Kompas TV internasional kompas dunia

Jelang Dua Tahun Perang Rusia-Ukraina, Kiev Makin Kepepet dan Putus Asa Merekrut Tentara Baru

Kompas.tv - 29 Januari 2024, 22:45 WIB
jelang-dua-tahun-perang-rusia-ukraina-kiev-makin-kepepet-dan-putus-asa-merekrut-tentara-baru
Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Jenderal Valery Zaluzhny. Jelang dua tahun perang Rusia - Ukraina, Kiev makin kepepet dan putus asa merekrut tentara baru dengan pemerintah, politisi dan militer Ukraina saling cakar sementara musim dingin di awal 2024 makin mendekati puncaknya. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Gading Persada

KIEV, KOMPAS.TV - Saat pasukan dan tank Rusia menyerbu Ukraina pada Februari 2022, puluhan ribu warga Ukraina berbondong-bondong mendaftar untuk melayani di militer dalam gelombang semangat patriotik.

Arus para pejuang yang dengan patuh dimobilisasi jadi pasukan tempur atau sebagai relawan berhasil membantu menggagalkan serangan awal Rusia dan menghalangi rencana Kremlin untuk menjatuhkan pemerintah Ukraina.

Namun, setelah hampir dua tahun pertempuran berdarah, dan dengan Ukraina sekali lagi membutuhkan pasukan segar untuk menahan serbuan baru Rusia, para pemimpin militer tidak bisa lagi mengandalkan semangat semata.

Makin banyak pria menghindari wajib militer, sementara desakan untuk menarik prajurit di garis depan yang kelelahan semakin meningkat.

Perubahan suasana hati ini terutama terlihat dalam perdebatan sengit mengenai RUU mobilisasi baru yang dapat menyebabkan pemanggilan hingga 500.000 tentara. RUU ini diajukan di Parlemen pada Desember 2023, namun segera ditarik untuk direvisi.

RUU ini memicu ketidakpuasan dalam masyarakat Ukraina tentang proses perekrutan militer, yang disoroti sebagai sarang korupsi dan semakin agresif. Banyak anggota parlemen menyatakan beberapa ketentuannya, seperti melarang penghindar wajib militer membeli properti, dapat melanggar hak asasi manusia.

Titik paling kontroversial menyangkut isu mobilisasi massal yang sangat sensitif.

Langkah-langkah yang akan memudahkan wajib militer dianggap para ahli sebagai membuka jalan bagi mobilisasi massal, seperti yang dikatakan pejabat militer baru-baru, bahwa itu diperlukan untuk mengganti kerugian di medan perang dan menahan pertempuran sengit satu tahun ke depan.

Banyak di Ukraina yang khawatir langkah-langkah tersebut bisa memicu ketegangan sosial.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, tampak enggan mengambil tanggung jawab untuk memberlakukan pemanggilan besar-besaran, malah meminta pemerintah dan militer untuk menyusun argumen lebih banyak mendukung langkah ini, seperti yang dilaporkan oleh New York Times, Senin, (29/1/2024).

"Saya belum melihat detail yang cukup jelas untuk mengatakan bahwa kita perlu melakukan mobilisasi setengah juta orang," ujarnya dalam wawancara baru-baru ini dengan saluran berita Inggris Channel 4.

Baca Juga: Pejabat Kemhan Dituding Korupsi $40 Juta Dana Impor Mortir Perang Rusia, 5 Pejabat Ukraina Ditangkap

Dua tentara Ukraina beristirahat di garis depan di dekat Kreminna, Luhansk, Ukraina, Kamis, 8 Juni 2023.  (Sumber: Roman Chop via AP)

Militer mengusulkan bahwa mobilisasi massal adalah isu pemerintah sipil, suatu tanggapan yang dapat memperburuk ketegangan antara Zelenskyy dan panglima tertingginya, Jenderal Valery Zaluzhny. Presiden mencela Jendral Zaluzhny pada musim gugur lalu, setelah dia mengatakan bahwa perang telah mencapai kebuntuan.

"Ini seperti bola panas," kata Petro Burkovsky, kepala Democratic Initiatives Foundation, sebuah think tank Ukraina.

"Pemimpin politik memutuskan untuk menghindari isu mobilisasi" selama perang, kata Burkovsky. Tetapi dengan pasukan terkuras setelah dua tahun, mengabaikan kebutuhan mobilisasi tentara baru tidak dapat dipertahankan, "dan sekarang, seseorang harus bertanggung jawab secara politis."

Tantangan untuk mengumpulkan cukup pasukan hanyalah salah satu dari banyak masalah yang dihadapi Ukraina ketika bantuan militer dan keuangan asing semakin sulit didapatkan, mengancam melemahkan kemampuan Kiev untuk menahan garis depan dan mendukung ekonominya.

Kebutuhan untuk memperbarui angkatan bersenjata Ukraina telah terlihat selama beberapa bulan. Meskipun Kiev merahasiakan jumlah korban, pejabat Amerika Serikat musim panas lalu menyebutkan angka hampir 70.000 tewas dan 100.000 hingga 120.000 terluka.

Pejabat AS mengatakan korban Rusia hampir dua kali lipat, hasil dari mengirim gelombang demi gelombang pasukan dalam serangan berdarah untuk merebut kota-kota Ukraina, tanpa memperdulikan biaya manusiawi. Namun, Rusia punya populasi yang jauh lebih besar, dan mereka menambah jumlah pasukan dengan puluhan ribu tahanan.

Sebaliknya, upaya Ukraina untuk membangun kembali pasukannya tertinggal.

Para prajurit di garis depan mengatakan mereka melihat penurunan yang stabil dalam kualitas rekrutan. Banyak di antaranya lebih tua, mengalami luka dari beberapa tahun yang lalu, dan kurang termotivasi untuk bertempur.

Lebih banyak pria juga mencoba menghindari wajib militer, melarikan diri atau bersembunyi di rumah. Desersi, kata seorang prajurit Ukraina yang ditempatkan di timur, juga menjadi masalah.



Sumber : New York Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x