ANKARA, KOMPAS.TV - Setelah berhasil mendapatkan mandat baru yang kuat dalam pilpres putaran kedua, Recep Tayyip Erdogan dipandang akan menyesuaikan beberapa sikap yang dianggap mengganggu sekutu NATO-nya, seperti laporan Associated Press, Selasa, (30/5/2023).
Namun, para pengamat Barat memprediksi Erdogan akan melanjutkan kebijakan keterlibatannya dengan Rusia dan Barat.
Erdogan memenangkan pemilihan ulang pada hari Minggu dengan lebih dari 52 persen suara, memperpanjang pemerintahannya yang menurut Barat semakin otoriter ke dekade ketiga.
Sekarang, ia harus menghadapi meroketnya inflasi yang memicu krisis biaya hidup, serta beban merekonstruksi pasca gempa bumi dahsyat yang menewaskan lebih dari 50.000 orang dan menghancurkan kota-kota secara keseluruhan.
Setelah gagal meraih kemenangan secara langsung dalam putaran pertama pemilihan pada 14 Mei, Erdogan mengalahkan lawan utamanya, Kemal Kilicdaroglu, yang berjanji menjadikan Turki berjalan pada jalur yang lebih demokratis dan memperbaiki hubungan dengan Barat.
Sebagai seorang populis yang menururt Barat memecah belah dan orator ulung yang mengubah peran presiden Turki dari peran seremonial menjadi jabatan yang kuat, Erdogan memenangkan pemilihan ini sebagian besar berkat dukungan pemilih konservatif.
Baca Juga: Erdogan Menang Pilpres Turki, Rakyat Aceh Ikut Senang, Ini Alasannya
Mereka tetap setia kepadanya karena ia meningkatkan pamor Islam di Republik Turki yang didirikan atas prinsip sekuler, dan meningkatkan pengaruh negara ini dalam politik internasional sambil menentukan jalur yang independen.
Menjelang pemilihan, Erdogan menunda persetujuan masuknya Swedia ke dalam aliansi NATO, sebagai bagian dari upaya Barat untuk mengisolasi Moskow setelah serangan Rusia ke Ukraina.
Erdogan menuduh Swedia terlalu lembut terhadap kelompok-kelompok yang Ankara anggap sebagai teroris, dan serangkaian protes pembakaran Al-Quran di Stockholm menggusarkan basis dukungan keagamaannya, sehingga sikap tegasnya semakin populer.
Dengan masa depan politiknya yang kini aman, Erdogan mungkin akan bersedia mengangkat keberatannya terhadap keanggotaan Swedia, yang harus disetujui secara bulat. Turki dan Hungaria adalah dua negara dalam aliansi ini yang belum meratifikasi itu.
"Erdogan berhasil menjaga kebijakan luar negeri multivektor, yang memungkinkannya punya hubungan konstruktif dengan Rusia, China, dan negara-negara di seluruh Timur Tengah, meskipun hal ini merugikan aliansi Turki dengan Barat," kata Truesdale.
Hal itu sering kali membuat Turki berada di tengah konflik dan perdebatan Barat: membantu bernegosiasi kesepakatan untuk memulai kembali ekspor gandum Ukraina dan mencegah kelangkaan pangan global, campur tangan secara militer dalam perang saudara Suriah, melakukan eksplorasi gas kontroversial di Mediterania, menjadi tuan rumah jutaan orang Suriah yang melarikan diri dari kekerasan dan sering menggunakan para pengungsi tersebut sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi dengan tetangga Eropa.
Sumber : Associated Press
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.