Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

6 Bulan Perang Rusia-Ukraina: Serangan Tentara Putin Mandek, padahal Sempat Siapkan Pawai Kemenangan

Kompas.tv - 25 Agustus 2022, 21:45 WIB
6-bulan-perang-rusia-ukraina-serangan-tentara-putin-mandek-padahal-sempat-siapkan-pawai-kemenangan
Tentara Rusia menembakkan mortir berat 2S4 Tyulpan self-propelled dari posisi mereka di lokasi yang dirahasiakan di Ukraina. Enam bulan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukan ke Ukraina memulai konflik militer terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. (Sumber: Russia Ministry of Defence)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

MOSKOW, KOMPAS.TV - Saat Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu, banyak yang memperkirakan kemenangan akan cepat diraih pihak Rusia. Namun, enam bulan kemudian, yaitu saat ini, konflik militer terbesar Eropa sejak Perang Dunia II itu berubah menjadi perang hancur-hancuran yang menggetarkan. 

Serangan dan gerak maju pasukan Rusia sebagian besar mandek karena pasukan Ukraina makin menargetkan fasilitas Rusia yang berada jauh di belakang garis depan, termasuk menyerang Krimea yang hampir 9 tahun dikuasai Rusia.

Berikut catatan Associated Press, Kamis (25/8/2022), tentang 6 bulan perjalanan perang di Ukraina 

Serangan Kilat yang Gagal

Ketika Putin mendeklarasikan dimulainya "operasi militer khusus", dia mendesak militer Ukraina untuk berbalik melawan pemerintah di Kiev, yang mencerminkan keyakinan Kremlin bahwa penduduk akan menyambut pasukan Rusia secara luas.

Sebagian pasukan Rusia yang merangsek dari arah Belarusia, hanya 200 kilometer dari Kiev, ibu kota Ukraina, dilaporkan membawa seragam parade untuk persiapan pawai kemenangan.

Harapan itu dengan cepat dihancurkan oleh perlawanan sengit Ukraina, yang didukung  sistem senjata yang dipasok Barat kepada pemerintah Presiden Volodymyr Zelenskyy.

Pasukan lintas udara yang dikirim untuk merebut lapangan udara di sekitar Kiev menderita kerugian besar dan konvoi lapis baja yang membentang di sepanjang jalan raya utama menuju ibu kota dihantam oleh artileri dan pengintai Ukraina.

Meskipun banyak serangan terhadap pangkalan udara dan aset pertahanan udara Ukraina, angkatan udara Rusia  gagal menguasai langit Ukraina secara penuh dan menderita kerugian besar, membatasi kemampuannya untuk mendukung pasukan darat.

Satu bulan memasuki perang, Moskow menarik pasukannya dari daerah dekat Kiev, Kharkiv, Chernihiv dan kota-kota besar lainnya dalam pengakuan diam-diam atas kegagalan serangan itu.

Baca Juga: Zelenskyy Janjikan Perlawanan ke Rusia Tak Berhenti, PM Inggris: Putin Gagal karena Tekad Ukraina

Orang-orang berjalan di sekitar kendaraan militer Rusia yang hancur yang dipasang di pusat kota Kiev, Ukraina, Rabu, 24 Agustus 2022. Pada hari yang sama, Ukraina merayakan hari kemerdekaan atas Uni Soviet. Ironisnya, perayaan hari kemerdekaan tersebut menjadi tragedi karena serangan Rusia yang menewaskan 22 orang. (Sumber: Foto AP/Evgeniy Maloletka.)

Pergeseran Medan Pertempuran

Kremlin kemudian mengalihkan fokusnya ke wilayah Donbas, jantung industri timur Ukraina, di mana separatis yang didukung Moskow  memerangi pasukan Ukraina sejak 2014 setelah aneksasi Rusia atas Semenanjung Krimea.

Mengandalkan keunggulan besar mereka di sektor artileri, pasukan Rusia beringsut maju dalam pertempuran ganas yang menghancurkan wilayah tersebut.

Pelabuhan strategis Mariupol di Laut Azov yang menjadi simbol perlawanan Ukraina jatuh pada bulan Mei setelah pengepungan selama hampir tiga bulan yang membuat kota itu hancur menjadi reruntuhan.

Lebih dari 2.400 pasukan Ukraina di Mariupol yang bersembunyi di pabrik baja raksasa Azovstal kemudian menyerah dan ditawan.

Sedikitnya 53 dari mereka tewas bulan lalu dalam ledakan di sebuah penjara di Ukraina timur, yang disusul saling tuding antara Moskow dan Kiev.

Rusia kini sudah menguasai seluruh wilayah Luhansk, salah satu dari dua provinsi yang membentuk Donbas, dan juga menguasai lebih dari setengah provinsi kedua, Donetsk.

Rusia saat ini menduduki sekitar 20 persen wilayah Ukraina.

"Putin akan mencoba menggigit satu demi satu wilayah Ukraina untuk memperkuat posisi negosiasinya," kata Mykola Sunhurovskyi, seorang analis militer dari think-tank Razumkov Center yang berbasis di Kiev.

Baca Juga: Rusia Tuduh AS Ketakutan Ungkap Bukti Aksi Militan Ukraina Azov, Menyebutnya Tak Manusiawi

Pemimpin Kota Mykhailivka yang ditunjuk Rusia, Ivan Sushko tewas karena bom mobil. (Sumber: The Moscow Times)

"Pesan dia ke Ukraina adalah: Jika Anda tidak duduk untuk berunding sekarang, keadaan akan menjadi lebih buruk dan kami akan mengambil lebih banyak wilayah Anda dan membunuh lebih banyak orang Anda. Dia mencoba untuk meningkatkan tidak hanya tekanan eksternal tetapi juga internal pada pemerintah Ukraina."

Serangan Rusia di wilayah Donbas saat ini melambat karena Moskow terpaksa merelokasi beberapa pasukannya ke daerah-daerah yang diduduki Rusia di selatan untuk menangkis potensi serangan balasan Ukraina.

Pasukan Rusia di awal serangan berbasil merebut wilayah Kherson yang terletak di utara Krimea, serta bagian dari wilayah tetangganya, Zaporizhzhia.

Rusia juga telah memasang pemerintahan sipil pro-Moskow di sana, memberlakukan mata uang Rubel, membagikan paspor Rusia dan meluncurkan persiapan referendum untuk membuka jalan bagi pencaplokan wilayah tersebut.

Tetapi pasukan Ukraina baru-baru ini merebut kembali beberapa petak wilayah, menyerang jembatan strategis dan menargetkan depot amunisi.

Sementara itu, kedua belah pihak saling tuduh menembaki pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia yang diduduki Rusia. Pembangkit listrik tenaga nuklir itu adalah yang terbesar di Eropa, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya bencana nuklir.

"Ukraina memaksa Rusia untuk melakukan pengerahan kembali pasukan secara besar-besaran dan menyebarkannya di sepanjang garis depan, dari Kharkiv hingga Kherson," kata pakar militer Ukraina Oleh Zhdanov. "Sangat sulit untuk meregangkannya dalam jarak yang begitu jauh."

Meskipun Kiev tidak punya cukup senjata untuk melancarkan serangan balasan yang besar, "waktu berpihak kepada Ukraina," katanya. "Semakin lama jeda berlangsung, semakin banyak senjata yang akan diterima Ukraina dari sekutunya."

Baca Juga: Ukraina Rayakan Hari Kemerdekaan dihantui Serangan Udara Rusia, Zelenskyy Pidato Berapi-api

Yelyzaveta Gavenko memeluk ibunya, Nelia Fedorova, korban luka dalam serangan roket Rusia di Kramatorsk, Oblast Donetsk, Ukraina pada 13 Agustus 2022. Serangan ini menewaskan suami Nelia, Oleksiy Fedorova. (Sumber: David Goldman/Associated Press)

Keberhasilan Ukraina

Senjata Barat, termasuk peluncur roket ganda HIMARS AS, meningkatkan kemampuan militer Ukraina, memungkinkannya untuk menargetkan depot amunisi Rusia, jembatan dan fasilitas utama lainnya dengan presisi dan impunitas.

Dalam kemenangan simbolis besar pada bulan April, kapal utama Armada Laut Hitam Rusia, kapal penjelajah rudal Moskva, meledak dan tenggelam saat berpatroli setelah dilaporkan terkena rudal Ukraina. Itu merupakan pukulan berat bagi kebanggaan Rusia dan memaksanya untuk membatasi operasi angkatan laut.

Kemenangan besar lainnya bagi Ukraina datang ketika pasukan Rusia mundur dari Pulau Ular yang strategis, yang terletak di jalur pelayaran dekat Odesa, menyusul serangan Ukraina yang tak henti-hentinya. Pengunduran diri itu mengurangi ancaman serangan Rusia di Odesa, membantu membuka jalan bagi kesepakatan untuk melanjutkan ekspor gandum Ukraina.

Rusia mengalami pukulan baru bulan ini ketika serangkaian ledakan menghantam pangkalan udara dan depot amunisi di Krimea.

Sementara Kiev tidak mengeklaim ledakan itu, tidak ada keraguan tentang keterlibatan Ukraina. Rusia mengakui sabotase berada di balik satu ledakan dan dugaan penanganan amunisi yang tidak aman menyebabkan ledakan lainnya, namun penjelasan itu dibalas ejekan oleh Ukraina.

Ledakan, yang diikuti oleh serangan pesawat tak berawak, menggarisbawahi kerentanan Krimea, yang memiliki nilai simbolis bagi Rusia dan merupakan kunci untuk mempertahankan operasinya di selatan.

Mereka menunjukkan bahwa pasukan Ukraina mampu menyerang jauh di belakang garis depan, dan pejabat Ukraina memperingatkan bahwa jembatan Krimea sepanjang 19 kilometer, yang terpanjang di Eropa, bisa menjadi target berikutnya.

Baca Juga: Serangan Roket Rusia Tewaskan 22 Orang di Hari Kemerdekaan Ukraina

Anak-anak Ukraina menaiki bangkai tank Rusia yang dipamerkan di Kiev, Sabtu (20/8/2022), jelang hari kemerdekaan Ukraina pada 24 Agustus mendatang. (Sumber: Andrew Kravchenko/Associated Press)

Kehidupan yang Terampas dan Tercabik-cabik

Baik Rusia dan Ukraina, sebagian besar fokus pada korban yang mereka timbulkan satu sama lain, menghindari menyebutkan kerugian mereka sendiri.

Namun panglima militer Ukraina, Jenderal Valerii Zaluzhnyi, mengatakan pada hari Senin bahwa hampir 9.000 tentara Ukraina tewas dalam perang tersebut.

Kementerian Pertahanan Rusia terakhir melaporkan korbannya pada 25 Maret, satu bulan setelah perang, ketika dikatakan 1.351 tentara tewas dan 3.825 terluka.

Perkiraan Barat tentang kematian Rusia berkisar antara lebih dari 15.000 hingga lebih dari 20.000 personil, lebih banyak dari kerugian Uni Soviet selama perang 10 tahun di Afghanistan.

Pentagon mengatakan pekan lalu antara 70.000 hingga 80.000 tentara Rusia tewas atau terluka dalam serangan mereka, kerugian yang mengikis kemampuan Moskow untuk melakukan serangan besar.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mencatat lebih dari 5.500 kematian warga sipil dalam perang, tetapi mencatat jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.

Serangan tersebut menciptakan krisis pengungsi pascaperang terbesar di Eropa. Badan pengungsi PBB mengatakan, sepertiga warga Ukraina meninggalkan rumah mereka, dengan lebih dari 6,6 juta mengungsi di dalam negeri dan lebih dari 6,6 juta di seluruh Eropa.

Baca Juga: Rusia Serahkan Bukti Foto Kerusakan PLTN Zaporizhzhia ke PBB, Tuduh Ukraina Jadi Dalang Serangan

Barisan tank Rusia yang dilumpuhkan Ukraina dipamerikan di pusat kota Kiev untuk memperingati Hari Kemerdekaan Ukraina ke-31, jatuh pada hari ini, Rabu (24/8/2022). (Sumber: Evgeniy Maloletka/Associated Press)

Lalu Bagaimana Selanjutnya?

Hasil perang akan tergantung pada kemampuan Rusia dan Ukraina untuk mengumpulkan sumber daya tambahan.

Sementara Ukraina melakukan mobilisasi dan menyatakan tujuan untuk membentuk 1 juta anggota militer, Rusia terus mengandalkan kontingen sukarelawan terbatas, sebuah pendekatan yang mencerminkan kekhawatiran Kremlin bahwa mobilisasi massa dapat memicu ketidakpuasan dan mengacaukan negara.

Moskow memilih langkah-langkah sementara, mencoba mendorong orang untuk menandatangani kontrak dengan militer, semakin melibatkan kontraktor swasta seperti Grup Wagner, dan bahkan diklaim mengumpulkan beberapa tahanan untuk berdinas militer, dipandang sebagai tindakan setengah-setengah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk serangan besar apa pun.

"Kecuali Rusia memobilisasi penduduknya dan memobilisasi industrinya, ia tidak dapat menanggung beban personel dan industri untuk menciptakan kekuatan yang jauh lebih besar dan lebih efektif, dan oleh karena itu, Rusia harus mempertimbangkan bagaimana bertahan pada apa yang dimilikinya saat ini," kata pensiunan Jenderal Inggris Richard Barrons.


Ukraina juga kekurangan sumber daya untuk merebut kembali cepat wilayahnya, dengan Barrons memperkirakan itu bisa memakan waktu hingga tahun depan untuk mengumpulkan kekuatan yang mampu mengusir Rusia.

"Itu hanya dapat dilakukan jika Barat memberikan kemauan politik, uang sekitar 5 hingga 6 miliar dollar per bulan, senjata seperti artileri jarak jauh, amunisi yang mendukung artileri itu dan kemudian memungkinkan logistik dan dukungan medis yang memungkinkan Ukraina membangun negara dengan sejuta tentara," kata Barrons, ketua bersama kelompok konsultan Solusi Pertahanan & Keamanan Universal.

Dia mengatakan Barat harus siap untuk terus mendukung Ukraina untuk waktu yang lama, meskipun harga energi melonjak dan tantangan ekonomi lainnya yang berasal dari sanksi yang dikenakan pada Rusia.

Meninggalkan Ukraina, katanya, akan mengirim pesan "ke Rusia dan China dan semua orang lain bahwa Barat tidak memiliki keberanian untuk membela teman-temannya atau bahkan kepentingannya sendiri."

 




Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x