Kompas TV internasional kompas dunia

Bertambah, Bayi dan Anak Gaza yang Meninggal karena Kelaparan dan Dehidrasi akibat Blokade Israel

Kompas.tv - 8 Maret 2024, 23:00 WIB
bertambah-bayi-dan-anak-gaza-yang-meninggal-karena-kelaparan-dan-dehidrasi-akibat-blokade-israel
Anak-anak di Gaza, Palestina berdesakan mengantri makanan yang suplainya sangat terbatas hari Jumat, (16/2/2024). Bayi dan anak-anak di Gaza mulai bertumbangan meninggal kelaparan dan kehausan setelah berbulan-bulan serangan, pengeboman, pengepungan dan blokade Israel. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

RAFAH, KOMPAS.TV - Bayi dan anak-anak di Gaza mulai bertumbangan meninggal kelaparan dan kehausan setelah berbulan-bulan serangan, pengeboman, pengepungan dan blokade Israel.

Kelaparan paling parah terjadi di Gaza utara, yang diisolasi pasukan Israel dan mengalami penghadangan pasokan makanan dalam jangka waktu lama.

Setidaknya 20 orang meninggal akibat kekurangan gizi akut dan dehidrasi di rumah sakit Kamal Adwan dan Shifa di utara, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Sebagian besar yang meninggal adalah anak-anak, termasuk yang berusia 15 tahun, dan seorang kakek berusia 72 tahun.

Anak-anak yang sangat rentan juga mulai tumbang di bagian selatan, di mana akses bantuan lebih teratur.

Di Rumah Sakit Emirati di Rafah, 16 bayi prematur meninggal akibat penyebab terkait malanutrisi dalam lima minggu terakhir, kata salah satu dokter senior kepada Associated Press, Jumat (8/3/2024).

"Kematian anak-anak yang kami khawatirkan sudah terjadi," kata Adele Khodr, Kepala UNICEF untuk Timur Tengah, dalam pernyataan minggu ini.

Malanutrisi umumnya lambat menyebabkan kematian, terutama menyerang anak-anak dan lansia. Faktor lain dapat memainkan peran. Ibu yang kekurangan gizi kesulitan menyusui anak.

Baca Juga: Korban Tewas Warga Sipil Gaza Tembus 30.700 Orang, Kesabaran Sekutu Israel Mulai Menipis

Seorang perempuan Palestina yang mengungsi akibat serangan darat Israel di Jalur Gaza memanggang roti di tenda kamp darurat di Rafah, Jalur Gaza, Senin, 19 Februari 2024. (Sumber: AP Photo)

Penyakit diare, yang meluas di Gaza akibat kurangnya air bersih dan sanitasi, membuat banyak orang tidak mampu menyimpan kalori yang mereka konsumsi, kata Anuradha Narayan, ahli nutrisi anak UNICEF. Malanutrisi melemahkan sistem kekebalan tubuh, kerap menyebabkan kematian akibat penyakit lain.

Israel sebagian besar menutup pasokan makanan, air, obat-obatan, dan pasokan lain setelah meluncurkan serangan di Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober, hanya mengizinkan sejumlah kecil truk bantuan melalui dua perlintasan di selatan.

Israel menyalahkan kelaparan yang berkembang di Gaza pada badan PBB UNRWA, mengatakan mereka gagal mendistribusikan pasokan yang menumpuk di perlintasan Gaza. UNRWA, agensi PBB terbesar di Gaza, mengatakan Israel membatasi beberapa barang dan memberlakukan pemeriksaan yang merepotkan sehingga sangat memperlambat masuknya bantuan.

Distribusi di dalam Gaza juga terhambat, kata pejabat PBB, konvoi sering kali ditolak oleh pasukan Israel, militer sering kali menolak jalur aman saat terjadi pertempuran, dan bantuan diambil dari truk oleh warga Palestina yang kelaparan dalam perjalanan ke titik antar.

Dengan keprihatinan yang semakin meningkat, Israel menyerah pada tekanan AS dan internasional, mengatakan pekan ini akan membuka perlintasan untuk bantuan langsung ke utara Gaza dan mengizinkan pengiriman melalui laut.

Baca Juga: Ratusan Orang Kelaparan Dibantai Israel saat Antre Bantuan, Warga Palestina: Darah Kami Sangat Murah

Anak laki-laki Palestina berusia 10 tahun, Yazan al-Kafarna, yang lahir dengan cerebral palsy, terbaring di rumah sakit di Rafah pada Minggu, 3 Maret 2024. Yazan meninggal hari Senin karena apa yang menurut dokternya adalah pengecilan otot ekstrem yang terutama disebabkan oleh kekurangan makanan. (Sumber: AP Photo)

Nestapa di Gaza Utara

Kondisi di Gaza utara, yang sebagian besar berada di bawah kendali Israel selama berbulan-bulan, makin parah. Beberapa distrik di Kota Gaza dan sekitarnya kini menjadi reruntuhan akibat serangan Israel. Meskipun begitu, ratusan ribu warga Palestina tetap tinggal.

Daging, susu, sayuran, dan buah hampir tidak mungkin ditemukan, menurut beberapa warga yang berbicara dengan Associated Press.

Barang-barang yang ada di toko-toko bersifat acak dan dijual dengan harga yang sangat tinggi, terutama kacang, camilan, dan rempah-rempah. Warga membawa cokelat dari toko roti dan menjualnya dalam jumlah kecil.

Sebagian besar warga makan rumput liar yang tumbuh di lahan kosong, yang dikenal sebagai "khubaiza". Fatima Shaheen, seorang perempuan berusia 70 tahun yang tinggal dengan dua anak laki-laki dan cucu mereka di utara Gaza, mengatakan khubaiza yang direbus adalah makanan utamanya, dan keluarganya juga menggiling makanan yang seharusnya untuk kelinci, yang digunakan sebagai tepung.

"Kami mati kelaparan hanya untuk sepotong roti," kata Shaheen.

Qamar Ahmed mengatakan putrinya yang berusia 18 bulan, Mira, sebagian besar makan rumput liar yang direbus. "Tidak ada makanan yang cocok untuk usianya," kata Ahmed, seorang peneliti di organisasi Euro-Med Human Rights Monitor dan jurnalis ekonomi.

Ayahnya yang berusia 70 tahun memberikan makanan sendiri kepada anak laki-laki kecil Ahmed, Oleyan. "Kami mencoba membuatnya makan dan dia menolak," kata Ahmed tentang ayahnya.

Baca Juga: Israel Cegah Pengiriman Bantuan Tepung dari AS untuk Warga Kelaparan di Gaza, Washington Murka

UNICEF hari Minggu (3/3/2024) dengan nada sangat serius memberi peringatan bahwa jumlah kematian anak-anak di Jalur Gaza akan melonjak tajam seiring berlanjutnya serangan dan pengepungan Israel. (Sumber: Arab News)


Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x