Kompas TV internasional kompas dunia

Mikhail Gorbachev Tutup Usia, Tokoh di Balik Kebijakan Glasnost dan Perestroika

Kompas.tv - 31 Agustus 2022, 07:24 WIB
mikhail-gorbachev-tutup-usia-tokoh-di-balik-kebijakan-glasnost-dan-perestroika
Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev melambai dari tribun Lapangan Merah dalam perayaan Hari Revolusi, Moskow, Uni Soviet, Selasa, 7 November 1989. Mantan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev meninggal pada usia 91 tahun, Selasa, 30 Agustus 2022. Semasa hidupnya dia dikenal sebagai pencetus kebijakan glasnost dan perestroika. (Sumber: Foto AP/Boris Yurchenko, File)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV – Presiden terakhir Uni Soviet Mikhail Gorbachev, meninggal dalam usia 91 tahun, Selasa (30/8/2022). Semasa hidupnya, Gorbachev dikenal sebagai pencetus “glasnost” dan “perestroika”. Apa itu glasnost dan perestroika, yang sering disebut sebagai penyebab runtuhnya Uni Soviet?

Kebijakan Glasnost

Salah satu penyebab runtuhnya Uni Soviet salah satunya adalah faktor ekonomi dan politik yang tidak stabil pada tahun 1980-an. Gorbachev yang merupakan Presiden Uni Soviet pada saat itu berusaha memperbaikinya dengan kebijakan glasnost dan perestroika. Dari segi bahasa, glasnost berarti keterbukaan dan transparansi.

Seperti dikutip dari Kompas.com, kebijakan ini mulai dilaksanakan pada 1980-an, saat Gorbachev masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet. Glasnost adalah kebijakan keterbukaan pada semua bidang di institusi pemerintahan Uni Soviet, termasuk kebebasan informasi. Kebijakan ini bertujuan untuk memerangi penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan di Partai Komunis atau di pemerintahan.

Baca Juga: Pemimpin Terakhir Uni Soviet Mikhail Gorbachev Meninggal Dalam Usia 91 Tahun

Karena adanya kebijakan ini, Uni Soviet yang awalnya terkenal sangat tertutup, mulai terbuka. Media pun mulai berani memberitakan berbagai permasalahan yang dihadapi negara, baik di bidang ekonomi atau politik. Kebijakan Glasnost juga membuat nasionalisme semakin berkembang.

Kebijakan Presetroika

Selain glasnost, Gorbachev juga memberlakukan kebijakan perestroika. Secara bahasa, perestroika berarti restrukturisasi. Kebijakan ini bertujuan untuk mereformasi birokrasi dan ekonomi Uni Soviet yang mengalami kemerosotan.

Dalam rancangannya, perestroika berusaha untuk meningkatkan otonomi daerah di wilayah Uni Soviet yang sangat luas. Dalam bidang ekonomi, perestroika berusaha untuk mengurangi system ekonomi terpusat. Selain itu, perestroika juga bertujuan untuk menyaingi kemajuan pesat Amerika Serikat dan Jepang di tahun 1970an. 

Perestroika merupakan awal mula Gerakan demokrasi menuju reformasi di Uni Soviet akibat kegagalan ekonomi. Melalui kebijakan perestroika, untuk pertama kalinya Uni Soviet memisahkan ideologi komunisme menuju keterbukaan. Namun pada akhirnya, kebijakan ini berdampak pada munculnya perdebatan politik dan membuka jalan pada ekonomi kapitalisme baru.

Glasnost dan Perestroika Penyebab Keruntuhan Uni Soviet?

Kebijakan glasnost dan perestroika mengubah wajah Uni Soviet menjadi lebih ramah dan terbuka. Perubahan ini disambut baik oleh negara-negara barat. Seperti dikutip dari The Associated Press, Gorbachev bahkan mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian tahun 1990 untuk perannya mengakhiri perang dingin. Tahun-tahun terakhir kepemimpinan Gorbachev dihabiskan dengan mengumpulkan berbagai penghargaan dari penjuru dunia. 

Namun demikian, di Uni Soviet sendiri dia dibenci karena dianggap sebagai biang keladi pecahnya Uni Soviet menjadi 15 negara. 

Dalam memoarnya, dia mengatakan bahwa dia telah lama frustrasi bahwa di negara dengan sumber daya alam yang sangat besar, namun memiliki puluhan juta orang yang masih hidup dalam kemiskinan.

“Masyarakat kita tertahan dalam cengkeraman sistem komando birokrasi,” tulis Gorbachev. “Kita ditakdirkan untuk melayani ideologi dan menanggung beban berat perlombaan senjata, itu sangat berat,” ujarnya.

Baca Juga: Hari Ini 30 Tahun Lalu, Uni Soviet Runtuh dan Berganti dengan Rusia yang Kita Kenal Sekarang

Gorbachev pun membebaskan tahanan politik, mengizinkan debat terbuka dan pemilihan multi-kandidat, memberi kebebasan kepada orang-orang sebangsanya untuk bepergian, menghentikan penindasan agama, mengurangi persenjataan nuklir, menjalin hubungan lebih dekat dengan Barat dan tidak menentang jatuhnya rezim komunis di negara-negara satelit Eropa Timur.

Namun kebijakan glasnost dan perestroika kemudian berkembang di luar kendalinya. Keterbukaan membuat ketegangan etnis yang telah lama ditekan menjadi berkobar. Hal ini memicu perang dan kerusuhan di tempat-tempat bermasalah seperti wilayah Kaukasus selatan. 

Pemogokan dan kerusuhan buruh diikuti kenaikan harga dan kekurangan barang-barang konsumsi. Sistem otonomi prestroika meruntuhkan Uni Soviet karena berbagai wilayahnya menjadi berani memisahkan diri dan menyatakan kemerdekaan.

Di salah satu titik terendah masa jabatannya, Gorbachev menyetujui tindakan keras terhadap republik-republik Baltik yang bergolak pada awal 1991. 

Kekerasan itu membuat banyak intelektual dan reformis menentangnya. Pemilihan umum yang kompetitif juga menghasilkan politisi populis baru yang menentang kebijakan dan otoritas Gorbachev.

Pemimpin dari pergerakan itu adalah mantan anak didik dan musuh bebuyutannya, Boris Yeltsin, yang kemudian menjadi presiden pertama Rusia.

“Proses merenovasi negara ini dan membawa perubahan mendasar dalam komunitas internasional terbukti jauh lebih kompleks daripada yang diperkirakan semula,” kata Gorbachev kepada bangsa itu saat dia mengundurkan diri.

“Namun, mari kita akui apa yang telah dicapai selama ini. Masyarakat telah memperoleh kebebasan; itu telah dibebaskan secara politik dan spiritual. Dan ini adalah pencapaian yang paling penting, yang belum sepenuhnya kita kuasai adalah karena kita masih belum belajar bagaimana menggunakan kebebasan kita,” ujarnya ketika itu.
 




Sumber : Kompas.com, The Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x