Kompas TV internasional kompas dunia

Kehadiran Jokowi Dinilai Angin Segar bagi Ukraina-Rusia: Momentum Exit Strategy Tanpa Rasa Malu

Kompas.tv - 29 Juni 2022, 15:45 WIB
kehadiran-jokowi-dinilai-angin-segar-bagi-ukraina-rusia-momentum-exit-strategy-tanpa-rasa-malu
Presiden Jokowi akan menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada akhir Juni 2022. (Sumber: Tangkapan layar konferensi pers Kemenlu RI)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kehadiran Presiden Joko Widodo ke Kiev maupun ke Moskow akan menjadi angin segar bagi Ukraina dan Rusia yang tengah berperang.

Demikian pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia Evi Fitriani dalam keterangannya di KOMPAS TV.

“Karena memang tadi saya bilang selama ini belum ada negara yang bisa dipercaya mencoba menjadi mediator,” kata Evi Fitriani, Rabu (29/6/2022).

Sebelumnya dalam perang Ukraina dan Rusia, memang sudah ada pihak lain yang mencoba mendamaikan kedua negara tersebut.

Seperti halnya Turki dan Jerman yang merupakan negara-negara NATO.

Baca Juga: Jokowi Tiba di Kiev, Akan Bertemu Zelensky di Istana Mariyinsky, Ini Jadwalnya

Namun bagi Rusia, kata Evi, kehadiran sejumlah negara tersebut dalam posisi konflik yang dihadapi dengan Ukraina dianggap tidak netral.

Sehingga serangan-serangan Rusia masih berlanjut terhadap Ukraina pasca upaya sejumlah pihak tersebut.


 

“Terutama oleh Rusia, itu dianggap ya dari pihak sebelah (NATO),” ujar Evi.

Berbeda dengan kehadiran Presiden Jokowi, pemimpin Asia yang selama ini tidak pernah mendiskreditkan kedua belah pihak.

Bagi Ukraina dan Rusia, kata Evi, kehadiran Presiden Jokowi dianggap sebagai pihak yang netral.

Baca Juga: Jokowi Tiba di Ukraina: Misi Perdamaian Ini dengan Niat Baik, Semoga Dimudahkan

“Ini sebagai langkah angin segar bagi kedua belah pihak, bahwa akhirnya ada momentum pihak yang lain, yang kira-kira bisa menawarkan exit strategy yang membuat kedua belah pihak tidak malu,” ujarnya.

Sebab dalam perang, lanjut Evi, harus ada exit strategy untuk bagaimana keluar dari perang itu.

“Biasanya kan kalau sudah menang, keluar, nah ini menangnya belum tercapai, berlarut-larut dan kita tidak ingin berlarut-larut,” ucapnya.

“Sebenarnya exit strategy yang ditawarkan adalah momentum, pihak ketiga yang dianggap netral, kredibel, trustable (dapat dipercaya), dan itu meminta kedua belah pihak berhenti karena dampak yang luar biasa terhadap dunia dan termasuk juga pada rakyat mereka.”

Baca Juga: Roy Suryo Akan Diperiksa Polisi soal Foto Stupa Candi Borobudur Mirip Jokowi Besok

Bukan hanya itu, Evi menilai, perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina juga merugikan bagi negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin.

“Karena perang ini itu sebetulnya merugikan Rusia dan merugikan Ukraina tentu saja, yang untung hanya negara-negara barat penghasil senjata, itu yang untung saat ini,” katanya.

“Cuma untuk berhenti ini tidak mungkin, Rusia itu tidak punya exit strategy saat ini, itu apa alasannya dia berhenti, menang belum, masa berhenti di tengah jalan.”

Oleh karena itu, Evi mengatakan meskipun Jokowi dalam kehadirannya tidak mempunyai materiil untuk memaksa Rusia dan Ukraina menghentikan perang, tapi ia menunjukkan Indonesia mempunyai moral.

Baca Juga: Keberanian Ibu Negara Iriana Ikut Jokowi ke Ukraina, Ini 3 Maknanya

“Kita punya kekuatan moral untuk mengatakan this is momentum, momentum ini yang paling baik,” ucap Evi.

Selain itu, Evi menambahkan ada lagi yang bisa dimainkan Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Rusia. Yaitu soal keinginan Rusia untuk hadir di KTT G20 di Bali yang ditentang oleh negara-negara G7.

“Indonesia bisa menggunakan ini sebagai daya tawar, kalau Anda mau hadir, supaya nanti kondisi tidak memburuk menjelang summit ya harus berhenti sekarang,” kata Evi.

“Karena enggak mungkin Presiden Rusia hadir sementara prajuritnya berperang.”




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x