Caesar karena melawannya. Bahkan dijadikan penasihat politiknya. Tapi memang, hubungan keduanya, kompleks seperti politik Roma saat itu.

Brutus menentang pengangkatan Caesar sebagai “diktator seumur hidup” oleh Senat, pada bulan Januari 44 SM. Berarti dua bulan sebelum pembunuhan itu terjadi. Ini mengingatkan kisah kebulatan tekad terhadap Soeharto di parlemen tahun 1998.

Brutus khawatir, kalau Caesar jadi “diktator seumur hidup”, selanjutnya akan jadi raja. Bila itu terjadi, demokrasi Republik Roma mati. Itu alasan Brutus mengapa mau menyingkirkan Caesar.

Maka, demi kebaikan rakyat dan negara, pikir Brutus, Caesar harus disingkirkan. Dibunuh “demi rakyat dan negara.” Itu kata Brutus, seperti dikisahkan William Shakespeare dalam drama Tragedy of Julius Caesar.




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x