Kompas TV internasional kompas dunia

"A Better World Is Possible", Full Pidato SBY di Universitas Kebangsaan Malaysia

Kompas.tv - 17 Agustus 2022, 11:05 WIB
a-better-world-is-possible-full-pidato-sby-di-universitas-kebangsaan-malaysia
Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato dalam kuliah umum Universitas Kebangsaan Malaysia, Selasa (16/8/2022). (Sumber: Twitter Universitas Kebangsaan Malaysia)
Penulis : Rofi Ali Majid | Editor : Iman Firdaus

KUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampikan pidato dalam kuliah umum di Universitas Kebangsaan Malaysia, Selasa (16/8/2022).

Dengan tema "A Better World is Possible," eks Ketua Umum Partai Demokrat itu menyampaikan seluruh pidatonya dalam Bahasa Inggris.

Berikut pidato lengkap SBY yang sudah diterjemahkan oleh KOMPAS TV.

A Better World is Possible

Bismillahirrohmanirrohim, 
Assalamualaikum wr.wb

Saya merasa terhormat dan senang berada di sini, di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Saya bersyukur atas kesempatan luar biasa ini, untuk berbicara dengan pihak fakultas dan mahasiswa universitas besar ini.

Sebenarnya, bulan lalu saya telah menerima wakil rektor UKM Profesor Ekhwan, di kediaman saya di Cikeas. Mereka menyampaikan undangan dari rektor UKM, dengan segera dan senang hati saya menerima undangan itu

Saya berterima kasih, saya tahu bahwa UKM secara luas dikenal sebagai salah satu universitas terkemuka di Malaysia dan Asia Tenggara. 

Di sini Anda telah membangun sebuah institusi yang didorong semangat pencarian luar biasa demi keunggulan dan pelayanan terhadap ilmu pengetahuan.

Lulusan dari kampus ini telah menjadi agen kemajuan bagi Malaysia, juga membantu negara Anda dan dunia menjadi tempat yang lebih baik.

Saya menyadari, banyak orang Indonesia yang mulai belajar di sini. Saya ingin berterima kasih kepada fakultas dan mahasiswa UKM, karena sudah membuat mereka merasa diterima di sini.

Tuan dan nyonya,

Omong-omong, saya tidak datang sendiri, saya membawa beberapa rekan dari Indonesia, mantan menteri saya, Dr. Hatta Rajasa, Djoko Suyanto, Prof Purnomo Yusgiantoro, Dr. Andi Malarangeng dan Dr. Dino Patti Djalal.

Saya juga membawa tim voli, ya, Anda tak salah dengar, tim bola voli. 

Saya mencintai olahraga bola voli sepanjang hidup saya. Saya adalah anggota klub voli di sekolah menengah saya, kemudian saya juga bergabung dengan tim voli akademi militer Indonesia. 

Ketika saya menjadi presiden, salah satu kegiatan rekreasi favorit saya adalah bermain bola voli dengan security saya, tentu saja saat mereka sedang tidak bertugas. 

Pada awalnya agak frustasi, karena entah bagaimana mereka akan selalu membiarkan saya menang. Mereka mengalah biar saya senang.

Namun, beberapa saat kemudian, olahraga voli yang saya tekuni menjadi lebih kompetitif sejak Desember 2019.

Setelah meninggalnya istri tercinta saya, Ani Yudhoyono, saya membangun sebuah tim bola voli. Tim ini disebut Lavani atau Love Ani, dinamai dari nama depan istri saya.

Ini adalah tim yang serius dengan atlet yang berdedikasi, dan saya senang mengatakan bahwa Lavani membuat sejarah, memenangkan liga profesional (Proliga) Indonesia 2022 pada debut atau musim pertamanya.

Tim Lavani akan memainkan pertandingan persahabatan di sini, di Malaysia. Saya berjanji kepada mereka, jika mereka menang, mereka semua akan mendapatkan semua nasi lemak yang ingin mereka makan.

Anda semua dipersilakan menonton pertandingan, tetapi jangan gunakan itu sebagai alasan untuk memulai bentrokan.

Tuan dan nyonya,

Selalu menyenangkan berada di sini, di Malaysia. Bagi saya, datang ke Malaysia tak merasa seperti pergi ke luar negeri, rasanya seperti mengambil perjalanan singkat untuk mengunjungi sepupu dekat.

Selama saya menjabat sebagai Presiden Indonesia, mengembangkan hubungan dekat dengan malaysia adalah prioritas kebijakan luar negeri.

Kami membentuk mekanisme diplomatik khusus dalam bentuk pertemuan bilateral tahunan, antara presiden Indonesia dan perdana menteri Malaysia, mekanisme yang terus berlanjut hingga hari ini.

Dari keterlibatan ini, kami dapat mengelola apa yang pada dasarnya disebut sebagai hubungan bilateral yang kaya dan padat, meliputi keamanan, perdagangan, investasi, infrastruktur, pariwisata, pendidikan, pekerja migran dan tentu saja kerjasama ASEAN.

Terlepas dari hubungan baik kami, harus saya akui kadang-kadang saya merasa gugup tentang hubungan ini. Itu biasanya terjadi ketika ada pertandingan sepak bola antara Indonesia dan Malaysia. 

Memutuskan mana tim yang lebih baik adalah isu yang sangat sensitif. Itulah mengapa saya memiliki masalah terkait hubungan Indonesia dan Malaysia. 

Sementara, tentu saja saya berpendapat ingin menjauh dari subjek itu hari ini. Saya takut untuk menyebutnya.

Baca Juga: Rusia Tidak Perlu Gunakan Senjata Nuklir di Ukraina, kata Menhan Sergei Shoigu

Tuan dan nyonya,

Hari ini, saya ingin berbagi pemikiran saya dengan Anda, tentang beberapa masalah global yang menentukan hidup kita hari ini, dan bagaimana kita dapat membuatnya jadi lebih baik. 

Tema pidato saya adalah "A Better World is Possible," Kita bisa membuat dunia kita lebih baik.

Izinkan saya memulai dengan observasi ini. 

Saat saya melihat keadaan dunia sekarang, sulit untuk merasakan optimisme yang luar biasa. Seorang anak muda, baru-baru ini bercerita kepada saya. 

Dia melihat keadaan buruk 15 juta pengungsi Ukraina, pembunuhan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, kekacauan politik di Sri Lanka, penembakan anak-anak SD di Uvalde, Amerika Serikat (AS), serta inflasi AS naik pada tingkat tertinggi dalam empat dekade terakhir.

Melihat semua ini, mereka merasa agak tertekan dengan kondisi dunia, itu perasaan yang dibagikan oleh banyak rekan-rekannya di seluruh dunia.

Agar lebih jelas, dunia tampaknya tidak menuju ke arah yang benar, tentu saja tidak menjadi lebih baik, bahkan sebenarnya mungkin bakal kian buruk.

Setidaknya dalam waktu dekat, kita siap untuk melihat lebih banyak kesulitan ekonomi, lebih banyak "teka-teki" kebijakan dan lebih banyak masalah lingkungan.

Izinkan saya menyorot, setidaknya tiga bidang utama, yang menghadirkan tantangan bagi masyarakat internasional, yaitu: ekonomi, geopolitik dan iklim.

Tantangan pertama adalah meningkatnya persaingan geopolitik yang berbahaya, kita memasuki era baru persaingan kekuatan besar.

Beberapa pakar telah mulai berbicara tentang Perang Dingin 2.0, Perang Dingin baru, atau perdamaian panas, dalam kaitannya dengan perkembangan ini. Agar lebih nyaman, kita sebut saja situasi ini sebagai resesi geopolitik.

Perang Ukraina telah meresmikan resesi geopolitik ini, juga meningkatkan eskalasi ke level berikutnya. Persaingan kekuatan besar sekarang memasuki fase berbahaya, tarifnya meningkat, biayanya lebih mahal, taruhannya lebih tinggi.

Ini adalah kompetisi sistematis, dengan pola pikir zero-sum, yang berarti satu pihak harus menang dan pihak lain harus kalah.

Hubungan antar-kekuatan besar ditandai dengan konflik yang intensif, meningkatkan persaingan, membuahkan rasa tidak aman, sehingga tumbuh rasa saling tidak percaya.

Dalam persaingan macam ini, kita juga melihat lebih banyak sektor yang diberi suplai amunisi demi keuntungan strategis, seperti keuangan, komoditas, energi, investasi, makanan, dan bahkan sektor antariksa. Masing-masing didorong oleh kebanggaan dan emosi.

Kita harus berharap untuk melihat lebih banyak keahlian, yang memberikan kalkulasi potensi kesalahan. Kita melihat ini dalam kasus ketegangan Taiwan, di mana kami yakin akan memperburuk hubungan AS dengan Cina di masa mendatang.

Pagi ini saya melihat BBC, menceritakan tentang hari kemarin, ketika China melakukan latihan militer di seputar Taiwan. Itu dilakukan untuk menanggapi kunjungan lima DPR AS, sehari sebelumnya.

Unjuk kemampuan militer ini, bukan hal seperle jika kita memperhitungkan beberapa banyak senjata nuklir yamilik pihak yang bertikai. 

Persaingan geostrategis ini, saya khawatir, menjadi keretakan semi permanen dari sistem internasional.

Bahkan, jika entah bagaimana Perang Ukraina secara ajaib, misal berakhir besok, persaingan strategis antara Barat dan Rusia bakal memiliki situasi yang mirip, di mana ketidakpercayaan bakal berjalan stagnan.

Tuan dan nyonya,

Bahkan dalam situasi persaingan geopolitik yang belum tuntas, kita juga harus bersiap menghadapi momok lainnya, terkait kemungkinan resesi ekonomi dunia.

Pada akhir tahun 2021, semua memiliki harapan tinggi untuk ekonomi dunia yang lebih baik di tahun 2022, setelah kian banyak vaksin diproduksi. Kendati ada masalah ketidakadilan vaksin, miliaran orang sudah divaksinasi.

Lockdown dicabut, bisnis dan sekolah dibuka kembali, lalu lintas udara kembali booming dan banyak sektor ekonomi, termasuk Malaysia dan Indonesia sedang tumbuh kembali.

Namun, saat dunia mulai pulih, kita tiba-tiba dilanda krisis ganda. Ini datang dari riset pandemi, yang menghantam keras beberapa negara, juga dampak dahsyat dari perang Ukraina.

Ada juga ancaman dari penyakit baru yang menyebar, cacar monyet, yang telah dinyatakan sebagai darurat kesehatan global oleh WHO. 

Perang Ukraina menyebabkan krisis di tiga sektor, energi, pangan dan keuangan. Harga gandum, jagung, pupuk, minyak goreng telah naik.

Harga minyak naik secara signifikan dan begitu juga harga gas meningkat. Harga pangan dan energi telah menyebabkan krisis biaya hidup di banyak negara.

Beberapa negara diuntungkan dari kenaikan harga komoditas, seperti minyak sawit dan batu bara, tetapi ini hanya momentum sesaat.

Kita melihat inflasi tinggi sepanjang waktu, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang. Sementara itu, total utang global mencapai rekor tertinggi, lebih dari 300 triliun dolar AS, melonjak 100 triliun dolar AS alias kenaikan tertinggi sejak Perang Dunia II.

Kekhawatiran sebenarnya adalah bahwa 30 pasar negara berkembang dan 60 persen ekonomi berpenghasilan rendah berada dalam posisi risiko tinggi kesulitan utang atau gagal bayar. Sehingga 100 negara harus mengurangi pengeluarannya di bidang pendidikan, perlindungan sosial, dan kesehatan masyarakat.

Untuk beberapa negara berpenghasilan rendah, itu juga bisa diartikan meningkatnya kelaparan dan kerawanan pangan selama krisis.

Dampak sosial dan politik dari semua ini tidak dapat diremehkan. Baru bulan lalu, IMF memperingatkan bahwa dunia mungkin berada di ambang resesi ekonomi, di mana AS, Eropa dan Cina, telah mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat daripada yang diprediksi sebelumnya.

Ini juga menimbulkan ketimpangan yang lebih besar. Saya terkejut mengetahui dari Laporan Ketidaksetaraan PBB, bahwa pada 2021, kenjangan global tetap sangat mencolok.

Laporan yang sama mengatakan, satu persen data teratas, mengambil 38 persen dari semua kekayaan tambahan, akumulasi sejak pertengahan 1990-an alias tanpa akselerasi hingga 2020. Tidak ada satu strategi pun yang cukup, untuk menyelesaikan masalah lama kita. 

Sejak Millennium Development Goals (MDGs), berakhir pada 2015, lebih dari 190 pemimpin telah berkomitmen untuk agenda baru pembangunan 2030.

Mereka mengadopsi 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) untuk membantu kita semua mengakhiri kemiskinan ekstrim, melawan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta  memperbaiki perubahan iklim.

Saya sebenarnya terlibat dalam membingkai SDGs, melalui peran saya sebagai ketua bersama panel tingkat tinggi orang-orang terkemuka PBB, dalam agenda pembangunan pasca-2015, bersama Perdana Menteri David Cameron dari Inggris dan Presiden Johnson Sirleaf dari Liberia.

Saat itu, saya secara sadar ingin memastikan bahwa pembangunan, di manapun di dunia ini, dalam 15 tahun ke depan harus mengarah pada nol kemiskinan ekstrim, memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan melindungi keamanan manusia.

Tuan dan nyonya,

Semua tadi adalah situasi suram yang sedang kita hadapi, serupa dengan krisis di masa lalu. Terakhir kali kita mengalami krisis ekonomi dalam skala global seperti itu pada 2008, ketika krisis keuangan global meletus.

Krisis ini menyebabkan kerugian lebih dari 2 triliun dolar AS dari ekonomi global. Itu menyebabkan kerugian besar, resesi yang diikuti oleh krisis hutang di Eropa.

Saat itu, saya sudah empat tahun menjalani masa jabatan pertama saya sebagai Presiden Indonesia. Saya langsung  merespon dengan mengatur pengeluaran pemerintah dalam negeri, menjaga kebijakan moneter kita dengan hati-hati, dan menyampaikan pesan untuk mencegah PHK besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan.

Itu adalah saat yang sulit, tetapi alhamdulillah, meskipun ada krisis keuangan global, ekonomi indonesia terus tumbuh sekitar enam persen. Kami mampu meminimalkan dampak krisis ekonomi global.

Respon lain indonesia adalah di kancah internasional, membentuk ulang G20 sebagai instrumen untuk mengelola ekonomi global. Ini adalah tantangan yang sangat sulit. Jelas ada pengakuan bahwa lanskap ekonomi dunia telah berubah. G7 sendiri, tidak dapat membuat semua keputusan ekonomi untuk seluruh dunia.

Saya pribadi mendorong keras untuk opsi G20, bukan G8 plus, G13, atau kelompok lainnya. Alhamdulillah, pada akhirnya opsi G20 disetujui, kebijakan G20 akhirnya membantu menyembuhkan resesi global dan menghindari depresi global.

G20 memfasilitasi kerja sama global strategis pada saat kritis, di mana itu sangat dibutuhkan, sekaligus menunjukkan apa yang bisa dicapai ketika 20 ekonomi terbesar, yang terdiri dari negara maju dan berkembang, bekerja sama dengan tingkat kepercayaan yang baik untuk tujuan bersama.

Inilah yang hilang saat ini, berbeda dengan 2008, G20 terpecah dan diliputi dalam situasi konfrontasi. 

Dengan cara sanksi, perang ekonomi, massa sedang terbelah, nafsu untuk kerjasama rendah, proses dialog berlangsung kaku penuh ketidakpercayaan, diliputi kebencian. Hari ini jauh lebih sulit untuk menemukan kesepakatan, jauh lebih sulit untuk bekerja sama.

Tuan dan nyonya,

Saya telah menyebutkan keamanan geopolitik, pandemi, ekonomi dan kesetaraan.

Saya sekarang ingin berbicara tentang masalah kritis zaman ini, yaitu perubahan iklim. Bahaya terbesar bagi umat manusia adalah apakah generasi masa depan lebih baik atau tidak. Generasi masa depan berarti generasi pelajar.

Generasi anak-anak Anda akan hidup di dunia mendidih yang akan naik empat derajat celsius, lebih panas dibanding masa pra-industri. 

Empat derajat dunia akan menjadi bencana besar bagi umat manusia, itu akan membawa kerusakan yang tak terbayangkan untuk industri pertanian, infrastruktur, kesehatan dan keanekaragaman hayati. Pada dasarnya, semua planet bumi kita akan menjadi tidak layak huni.

Seperti yang Anda semua tahu, pada 2015, komunitas internasional menandatangani perjanjian iklim di Paris. Saya secara pribadi terlibat dalam momen bersejarah itu, Paris Climate Conference, dalam kapasitas saya sebagai Presiden Global Green Growth Institute. 

Dalam perjanjian bersejarah ini, semua negara sepakat menetapkan target yang akan membatasi kenaikan suhu suhu air hingga 1,5 derajat celsius atau lebih rendah. Dunia akan tetap lebih panas, tentu saja, tetapi akan dapat ditinggali dan dikelola.

Komunitas internasional harus mencapai net zero world pada pertengahan abad ini. Menurut para ilmuwan, untuk mencapai semua itu, kita harus memangkas separuh emisi global pada dekade depan, lalu memngurangi setengahnya lagi pada dekade berikutnya, dan setengahnya lagi pada dekade berikutnya atau tahun 2050.

Ini akan menjadi upaya besar yang belum pernah dilakukan oleh komunitas bangsa-bangsa sebelumnya. 

Setiap negara perlu menjadi bagian dari upaya global ini dan semua orang perlu mengubah pola pikir mereka.

Tuan dan nyonya, 

Ada banyak perdebatan dan ketidaksepakatan tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan serta pemerataan.

Saya percaya, sangat mungkin untuk mengembangkan model yang akan memberi keberlanjutan, pertumbuhan dan pemerataan. Saya akan menyebut model ini sebagai sustainable growth with equity.

Saya percaya ini adalah resep yang tepat untuk mencapai apa yang PBB sebut sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Pemerataan sangat penting karena ini tentang keadilan, ini adalah tentang keadilan.

Pertumbuhan ekonomi dan keadilan yang saling memperkuat, dan partisipasi pelaku ekonomi dalam suatu yang inklusif dan komprehensif, akan meningkatkan keadilan dan kesinambungan pertumbuhan, juga mengurangi ketidaksetaraan dan gap pembangunan, seperti tujuan keseimbangan ekonomi sosial dan lingkungan.

Untuk mencapainya, kita memerlukan perubahan yang transformasional, tidak hanya inkrimental. Hal ini dapat dicapai jika negara-negara, komunitas, pengusaha, dan individu, mengadopsi transisi hijau secara ambisius, yang akan mendekarbonisasi ekonomi dan cara hidup mereka.

Ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa negara-negara dapat mencapai transisi hijau dan mencatat pertumbuhan tinggi pada saat yang sama.

Green ekonomi menghasilkan lebih banyak pekerjaan, pekerjaan yang lebih baik, di mana berarti lebih banyak kesetaraan bagi masyarakat kita.

Kuncinya adalah politik kemauan dan kapasitas untuk merangkul transisi menuju negara-negara masa depan yang bebas karbon dan masa depan net zero.

Negara yang merangkul sejak awal, saya tegaskan, negara-negara yang merangkul sejak awal akan memetik manfaat lebih awal dan lebih cepat. Sementara negara-negara yang mengabaikannya, bakal mendapati diri mereka tertinggal di belakang.

Tuan dan nyonya,

Saya sangat khawatir tentang arah dari perang Ukraina. Tampaknya tidak ada persatuan global yang menghentikan perang ini.

Jika situasinya berlanjut dan tidak ada kekuatan eksternal yang dapat menghentikan permusuhan ini, saya takut akan muncul perang total, Perang Dunia III, sekali lagi, Perang Dunia III.

Dalam pandangan saya, dunia, dalam hal ini pemimpin dunia, harus peduli dan bertindak. Namun, tindakan itu tak boleh menempatkan dunia dalam keadaan berbahaya.

Seperti bagi saya, sebagai seorang mantan pemimpin, saya juga mencoba melakukan sesuatu, mengirim surat ke Club de Madrid, sekelompok mantan presiden dan perdana menteri demokratis, untuk bekerja sama mencari solusi masalah dunia.

Saya senang, Club de Madrid merespon proposal saya secara positif. Sebenarnya, kerangka kerja yang lebih besar untuk mencegah krisis dunia diperlukan, terutama terkait dengan geopolitik dan keamanan internasional.

Tampaknya, kita harus kembali ke hal dasar, kembali ke dasar, dan resolusi konflik rusia-barat, solusi yang akhirnya dapat diterima oleh kedua belah pihak yang terjebak dalam permusuhan hari ini.

Terlepas dari semua konflik yang sudah sebutkan, terlepas dari konflik di seluruh dunia, meskipun ada situasi mematikan, selalu ada harapan, perdamaian selalu mungkin, Anda hanya perlu bersabar dan teruslah bekerja. 

Ini yang terjadi di Aceh pada masa kepresidenan saya. Aceh adalah provinsi di indonesia yang telah dibebani okonflik berlarut sepanjang 30 tahun. Sebelum tahun 2004, kami mencoba pembicaraan damai, masing-masing gagal. 

Kami mencoba tindakan militer, tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Situasinya justru kian memburuk ketika jumlah korban jiwa meningkat.

Namun, saya tetap percaya akan perlunya perdamaian. Setelah tsunami mematikan pada 2004, kami bertemu pemerintah baru dengan format negosiasi baru.

Pada pertengahan 2005, setelah beberapa negosiasi yang sangat sulit, tetapi dengan menjaga itikad baik, pemerintah Indonesia dan GAM akhirnya bersepakat menandatangani penyelesaian politik permanen secara damai, berdasarkan otonomi khusus untuk Aceh. Itu dibangun dengan perdamaian.

Kedamaian terjaga hingga hari ini, mantan kombatan telah menjadi teman dan tetangga. Jika kita tidak percaya pada nilai perdamaian dan melakukan kampanye militer sebagai gantinya, Aceh hingga saat ini pasti masih dilanda perang.

Pelajaran yang dipetik adalah kita harus tetap percaya dan mendedikasikan diri untuk perdamaian, percaya bahwa selalu ada cahaya di ujung lorong, tidak peduli berapa panjang lorong itu, tuan dan nyonya.

Baca Juga: SBY dan AHY Tak Hadiri Upacara HUT ke-77 RI di Istana Negara, Ini Alasannya

Seperti untuk kita di Asia Tenggara, naif untuk mengharapkan kawasan kita akan benar-benar steril dari perkembangan baru-baru ini.

Pada kenyataannya, di tengah perkembangan baru-baru ini, signifikansi strategis Asia Tenggara menjadi lebih penting. Kita harus mengharapkan upaya negara-negara besar, untuk menarik ASEAN sebagai sebuah kelompok, serta sebagai negara negara, pada arah yang sama. 

10 negara ASEAN sekarang memiliki populasi lebih dari 662 juta jiwa, dengan PDB gabungan 3.2 triliun dolar AS, menjadikannya sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia.

Ekonomi tentu saja berhubungan dengan ketahanan diplomatik dan politik, selain juga bisa diterjemahkan sebagai kepercayaan diri dan regionalisme yang lebih kuat.

Sehingga, saya akan mengandaikan bahwa kapasitas ASEAN, untuk menghadapi senapan atau kekuatan besar di wilayah ini, jauh lebih baik dari beberapa dekade lalu.

Namun, resesi geopolitik yang telah terbukti hadir, menjadi tantangan bagi ASEAN tahun ini. 

Bagaimana ASEAN akan merespon, bagaimana kita mencegah atau setidaknya meminimalkan persaingan kekuatan besar di wilayah kita, dapatkah kita membuat mereka setidaknya bekerja sama di Asia Tenggara?

Bagaimana ASEAN dapat tetap berada sebagai pengendali di wilayah kita sendiri? Bagaimana kita memanfaatkan berbagai arsitektur regional, untuk memastikan stabilitas perdamaian dan kerjasama di dalam dan luar Asia Tenggara>

Ini bukanlah pertanyaan yang mudah, tetapi ini tentu pertanyaan yang harus dihadapi oleh para pemimpin ASEAN  dengan dan memberikan beberapa jawaban ketika mereka bertemu pada akhir tahun ini.

Tuan dan nyonya,

Sebagai penutup, saya telah menunjukkan bahwa dunia tempat kita hidup saat ini menghadapi semua tantangan kompleks ini: resesi geopolitik, masalah keamanan internasional, masalah ekonomi dan berbagai komplikasi lingkungan.

Namun, sebagai mantan kepala negara dan kepala pemerintahan, saya selalu percaya dunia yang lebih baik sangat mungkin. 

Pesan saya adalah dunia yang lebih baik adalah mungkin, jika semua tantangan itu dapat diatasi, dengan tatanan dunia yang sehat dan adil yang efektif.

Memang, tatanan dunia abad ke-21 yang tahan lama dan damai akan tergantung pada bagaimana kita melawan pola pikir zero-sum yang tidak sehat dari abad ke-19 dan abad ke-20. Di mana kekuatan akan selalu disertai dengan konflik baru dan perang, kita perlu menemukan jalan baru ke depan. 

Saya menyebut agenda ini sebagai pengantar geopolitik kerjasama, di mana kekuatan besar, menengah dan kecil, berinteraksi atas dasar kesamaan mereka, alih-alih perbedaan, dengan pola pikir berwawasan ke depan dan meninggalkan permainan zero sum mereka untuk mendapatkan win-win solution.

Anda tahu, saya sebenarnya tidak keberatan dengan kekuatan besar dan semua kekuatan yang bersaing di wilayah kami. Begitu lama mereka bersaing untuk perdamaian demi kemajuan ekonomi dan kemakmuran bersama.

Ini berarti, kami menyambut mereka tidak untuk saling menolak satu sama lain, tetapi bersaing di wilayah kita dengan cara yang positif, menyebarkan sub-kekuatan mereka untuk melakukan lebih banyak perdagangan, investasi, pertukaran pelajar dan pariwisata serta transfer teknologi,

Kian banyak mereka melakukan ini, kian banyak pula manfaat yang kita dapatkan, kian banyak orang yang menang, dan kian banyak pula kedamaian.

Sebagai kesimpulan, tuan dan nyonya,

Saya ingin mengatakan bahwa untuk mempromosikan politik kerja sama Anda, kita perlu menghindari defisit kepercayaan yang semakin melebar dan mengembangkan kepercayaan strategis antar negara.

Kepercayaan strategis tidak berkembang dalam semalam, mereka tumbuh dari upaya yang memakan waktu, dari pertemuan dan pembicaraan yang tak terhitung jumlahnya.

Dari pengalaman bekerja sama, yang mengarah pada saling pengertian, mereka melibatkan proses yang panjang dan tebal, menerima setiap proses demonstrasi terus-meneru dari niat baik.

Kepercayaan strategis tumbuh dari kepercayaan yang berlanjut, membangun langkah-langkah dan keberhasilan dalam pengelolaan dan penyelesaian konflik.

Selama kita masih membahas bagaimana mencapai apa yang disebut kerjasama geopolitik dunia yang lebih baik, dunia yang lebih baik adalah sangat mungkin.

Terima kasih, 
Wassalamualaikum wr.wb

Baca Juga: Putin Kecam Dominasi AS, Sebut Petualangan Washington di Taiwan Picu Ketidakstabilan Global

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x