Kompas TV kolom catatan jurnalis

Obituari Budhi Kurniawan, Perginya Wartawan Pejuang Kemanusiaan

Kompas.tv - 31 Mei 2022, 13:08 WIB
obituari-budhi-kurniawan-perginya-wartawan-pejuang-kemanusiaan
Almarhum Budhi Kurniawan, jurnalis KOMPAS TV (Sumber: -)
Penulis : Redaksi Kompas TV

[Sebuah catatan untuk seorang kawan]

Penulis: Mustakim, Jurnalis KOMPAS TV 

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.

Sajak ini sepertinya tepat untuk mengantarkan kepergian Budhi Kurniawan, jurnalis KOMPAS TV yang baru saja berpulang. Bukan cuma karena liriknya yang berbicara tentang kematian, namun sajak berjudul ‘Nisan’ karya Chairil Anwar ini adalah puisi kesukaan Budhi. Ia kerap membacakan puisi ini.

Budhi memang penyuka puisi. Salah seorang kakaknya pernah bercerita. Saat ia ditahan terkait kasus Tanjung Priok, Budhi kerap ikut ibunya menjenguk ia di penjara setiap pekan. Tiap kali datang Budhi selalu bilang, “Kakak, aku bawa puisi baru buat kakak. Puisi karyaku sendiri.” Kemudian Budhi Kurniawan yang saat itu masih berusia lima tahunan akan membacakan puisinya di ruang tunggu tahanan.

Kegemarannya pada puisi itu berlanjut hingga ia dewasa dan menjadi wartawan. Maka tak heran, meski terbaring lemah di ranjang karena menjalani perawatan, ia masih suka menulis sajak dan membacakan puisi untuk orang-orang yang datang. 

Baca Juga: Kisah Jurnalis Kompas TV Bertemu Orang Tua Sendiri Saat Bertugas Hingga Tiktokan dengan Menhub!

Puisi, Fiksi dan Leo Kristi

Tak hanya puisi, Budhi juga menulis fiksi. Beberapa kali ia meminta saya untuk membaca dan mengomentari cerita pendek atau novel yang ditulisnya. Di tengah kesibukannya sebagai wartawan dan aktivis kemanusiaan, ia berusaha untuk tetap menulis di berbagai kesempatan. 

Usahanya tak sia-sia. Dia berhasil menyelesaikan sejumlah novel dan cerita pendeknya. Novel dan kumpulan cerpen hasil guratan tangannya sudah di meja salah satu penerbit ternama dan tengah menunggu giliran untuk diterbitkan. Meski tak juara, ia juga sempat mengirim karya pada ajang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta. 

Semua yang kenal Budhi Kurniawan juga pasti paham. Selain puisi dan fiksi, ia juga penggila Leo Kristi. Budhi kerap menyanyikan lagu-lagu Leo Kristi, baik saat sedang bersama kawan atau sendirian. Ia nyaris tak pernah absen menyambangi konser atau pagelaran musik yang digelar penyanyi balada ini.

Pejuang kemanusiaan

Budhi Kurniawan. Ia tak hanya seorang jurnalis, namun juga aktivis. Keberpihakannya pada kaum papa sudah terasah sejak masih duduk di bangku SMA. Di usia yang masih terbilang belia, ia sudah bergabung dengan Pusat Informasi Jaringan Aksi untuk Reformasi (PIJAR), sebuah organisasi yang aktif mengkritik rezim orde baru dan menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan. 

Perkenalannya dengan Sri Bintang Pamungkas membuat Budhi Kurniawan semakin matang dalam kerja-kerja perlawanan. Tak hanya rajin diskusi, Budhi juga aktif terlibat aksi-aksi demonstrasi menentang rezim tirani. Budhi juga mengaku pernah bergabung dengan Pelajar Islam Indonesia atau PII. Sebuah organisasi para pelajar yang tak hanya bicara pendidikan namun juga aktif dalam isu-isu kebangsaan.

Keberpihakannya pada kemanusiaan terus tumbuh hingga ia menjadi wartawan. Saat menjadi jurnalis di Kantor Berita Radio 68H [KBR68H] Budhi rajin menulis dan memberitakan berbagai ketidakadilan yang dialami kelompok minoritas dan mereka yang terpinggirkan.

Pada tahun 2012, Budhi pernah menginsiasi dan menjadi koordinator gerakan Aksi Pengumpulan 1000 Sandal. Ini adalah bentuk sindiran dan kritik kepada Polri karena memproses seorang anak yang dituduh mencuri sandal milik anggota Brimob Polda Sulteng, Briptu Anwar Rusdi Harahap. Sehingga anak berinisial AAL yang dituduh menucri sandal polisi ini diancam hukuman maksimal lima tahun penjara jika terbukti.

Dia sempat mengambil jeda dari profesi pewarta dan memilih bergabung di sebuah organisasi nirlaba guna mendampingi anak-anak yang papa. Namun, itu tak bertahan lama. Semangatnya sebagai ‘mesiah’ kembali membawanya ke dunia media massa. Dan ia memilih KOMPAS TV sebagai pelabuhan terakhirnya, hingga akhir hayatnya.

Budhi Kurniawan juga dikenal sebagai tokoh dan pejuang keberagaman. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) adalah organisasi yang dia dirikan bersama sejumlah kawan. Melalui organisasi ini Budhi menebar semangat toleransi. Juga penghormatan atas keberagaman dan membela mereka yang dinista atas nama agama.

Baca Juga: Jurnalis Kompas Tv Biro Ambon,Terpilih Jadi Ketua IJTI Pengda Maluku Periode 2022-2026

Semangatnya untuk terus belajar tak pernah pudar. Meski waktunya nyaris habis untuk mengurus pekerjaan dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) organisasi jurnalis yang baru ia geluti, Budhi memutuskan sekolah lagi. Ia mengambil program pasca sarjana di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Jakarta. Karenanya, dia harus rela tak bisa liburan di akhir pekan. 

“Bung, aku ga ikut nemenin show Semeja ya. Tenggorokanku sakit dan agak kurang enak badan.”

Kalimat itu disampaikan Budhi Kurniawan, Rabu, 6 April 2022 lalu. Siapa nyana, ternyata itu terakhir kalinya aku mendengar suaranya. Senin siang, [30/5/2022], Tuhan memanggilnya, memintanya pulang setelah hampir dua bulan mendapat perawatan.

Budi Kurniawan. Orang boleh lupa wajah dan namanya, tapi mereka pasti akan mengingat tawanya yang khas dan (sepertinya) hanya satu-satunya di dunia. Tawa yang membuat orang lain di sekitarnya pasti ikut terbawa ceria dan gembira. Dan akan membuat orang sulit untuk melupakannya.

Budhi telah pergi, menyusul Chairil Anwar dan Leo Kristi, dua orang yang ia idolakan dan jadikan panutan. Selamat jalan kawan. Selamat mengarungi keabadian, memasuki rahasia langit dan samudera seperti yang kau tulis di profil WA.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x