Kompas TV internasional kompas dunia

Cacar Monyet di Eropa Tak Separah di Afrika, WHO Bimbang Pertimbangkan Status Darurat Global

Kompas.tv - 21 Juli 2022, 20:30 WIB
cacar-monyet-di-eropa-tak-separah-di-afrika-who-bimbang-pertimbangkan-status-darurat-global
Para pejabat Afrika mengatakan mereka sudah memperlakukan epidemi benua itu sebagai keadaan darurat. Tetapi para ahli di tempat lain mengatakan cacar monyet versi ringan di Eropa, Amerika Utara dan sekitarnya membuat deklarasi darurat tidak perlu, bahkan jika virus tidak dapat dihentikan. (Sumber: CDC via AP)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

LONDON, KOMPAS.TV — Komite darurat WHO bersidang untuk kali kedua, mempertimbangkan apakah akan menyatakan cacar monyet sebagai krisis global, Kamis (21/7/2022). Dalam sidang itu, beberapa ilmuwan menyatakan, perbedaan mencolok antara wabah di Afrika dan di negara maju akan memperumit koordinasi dan respons.

Melansir Straits Times, para pejabat Afrika mengatakan mereka sudah memperlakukan epidemi benua itu sebagai keadaan darurat. Tetapi para ahli di tempat lain justru menyebut cacar monyet versi ringan di Eropa, Amerika Utara dan sekitarnya membuat deklarasi darurat tidak perlu, bahkan jika virus tidak dapat dihentikan.

Pejabat Inggris baru-baru ini menurunkan penilaian mereka terhadap penyakit tersebut, mengingat tingkat keparahannya yang rendah.

Cacar monyet bercokol selama beberapa dekade di beberapa bagian Afrika tengah dan barat, di mana hewan liar yang sakit kadang-kadang menginfeksi orang-orang di daerah pedesaan dalam epidemi yang relatif terkendali.

Penyakit di Eropa, Amerika Utara dan sekitarnya beredar setidaknya sejak Mei di antara pria gay dan biseksual.

Baca Juga: Cacar Monyet di Eropa Melonjak Tiga Kali Lipat, WHO Minta Tindakan Segera

Epidemi di negara-negara kaya kemungkinan dipicu oleh seks di dua pesta rave di Spanyol dan Belgia.

Beberapa ahli khawatir, perbedaan ini dan perbedaan lain mungkin dapat memperdalam ketidakadilan medis yang ada antara negara miskin dan kaya.

Sekarang ada lebih dari 15.000 kasus cacar monyet di seluruh dunia. Sementara Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan negara-negara lain membeli jutaan vaksin cacar monyet, tidak ada yang pergi ke Afrika. Padahal, versi cacar monyet yang lebih parah telah menewaskan lebih dari 70 orang.

Negara-negara kaya belum melaporkan kematian akibat cacar monyet.

"Apa yang terjadi di Afrika hampir seluruhnya terpisah dari wabah di Eropa dan Amerika Utara," kata Dr. Paul Hunter, profesor kedokteran di Universitas East Anglia Inggris yang sebelumnya memberi nasihat kepada WHO tentang penyakit menular.


WHO minggu ini mengatakan di luar Afrika, 99 persen dari semua kasus cacar monyet yang dilaporkan terjadi pada pria dan di antaranya, 98 persen pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain.

Baca Juga: Amerika Serikat Umumkan Langkah Lebih Lanjut untuk Melawan Wabah Cacar Monyet

Organisasi Kesehatan Dunia WHO hari Selasa, (14/6/2022) secara resmi akan mengganti nama penyakit cacar monyet, mengingat kekhawatiran tentang stigma dan rasisme seputar virus yang telah menginfeksi lebih dari 1.600 orang di lebih dari dua lusin negara (Sumber: Straits Times)

Namun, penyakit ini dapat menginfeksi siapa saja yang dekat, dan kontak fisik dengan pasien cacar monyet, terlepas dari orientasi seksual mereka.

"Dalam jaringan seksual gay yang sangat aktif ini, Anda memiliki pria yang benar-benar tidak ingin orang tahu apa yang mereka lakukan dan mungkin tidak selalu tahu dengan siapa mereka berhubungan seks," kata Hunter.

Beberapa dari pria itu mungkin menikah dengan perempuan atau punya keluarga yang tidak mengetahui aktivitas seksual mereka, yang "membuat pelacakan kontak menjadi sangat sulit dan bahkan hal-hal seperti meminta orang untuk maju ke depan untuk pengujian," kata Hunter, menjelaskan mengapa vaksinasi mungkin cara yang paling efektif untuk mematikan wabah.

Itu mungkin tidak terjadi di Afrika, di mana data terbatas menunjukkan bahwa cacar monyet terutama menyerang manusia dari hewan yang terinfeksi.

Meskipun para ahli Afrika mengakui mereka mungkin kehilangan kasus di antara laki-laki gay dan biseksual, mengingat pengawasan terbatas dan stigmatisasi terhadap orang-orang LGBTQ, pihak berwenang mengandalkan langkah-langkah standar seperti isolasi dan pendidikan untuk mengendalikan penyakit.



Sumber : Kompas TV/Straits Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x