Kompas TV internasional kompas dunia

BRICS Diproyeksi Salip Kencang Pertumbuhan Ekonomi G7

Kompas.tv - 26 April 2023, 18:39 WIB
brics-diproyeksi-salip-kencang-pertumbuhan-ekonomi-g7
Mata uang Dollar AS dengan mata pemimpin China Mao Zedong. Negara anggota grup BRICS yang meliputi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, diproyeksi segera menyalip negara-negara G7 yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam pertumbuhan ekonomi. Data IMF mengatakan, anggota BRICS akan berkontribusi 32,1% pertumbuhan ekonomi global, dibandingkan dengan 29,9% milik G7. (Sumber: The Cradle/William Potter)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Fadhilah

NEW YORK, KOMPAS.TV - Negara-negara anggota grup BRICS yang meliputi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, diproyeksi segera menyalip negara-negara G7 yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam pertumbuhan ekonomi, menurut laporan Bloomberg yang dikutip oleh The Cradle, Rabu (19/4/2023).

Bloomberg memperkirakan negara-negara BRICS akan memberikan kontribusi sebesar 32,1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi global, dibandingkan dengan 29,9 persen milik G7, berdasarkan data IMF terbaru.

Menurut analisis Bloomberg, negara-negara G7 dan BRICS masing-masing memberikan kontribusi yang sama terhadap pertumbuhan ekonomi global pada 2020.

Performa jeblok blok Barat tersebut, bagaimanapun, telah menurun sejak saat itu.

Diperkirakan G7 akan hanya menyumbang sebesar 27,8 persen dari perekonomian global pada 2028, sedangkan BRICS akan menyumbang sebesar 35 persen.

"Secara total, 75 persen dari pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan terpusat pada 20 negara dan lebih dari setengahnya pada empat besar: China, India, AS, dan Indonesia. Sementara itu, negara-negara G7 akan punya share yang lebih kecil, Jerman, Jepang, Inggris, dan Prancis dilihat sebagai salah satu dari 10 kontributor teratas," seperti laporan Bloomberg.

Baca Juga: Menlu Rusia Klaim Belasan Negara Tertarik Gabung BRICS, Impian Moskow Saingi G7 Terwujud?

Para pemimpin negara BRICS dalam KTT ke-14 di China 2022. Negara anggota grup BRICS yang meliputi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, diproyeksi segera menyalip negara-negara G7 yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam pertumbuhan ekonomi. Data IMF mengatakan, anggota BRICS akan berkontribusi 32,1% pertumbuhan ekonomi global, dibandingkan dengan 29,9% milik G7. (Sumber: brics2022)

Laporan tersebut muncul ketika BRICS mendapat lebih banyak minat dari negara-negara lain yang ingin bergabung.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pernah mengatakan, "lebih dari 12" negara telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan BRICS tahun ini.

Termasuk Aljazair, Argentina, Bahrain, Bangladesh, Indonesia, Iran, Mesir, Meksiko, Nigeria, Pakistan, Sudan, Suriah, Turki, Uni Emirat Arab, dan Venezuela.

Negara-negara lain seperti Arab Saudi, Mesir, dan Bangladesh telah memperoleh ekuitas di Bank Pembangunan Baru BRICS.

Menulis dalam Indian Defence Review pada 11 April, peneliti India Abhyuday Saraswat mencatat upaya negara anggota BRICS untuk berdagang menggunakan mata uang selain dolar Amerika Serikat punya potensi untuk merevolusi ekonomi global.

Dia berargumen gerakan ini dipercepat ketika Amerika Serikat dan sekutunya menghilangkan akses Rusia ke sistem keuangan SWIFT setelah invasi Rusia ke Ukraina, yang "membuat khawatir banyak pemerintah, bukan hanya Rusia" seperti yang dilaporkan oleh South China Morning Post, Rabu (26/4/2023).

Dia juga mencatat upaya antara anggota BRICS untuk menciptakan mata uang baru bisa membuka jalan menuju tatanan global baru di mana dolar Amerika Serikat mungkin tidak diperlukan untuk perdagangan internasional.

Baca Juga: Mengenal Forum Internasional BRICS, Awalnya Dibuat oleh 4 Negara, Kini Banyak yang Ingin Bergabung

Mata uang Yuan dan Rubel. Negara-negara anggota grup BRICS yang meliputi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, diproyeksi segera menyalip negara-negara G7 yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam pertumbuhan ekonomi. Data IMF mengatakan, negara-negara BRICS akan memberikan kontribusi 32,1 persen pertumbuhan ekonomi global, dibandingkan dengan 29,9 persen milik G7. (Sumber: South China Morning Post)

Dolar Amerika Serikat menjadi lebih tidak dapat diandalkan bagi ekonomi yang menggunakan dolar karena tingginya suku bunga yang diatur oleh Federal Reserve Amerika Serikat dan penggunaan dolar sebagai senjata oleh bank melalui sanksi keuangan.

Selain itu, Barat, terutama Eropa, menghadapi krisis energi yang semakin memburuk akibat sanksi yang menargetkan pasar energi Rusia karena invasinya ke Ukraina dan sabotase Amerika Serikat terhadap pipa gas Nordstream.

Jerman juga telah mulai menutup pembangkit listrik tenaga nuklir yang tersisa.

Pada bulan Januari, Lavrov mengatakan bahwa negara-negara BRICS akan membahas pembentukan mata uang bersama dalam pertemuan puncak grup tersebut pada Agustus mendatang.

Merujuk pada sistem keuangan internasional yang saat ini didominasi dolar Amerika Serikat, yang menghadapkan negara-negara peserta pada ancaman sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh Washington, Menlu Rusia Lavrov pernah menyatakan, "negara-negara yang serius dan punya harga diri menyadari apa yang dipertaruhkan, melihat ketidakmampuan 'tuan' dari sistem moneter dan keuangan internasional saat ini, dan ingin menciptakan mekanisme mereka sendiri untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan, yang akan dilindungi dari tekanan luar."

Pada 13 April, Presiden Brasil Ignacio Lula da Silva mengajak negara-negara anggota BRICS dan negara-negara yang ingin bergabung dengannya untuk menggantikan dolar dalam perdagangan luar negeri.

"Setiap malam, saya bertanya mengapa semua negara harus menggantungkan perdagangan mereka pada dolar," katanya, menambahkan pertanyaan, "Mengapa kita tidak bisa berdagang berdasarkan mata uang kita sendiri."




Sumber : The Cradle/South China Morning Post/Bloomberg


BERITA LAINNYA



Close Ads x