Kompas TV internasional kompas dunia

Tahun 2035, Membaranya Suhu Musim Panas Eropa Tahun Ini akan Jadi Suhu Rata-rata Setiap Musim Panas

Kompas.tv - 26 Agustus 2022, 04:45 WIB
tahun-2035-membaranya-suhu-musim-panas-eropa-tahun-ini-akan-jadi-suhu-rata-rata-setiap-musim-panas
Spanyol dan Portugal mengalami kekeringan paling parah dalam 1.200 tahun terakhir, menurut sebuah penelitian yang terbit pada Senin (4/7/2022). Gelombang panas pemecah rekor Eropa akan menjadi suhu rata-rata musim panas benua itu dalam waktu kurang dari 15 tahun, dengan kekeringan dan kebakaran reguler akan menjadi norma, pun jika negara-negara memenuhi janji tujuan iklim mereka. (Sumber: EPA-EFE via Straits Times)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

BRUSSELS, KOMPAS.TV - Gelombang panas pemecah rekor Eropa akan menjadi suhu rata-rata musim panas benua itu dalam waktu kurang dari 15 tahun. Kekeringan dan kebakaran reguler akan menjadi norma, pun jika negara-negara memenuhi janji tujuan iklim mereka, seperti laporan Bloomberg, Kamis (25/8/2022).

Pada akhir abad ini, musim panas yang khas akan bersuhu 4 derajat Celsius lebih panas daripada tingkat pra-industri. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat target kenaikan suhu dunia, maksimal 1,5 derajat, yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris, menurut laporan oleh Met Office Hadley Centre.

Climate Crisis Advisory Group, sebuah koalisi ilmuwan internasional yang menugaskan laporan tersebut, menyerukan pengurangan cepat dalam emisi pemanasan planet, langkah-langkah untuk menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer dan rencana untuk membekukan kembali Samudra Arktik, yang menderita beberapa pemanasan paling ekstrim hingga saat ini.

"Situasinya masih akan semakin buruk, dengan cuaca di Eropa diprediksi menjadi lebih ekstrem daripada yang terlihat pada musim panas ini," kata David King, ketua CCAG, dalam sebuah pernyataan. "Data ini tidak sepenuhnya menjelaskan ketidakstabilan Arktik, yang sekarang kita ketahui adalah titik kritis global yang dapat memiliki konsekuensi besar bagi seluruh planet."


Masa depan Kutub Utara adalah salah satu ketidakpastian utama bagi para ilmuwan yang mencoba membuat prakiraan perubahan iklim.

Laporan itu muncul di tengah kekhawatiran kemunduran global dalam inisiatif iklim ketika pemerintah bergulat dengan rekor harga energi menyusul serangan Rusia ke Ukraina.

Konsumsi batubara global, misalnya, akan menyamai rekor tahun ini, dengan penggunaan bahan bakar kotor oleh Uni Eropa diperkirakan meningkat 7 persen, menurut Badan Energi Internasional.

Baca Juga: Spanyol dan Portugal Disapu Kekeringan Terparah dalam 1.200 Tahun Terakhir

Ilustrasi suhu panas. Gelombang panas pemecah rekor Eropa akan menjadi suhu rata-rata musim panas benua itu dalam waktu kurang dari 15 tahun, dengan kekeringan dan kebakaran reguler akan menjadi norma, pun jika negara-negara memenuhi janji tujuan iklim mereka. (Sumber: SHUTTERSTOCK)

Pada saat yang sama, menurut Pusat Penelitian Gabungan Uni Eropa, kenaikan suhu berarti membuat Eropa kemungkinan mengalami kekeringan terburuk dalam 500 tahun.

Itu sudah memiliki sejumlah efek nyata, dari panen yang hancur hingga sungai-sungai utama seperti Rhine menjadi tidak dapat dilewati untuk lalu lintas kargo, menjungkirbalikkan rantai pasokan Eropa dan memperparah inflasi yang sudah melonjak.

Pada saat yang sama, kebakaran hutan di Prancis, Spanyol, Portugal, dan Rumania membakar area yang kira-kira setara dengan seperlima Belgia.

Rencana pengurangan emisi jangka panjang Uni Eropa secara luas tetap pada jalurnya, dengan Uni Eropa berniat memangkas gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfer sebesar 55 persen pada akhir dekade ini.

Secara global, negara-negara akan bertemu di Mesir pada bulan November untuk membahas bagaimana memenuhi tujuan iklim yang lebih ketat. Kekhawatirannya adalah, kesepakatan yang ada tidak akan cukup untuk mencegah skenario pemanasan yang lebih ekstrem.

"Risiko cuaca ekstrem, termasuk kebakaran, kekeringan, dan banjir bandang, akan terus meningkat dengan cepat, kecuali emisi gas rumah kaca berkurang secara substansial," kata Peter Stott, ilmuwan dari Met Office.

 



Sumber : Kompas TV/Bloomberg


BERITA LAINNYA



Close Ads x