Kompas TV internasional kompas dunia

Gencatan Senjata di Gaza Diperpanjang: Tekanan ke Israel Makin Keras Agar Warga Sipil Dilindungi

Kompas.tv - 28 November 2023, 23:10 WIB
gencatan-senjata-di-gaza-diperpanjang-tekanan-ke-israel-makin-keras-agar-warga-sipil-dilindungi
Warga Gaza melintas di puing pengeboman Israel. Gencatan senjata antara Israel dan Hamas memasuki hari kelima hari Selasa, (28/11/2023) dengan kelompok Hamas berjanji melepaskan lebih banyak sandera untuk menunda dimulainya kembali serbuan Israel, sementara Israel di bawah tekanan yang makin keras untuk melindungi warga sipil Palestina saat melanjutkan serangannya. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Gading Persada

TEL AVIV, KOMPAS.TV - Gencatan senjata antara Israel dan Hamas memasuki hari kelima pada Selasa (28/11/2023) ini dengan kelompok Hamas berjanji melepaskan lebih banyak sandera untuk menunda dimulainya kembali serbuan Israel.

Sementara Israel di bawah tekanan yang makin keras untuk melindungi warga sipil Palestina saat melanjutkan serangannya.

Para pihak sepakat memperpanjang gencatan senjata hingga Rabu (29/11) besok, dengan dua pertukaran sandera tambahan. Namun Israel bersumpah melanjutkan perang dengan kekuatan penuh untuk menghancurkan Hamas atas seluruh Gaza, termasuk Gaza utara dan Gaza selatan.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) pun telah menekan Israel untuk menghindari pengusiran warga sipil lebih lanjut dan jatuhnya korban massal warga sipil Palestina jika melanjutkan serangan. Serta menekan agar operasinya harus lebih presisi di selatan Gaza daripada di utara, menurut pejabat Gedung Putih yang berbicara secara anonim.

Direktur CIA William Burns dan David Barnea, bos Mossad Israel, saat ini berada di Qatar yang bekerja sebagai mediator kunci dengan Hamas, untuk membahas perpanjangan gencatan senjata dan pelepasan lebih banyak sandera, kata seorang diplomat secara anonim karena kepekaan pembicaraan tersebut. 

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan kembali ke Israel dan Tepi Barat Palestina pekan ini, juga dengan tujuan memperpanjang gencatan senjata.

Adapun Hamas dan kelompok militan lainnya masih menahan sekitar 160 orang, dari total 240 yang disandera dalam serangan mereka ke Israel selatan pada 7 Oktober yang memicu perang.

Itu cukup untuk potensial memperpanjang gencatan senjata selama dua minggu lagi di bawah kerangka yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan AS, tetapi diperkirakan Hamas akan membuat tuntutan yang jauh lebih tinggi untuk melepaskan tawanan militer.

Adapun Israel bersumpah mengakhiri pemerintahan Hamas selama 16 tahun di Gaza dan menghancurkan kemampuan militer mereka. Hal itu hampir pasti memerlukan perluasan serangan darat dari utara Gaza ke selatan, di mana ratusan ribu pengungsi telah memadati tempat perlindungan PBB yang penuh sesak.

Baca Juga: Menhan Israel Yoav Gallant: Kami Akan Gempur Seluruh Gaza usai Gencatan Senjata

Tentara Israel bergerak ke perbatasan Gaza menjelang berakhirnya gencatan senjata. Gencatan senjata antara Israel dan Hamas memasuki hari kelima hari Selasa, (28/11/2023) dengan kelompok Hamas berjanji melepaskan lebih banyak sandera untuk menunda dimulainya kembali serbuan Israel, sementara Israel di bawah tekanan yang makin keras untuk melindungi warga sipil Palestina saat melanjutkan serangannya. (Sumber: AP Photo)

Israel menyalahkan jumlah korban yang tinggi pada Hamas, menuduh kelompok perlawanan Palestina itu menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia saat beroperasi di daerah padat penduduk.

Pembebasan sandera hari Senin membawa total 51 warga Israel yang dibebaskan selama gencatan senjata empat hari pertama, bersama dengan 19 sandera dari negara lain. Sejauh ini, 150 warga Palestina dibebaskan dari penjara Israel, yang mengatakan akan memperpanjang gencatan senjata satu hari untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan.

Para tawanan Palestina yang dibebaskan sejauh ini sebagian besar remaja yang dituduh melemparkan batu dan bom molotov selama konfrontasi dengan pasukan Israel. Beberapa di antaranya dinyatakan bersalah oleh pengadilan Israel atas upaya melancarkan serangan mematikan.

Para tawanan ini secara luas dianggap oleh warga Palestina sebagai pahlawan yang menentang pendudukan.

Sebagian besar sandera warga Israel yang dibebaskan Hamas terlihat dalam keadaan fisik yang baik, tetapi seorang perempuan berusia 84 tahun yang dibebaskan hari Minggu dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis karena tidak mendapatkan akses ke obatnya selama penahanan.

Mereka sebagian besar tetap menjauh dari sorotan publik, tetapi rincian tentang masa tahanan mereka mulai muncul.

Dalam salah satu wawancara pertama dengan seorang sandera yang dibebaskan, Ruti Munder yang berusia 78 tahun, memberi tahu Channel 13 televisi Israel bahwa awalnya ia diberi makan dengan baik selama penahanannya, tetapi kondisinya memburuk karena kekurangan pasokan akibat pengeboman Israel atas Gaza.

Dia mengatakan bahwa dia dijaga di dalam ruangan yang "sesak" dan tidur di kursi plastik dengan selembar selimut selama hampir 50 hari.

Israel memberlakukan pengepungan di Gaza pada awal perang dan hanya mengizinkan aliran bantuan kemanusiaan yang sedikit sebelum gencatan senjata, menyebabkan kelangkaan makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar untuk generator di tengah pemadaman listrik di seluruh wilayah.

Gencatan senjata memungkinkan warga yang tinggal di Kota Gaza dan bagian lain utara untuk keluar dan menilai kerusakan serta mencari dan mengubur kerabat. Cuplikan dari utara Gaza, pusat serangan darat Israel, menunjukkan hampir setiap bangunan rusak atau hancur.

Baca Juga: Tolak Solusi Dua Negara, Netanyahu: Saya yang Akan Cegah Berdirinya Negara Palestina Merdeka

Tank Israel di Gaza. Gencatan senjata antara Israel dan Hamas memasuki hari kelima hari Selasa, (28/11/2023) dengan kelompok Hamas berjanji melepaskan lebih banyak sandera untuk menunda dimulainya kembali serbuan Israel, sementara Israel di bawah tekanan yang makin keras untuk melindungi warga sipil Palestina saat melanjutkan serangannya. (Sumber: AP Photo)

Sebuah konsorsium bantuan yang dipimpin oleh PBB memperkirakan lebih dari 234.000 rumah hancur di seluruh Gaza dan 46.000 benar-benar hancur, mencapai sekitar 60% dari jumlah hunian di wilayah tersebut, yang dihuni oleh sekitar 2,3 juta orang Palestina.

"Di utara, penghancuran rumah dan infrastruktur sipil menghancurkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk menjaga kehidupan," demikian dikatakan laporan tersebut.

Lebih dari 13.300 warga Palestina tewas sejak perang dimulai, sekitar dua pertiga di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, yang tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang.

Lebih dari 1.200 orang tewas di pihak Israel, sebagian besar adalah warga sipil yang tewas dalam serangan awal.

Setidaknya 77 tentara tewas dalam serangan darat Israel. Israel mengatakan telah membunuh ribuan militan, tanpa memberikan bukti.

Pengepungan dan serangan darat Israel telah mengungsikan lebih dari 1,8 juta orang, hampir 80% dari populasi Gaza, dengan sebagian besar mencari perlindungan di selatan, menurut kantor urusan kemanusiaan PBB. Pasukan Israel telah melarang orang-orang untuk kembali ke utara selama gencatan senjata.

Ratusan ribu orang telah memadati sekolah dan fasilitas yang dijalankan oleh PBB, dengan banyak yang terpaksa tidur di jalanan luar karena kelebihan kapasitas. Tidak jelas kemana mereka akan pergi jika Israel memperluas operasi daratnya, karena Mesir telah menolak untuk menerima pengungsi dan Israel telah menutup perbatasannya.

PBB mengatakan gencatan senjata memungkinkan peningkatan pengiriman makanan, air, dan obat-obatan dalam volume terbesar sejak awal perang, serta penyediaan bahan bakar yang sangat dibutuhkan untuk rumah, rumah sakit, dan instalasi pengolahan air.

Namun, 160 hingga 200 truk sehari masih kurang dari separuh dari apa yang Gaza impor sebelum pertempuran, meskipun kebutuhan kemanusiaan telah melonjak.

Empat hari setelah gencatan senjata, penduduk masih menunggu berjam-jam untuk membeli gas dan bahan bakar untuk masak.

Juliette Toma, juru bicara badan pengungsi Palestina PBB, mengatakan warga datang ke tempat perlindungan meminta pakaian tebal, kasur, dan selimut, dan sebagian terpaksa tidur di dalam kendaraan yang rusak.


 



Sumber : Associated Press



BERITA LAINNYA



Close Ads x