Kompas TV internasional kompas dunia

Resolusi PBB Soal Gencatan Senjata di Gaza jadi Bentrokan Paling Keras antara AS dan Israel

Kompas.tv - 26 Maret 2024, 11:39 WIB
resolusi-pbb-soal-gencatan-senjata-di-gaza-jadi-bentrokan-paling-keras-antara-as-dan-israel
Dewan Keamanan PBB hari Senin, 25/3/2024, mengeluarkan tuntutan pertamanya untuk gencatan senjata di Gaza, dengan Amerika Serikat membuat murka Israel karena AS memilih abstain dalam pemungutan suara, memprovokasi benturan terkuat antara AS dan Israel sejak perang dimulai. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Iman Firdaus

Minggu lalu, Netanyahu menolak permintaan AS untuk menghentikan rencana serbuan Rafah, lalu sesumbar selama kunjungan Menlu AS Antony Blinken bahwa Israel akan bertindak sendiri jika perlu.

Blinken memperingatkan bahwa Israel dapat segera menghadapi isolasi internasional yang meningkat, sementara Wakil Presiden Kamala Harris mengatakan Israel dapat segera menghadapi konsekuensi yang tidak ditentukan jika meluncurkan serangan darat.

Pemungutan suara Dewan Keamanan terjadi setelah Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS hari Jumat yang akan mendukung "gencatan senjata segera dan berkelanjutan" dalam konflik Israel-Hamas.

Karena Ramadan berakhir pada 9 April, permintaan gencatan senjata hanya akan berlangsung selama dua minggu, meskipun draf tersebut menyatakan jeda dalam pertempuran harus mengarah pada "gencatan senjata yang berkelanjutan".

Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan resolusi tersebut "menegaskan dukungan bagi upaya diplomasi yang sedang berlangsung," menambahkan para negosiator "semakin mendekati" kesepakatan untuk gencatan senjata dengan pembebasan semua sandera, "tapi kita belum sampai di sana."

Dia mendorong dewan dan anggota PBB di seluruh dunia untuk "berbicara dan menuntut dengan tegas agar Hamas menerima tawaran yang ada."

Thomas-Greenfield mengatakan AS abstain karena "beberapa editan" yang diminta AS diabaikan, termasuk kecaman terhadap Hamas. Resolusi yang diajukan oleh 10 anggota dewan terpilih ini didukung oleh Rusia, China, dan Grup 22 negara Arab di PBB.

Baca Juga: AS Berhenti Veto Resolusi Gencatan Senjata, Israel Marah dan Batalkan Kunjungan ke Gedung Putih

Linda Thomas-Greenfield, Dubes Amerika Serikat untuk PBB, memilih abstain ketika Dewan Keamanan PBB meloloskan resolusi gencatan senjata di Gaza selama bulan suci Ramadan, yang merupakan tuntutan pertama untuk menghentikan pertempuran, Senin, 25 Maret 2024. (Sumber: AP Photo)

Di bawah Piagam PBB, resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum bagi 193 anggota negara, meskipun sering diabaikan.

Duta Besar PBB dari Aljazair, Amar Bendjama, perwakilan Arab di dewan tersebut, berterima kasih kepada dewan atas akhirnya menuntut gencatan senjata.

"Kami menantikan komitmen dan kepatuhan dari kekuatan pendudukan Israel dengan resolusi ini, agar mereka mengakhiri pembantaian tanpa syarat apapun, untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina," katanya.

Riyad Mansour, duta besar Palestina untuk PBB, mengatakan kepada dewan bahwa pemungutan suara tersebut "harus menjadi titik balik" yang mengarah pada penyelamatan nyawa di Gaza dan mengakhiri "serangan kekejaman terhadap rakyat kami."

Tak lama sebelum pemungutan suara pada hari Senin, anggota-anggota terpilih mengubah draf resolusi akhir untuk menghilangkan kata "permanen" dari tuntutan bahwa gencatan senjata Ramadan harus mengarah pada "gencatan senjata yang berkelanjutan" tampaknya atas permintaan dari Amerika Serikat.

Rusia mengeluh penghapusan kata tersebut dapat memungkinkan Israel "melanjutkan operasi militernya di Gaza kapan saja" setelah Ramadan dan mengusulkan amendemen untuk mengembalikannya.

Sejak awal perang, Dewan Keamanan telah mengadopsi dua resolusi tentang situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza, tetapi tidak ada yang menyerukan gencatan senjata.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Akhirnya Sahkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, AS Tak Gunakan Hak Veto

Vasily Nebenzia, Duta Besar dan Perwakilan Tetap Rusia, setelah pemungutan suara Dewan Keamananan PBB hari Senin mengatakan negaranya memberikan suara mendukung resolusi tersebut karena menyerukan gencatan senjata segera meskipun itu terbatas pada bulan Ramadan. Sayangnya, kata Nebenzia, apa yang terjadi setelah itu masih tidak jelas, karena kata berkelanjutan bisa diinterpretasikan dalam berbagai cara yang berbeda. (Sumber: United Nations)

Selama invasi, lebih dari 32.000 warga Palestina di Gaza tewas menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Badan tersebut tidak membedakan antara warga sipil dan anggota bersenjata dalam hitungannya, tetapi mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak menyumbang dua pertiga dari jumlah korban.

Gaza juga menghadapi keadaan darurat kemanusiaan yang mengerikan. Sebuah laporan dari otoritas internasional tentang kelaparan memperingatkan pekan lalu bahwa "kelaparan sudah dekat" di Gaza bagian utara dan bahwa eskalasi perang dapat mendorong separuh dari 2,3 juta penduduk wilayah tersebut ke ambang kelaparan.

Amerika Serikat telah memveto tiga resolusi yang menuntut gencatan senjata di Gaza, yang terbaru merupakan tindakan yang didukung oleh Arab pada 20 Februari. Resolusi tersebut didukung oleh 13 anggota dewan dengan satu abstain, mencerminkan dukungan yang kuat untuk gencatan senjata.

Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS pada akhir Oktober yang menyerukan jeda kemanusiaan dalam pertempuran untuk memberikan bantuan, perlindungan terhadap warga sipil, dan penghentian persenjataan Hamas. Mereka mengatakan bahwa itu tidak mencerminkan panggilan global untuk gencatan senjata.


 

Mereka sekali lagi memveto resolusi AS pada Jumat, mengatakan itu ambigu dan mengatakan bahwa itu bukan tuntutan langsung untuk mengakhiri pertempuran yang banyak diinginkan dunia.

Pemungutan suara tersebut menjadi konfrontasi karena  AS mendapat kritik yang dinilai tidak cukup tegas terhadap sekutunya Israel, bahkan ketegangan antara kedua negara tersebut meningkat.

Thomas-Greenfield hari Senin menuduh Rusia dan China menggunakan konflik Gaza "sebagai alat politik, untuk mencoba membagi dewan ini pada saat kita perlu bersatu."



Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x