Kompas TV internasional kompas dunia

Krisis Biaya Hidup Inggris: Banyak Perempuan Terpaksa Open BO, Jadi Mangsa Empuk Predator Seksual

Kompas.tv - 23 Mei 2023, 22:41 WIB
krisis-biaya-hidup-inggris-banyak-perempuan-terpaksa-open-bo-jadi-mangsa-empuk-predator-seksual
Arsip. Seorang perempuan yang memakai payung berdiri di depan gedung Bank Inggris di distrik keuangan London, Kamis, 3 November 2022. Krisis biaya hidup Inggris Raya yang berlangsung setahun belakangan membuat posisi perempuan semakin rentan secara ekonomis. (Sumber: AP Photo/Kin Cheung)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Vyara Lestari

LONDON, KOMPAS.TV - Krisis biaya hidup Inggris Raya yang berlangsung setahun belakangan membuat posisi perempuan semakin rentan secara ekonomis. Krisis biaya hidup membuat banyak perempuan terpaksa menempuh survival sex alias menyewakan kelamin sekadar untuk bertahan hidup.

Berbagai lembaga kemanusiaan di Inggris Raya memperingatkan bahwa perempuan terpaksa melakoni survival sex seiring meningkatnya harga sewa hunian dan kebutuhan hidup lain. Fenomena ini pun berdampak ke kalangan perempuan dengan masalah kesehatan mental atau trauma.

Menurut laporan The Guardian, seiring meningkatnya biaya sewa, banyak tuan tanah yang mengeksploitasi konsumen perempuan dengan meminta jasa prostitusi sebagai ganti diskon harga sewa atau masa tinggal gratis.

Beyond the Streets, sebuah lembaga donor yang bertujuan mengakhiri eksploitasi seksual, menyebut krisis biaya hidup memojokkan perempuan rentan untuk merambah prostitusi. Fenomena ini sekaligus meningkatkan angka pelecehan seksual dan eksploitasi.

Baca Juga: Terekam CCTV Lakukan Kekerasan Seksual Pada Mahasiswi, Dosen Dipecat dan Jadi Tersangka

Organisasi ini mengaku telah menemui beberapa perempuan yang terpaksa menjual jasa seks untuk hidup atau melakukannya untuk menambal gaji rendah. Minimnya dukungan pemerintah ke kelompok rentan disebut membuat fenomena ini semakin parah.

"Krisis biaya hidup adalah pendorongnya (prostitusi), dan bagi mereka yang sudah rentan, mereka menghadapi eksploitasi yang besar," kata seorang juru bicara Beyond the Streets.

"Pendanaan pemerintah untuk meyokong kebutuhan perempuan amat kurang, dan lembaga-lembaga donor kesulitan seiring menurunnya pendapatan, makin besarnya pengeluaran, dan lembaga-lembaga donor juga semakin kebanjiran permintaan bantuan," lanjutnya.

Pencari suaka diintai predator seksual

Krisis biaya hidup yang menyuburkan praktik prostitusi juga dialami oleh para pencari suaka di Inggris Raya. Selain itu, perempuan pencari suaka semakin rentan mengalami pelecehan seksual atau intimidasi.

"Tidak bisa diterima bahwa perempuan dalam kondisi rentan seperti itu berulang kali terekspos pada pelecehan dan intimidasi, menjadi korban dua kali dan tidak bisa ganti rugi," kata Belen Ruiz dari organisasi Latin American Women's Aid (LAWA).

Baca Juga: Menyedihkan! Pelajar Inggris Makan Karet karena Tak Mampu Beli Makan Siang Akibat Krisis Biaya Hidup

Sebagian pencari suaka disebut menjadi korban pemilik tempat tinggal yang kemudian melecehkan mereka. Krisis biaya hidup dinilai menjadikan pencari suaka "mangsa empuk" pelaku pelecehan seksual.

Maraknya kasus prostitusi untuk tempat tinggal juga dinilai membuat perempuan semakin sulit melarikan diri dari hubungan yang kejam dan tak sehat. Kondisi krisis disebut dimanfaatkan pemilik tempat tinggal untuk menjebak korban dalam kondisi ketergantungan.

"Jika kita melihat situasi ekonomi yang amat suram ini, bahayanya semakin meningkat," kata Tilly Smith dari kelompok advokasi Generation Rent.

Pemerintah Inggris Raya sendiri telah merepons naiknya kasus survival sex akibat krisis biaya hidup. Menteri Dalam Negeri Inggris Raya Suella Braverman per April lalu mengaku telah menyiapkan RUU untuk menjerat tuan tanah yang mengeksploitasi perempuan.

"Kami berkomitmen menghentikan segala bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap perempuan dan anak-anak perempuan, termasuk kekerasan domestik. Kami mendanai secara langsung organisasi-organisasi donor untuk membantu korban meninggalkan hubungan abusif, kami juga menginvestasikan lebih dari 230 juta paun melalui rencana aksi Tackling Domestic Abuse," kata seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Inggris Raya.

Menurut laporan Associated Press, ekonomi Inggris Raya mengalami stagnasi sejak awal tahun 2022 lalu. Inflasi yang memecahkan rekor tertinggi selama berdekade-dekade menyusahkan banyak rumah tangga dan unit usaha kecil.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan output ekonomi Inggris Raya akan mengalami penyusutan terbesar di antara ekonomi besar dunia pada 2023. Kondisi tersebut pun memicu banyak pekerja dari berbagai sektor melakukan aksi mogok beberapa bulan belakangan.

Baca Juga: Di Inggris, Penipu Gondol Triliunan Rupiah dari Orang-Orang Kesepian di Dating Apps


 



Sumber : Kompas TV/The Guardian


BERITA LAINNYA



Close Ads x