Kompas TV internasional kompas dunia

Gaza Hancur oleh Pengeboman Israel hingga Tidak Dapat Dihuni, Rakyatnya Tetap Ingin Pulang ke Rumah

Kompas.tv - 24 November 2023, 08:51 WIB
gaza-hancur-oleh-pengeboman-israel-hingga-tidak-dapat-dihuni-rakyatnya-tetap-ingin-pulang-ke-rumah
Serangan militer Israel telah mengubah utara Gaza menjadi gurun di bulan yang tak dapat dihuni, namun rakyatnya berkeras pulang ke rumah. Lanskapnya hancur luluh lantak rata dengan tanah. Rumah, sekolah, dan rumah sakit hancur total oleh serangan udara dan tembakan tank Israel. Sebagian besar bangunan tinggal hanya reruntuhan. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

YERUSALEM, KOMPAS.TV - Serangan militer Israel telah mengubah utara Gaza menjadi gurun di bulan yang tak dapat dihuni, namun rakyatnya berkeras pulang ke rumah mereka. Lanskapnya hancur luluh lantak rata dengan tanah. Rumah, sekolah, dan rumah sakit hancur total oleh serangan udara dan tembakan tank Israel. Sebagian besar bangunan tinggal hanya reruntuhan.

Hampir 1 juta warga Palestina melarikan diri dari utara ke selatan, termasuk pusat perkotaan Gaza, Kota Gaza, saat pertempuran darat mencapai puncaknya. Namun, kelegaan akan gencatan senjata dan jeda kemanusiaan akan segera dihadapkan pada ketakutan dan kengerian saat keluarga-keluarga Palestina yang terlantar mencoba memahami besarnya bencana ini dan artinya bagi masa depan mereka, demikian dilaporkan Associated Press pada Jumat, (24/11/2023).

Tentang di mana mereka akan tinggal dan siapa yang akan membangun kembali Gaza, menjadi pertanyaan yang menggantung di benak seluruh rakyat Gaza, “Aku ingin pulang, bahkan jika aku harus tidur di reruntuhan rumahku,” ujar Yousef Hammash, pekerja bantuan dari Norwegian Refugee Council yang melarikan diri dari reruntuhan kamp pengungsi perkotaan Jabaliya ke selatan Gaza. “Tapi aku tidak melihat masa depan untuk anak-anakku di sini.”

Pengeboman dan pembunuhan besar-besaran pasukan Israel di atas infrastruktur dan rakyat sipil di Gaza, di mana Israel berkilah hal itu tidak bisa dihindari karena Hamas menjadikan situs sipil sebagai perisai operasinya, telah merenggut lebih dari 14.000 nyawa Palestina dan menyebabkan kerusakan luar biasa.

Meski Israel menyebutnya sebagai konsekuensi tak terhindarkan, Hamas membantah dan menuduh Israel membom warga sipil secara sembrono, masuk kategori kejahatan perang dan genosida.

“Saat aku meninggalkan (rumahku), aku tidak bisa tahu di jalan atau persimpangan mana aku berada,” ujar Mahmoud Jamal, sopir taksi 31 tahun yang melarikan diri dari kota asalnya, Beit Hanoun, bulan ini. Ia menggambarkan bangunan apartemen yang mirip dengan garasi parkir terbuka.

Pengeboman Israel diklaim sebagai salah satu kampanye udara paling intens sejak Perang Dunia II, seperti disampaikan Emily Tripp, direktur Airwars, monitor konflik berbasis di London.

Baca Juga: Sudah Sepakat, Pembantu Netanyahu Ungkap Pertukaran Sandera Baru Dilakukan Jumat

Seorang ibu di reruntuhan rumahnya di kamp pengungsi Shati. Tentang di mana mereka akan tinggal dan siapa yang akan membangun kembali Gaza, menjadi pertanyaan yang menggantung di benak seluruh rakyat Gaza. (Sumber: AP Photo)

Dalam tujuh minggu sejak serangan tak terduga Hamas pada 7 Oktober, Israel melepaskan lebih banyak amunisi daripada yang dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun kampanye bomnya melawan kelompok ISIS, serangan atas rakyat sipil dan harta benda mereka, yang PBB gambarkan sebagai pengeboman perkotaan paling mematikan sejak Perang Dunia II.

Rekaman termal Israel memperlihatkan bola api yang menghancurkan segalanya. Sementara video militer Hamas menampilkan pejuang dengan peluncur granat anti-tank melintasi jalan penuh asap. Bulldozer merayap dan membersihkan lahan untuk tank Israel.

“Utara Gaza sekarang seperti kota hantu besar," kata Mkhaimer Abusada, ilmuwan politik di Universitas Al-Azhar di Kota Gaza yang melarikan diri ke Mesir pekan lalu. “Orang-orang tidak punya apa-apa saat mereka kembali pulang.”

Analisis data satelit Copernicus Sentinel-1 oleh Corey Scher dari CUNY Graduate Center dan Jamon Van Den Hoek dari Oregon State University menunjukkan setengah dari semua bangunan di utara Gaza rusak atau hancur. Dengan PBB memperkirakan 1,7 juta orang menjadi pengungsi baru, banyak yang meragukan apakah Gaza akan pernah pulih kembali.

“Kita akan berakhir dengan orang-orang terlantar tinggal di tenda untuk waktu yang lama," ujar Raphael Cohen, ilmuwan politik senior di RAND Corporation, sebuah kelompok penelitian.

Perang telah membuat 27 dari 35 rumah sakit di seluruh Gaza berhenti beroperasi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Penghancuran infrastruktur kritis lainnya juga akan berdampak selama bertahun-tahun.

“Pabrik roti dan pabrik penggilingan gandum hancur, pertanian, fasilitas air, dan sanitasi,” ujar Scott Paul, penasihat kebijakan kemanusiaan senior untuk Oxfam America. “Tempat yang dapat dihuni membutuhkan lebih dari empat dinding dan langit-langit, dan dalam banyak kasus, orang bahkan tidak punya itu.”

Di seluruh Gaza, lebih dari 41.000 rumah, atau 45% dari total persediaan perumahan Gaza, terlalu rusak untuk dihuni, menurut PBB.



Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x