Kompas TV internasional kompas dunia

WHO: Covid-19 Merampas Hampir 15 Juta Jiwa Dua Tahun Terakhir, Lebih Dua Kali Lipat Angka Resmi

Kompas.tv - 5 Mei 2022, 21:29 WIB
who-covid-19-merampas-hampir-15-juta-jiwa-dua-tahun-terakhir-lebih-dua-kali-lipat-angka-resmi
Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. Organisasi Kesehatan Dunia pada Kamis, 5 Mei 2022 memperkirakan bahwa hampir 15 juta orang tewas baik oleh virus corona atau oleh dampaknya pada sistem kesehatan yang kewalahan dalam dua tahun terakhir, lebih dari dua kali lipat jumlah kematian resmi 6 juta orang tewas. (Sumber: AP Photo/Nardus Engelbrecht, File)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Iman Firdaus

Tim yang dipimpin oleh para peneliti Kanada memperkirakan jumlah sebenarnya dari kematian akibat Covid-19 di India ada lebih banyak lagi, diperkirakan ada 3 juta kematian akibat virus corona yang tak terhitung di India saja.

Beberapa negara, termasuk India, memperdebatkan metodologi WHO untuk menghitung kematian akibat Covid-19, dan menolak gagasan ada lebih banyak kematian daripada yang dihitung secara resmi.

Awal pekan ini, pemerintah India merilis angka baru yang menunjukkan ada 474.806 kematian lebih banyak pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun tidak mengatakan berapa banyak yang terkait dengan pandemi.

India tidak merilis perkiraan kematian untuk tahun 2021, ketika varian delta yang sangat menular menyapu negara itu, menewaskan ribuan orang.

Baca Juga: WHO: Covid-19 Terus Menurun, Kecuali di Amerika dan Afrika

Satu jenazah menunggu untuk dikremasi di New Delhi, India, Rabu, 21 April, 2021. WHO memperkirakan hampir 15 juta orang tewas baik oleh virus corona atau oleh dampaknya pada sistem kesehatan yang kewalahan dalam dua tahun terakhir, lebih dari dua kali lipat jumlah kematian resmi 6 juta. (Sumber: AP Photo)

Albert Ko dari Yale School of Public Health mengatakan angka yang lebih baik dari WHO mungkin juga menjelaskan beberapa misteri yang masih ada tentang pandemi, seperti mengapa Afrika tampaknya menjadi salah satu yang paling sedikit terkena virus, meskipun tingkat vaksinasinya rendah.

“Apakah angka kematian begitu rendah karena kita tidak dapat menghitung kematian atau adakah faktor lain yang menjelaskan hal itu?” katanya, menambahkan jumlah kematian di negara-negara kaya seperti Inggris dan Amerika Serikat membuktikan sumber daya saja tidak cukup untuk menahan wabah global.

Bharat Pankhania, seorang spesialis kesehatan masyarakat di Universitas Exeter Inggris, mengatakan kita mungkin tidak akan pernah mendekati jumlah sebenarnya dari Covid-19, terutama di negara-negara miskin.

“Ketika Anda memiliki wabah besar di mana orang mati di jalanan karena kekurangan oksigen, mayat ditinggalkan atau orang harus dikremasi dengan cepat karena kepercayaan budaya, kita akhirnya tidak pernah tahu berapa banyak orang yang meninggal,” jelasnya. .

Meskipun Pankhania mengatakan perkiraan jumlah kematian akibat Covid-19 saat ini masih kecil dibandingkan dengan pandemi flu Spanyol 1918, ketika para ahli memperkirakan hingga 100 juta orang meninggal, Pankhania mengatakan fakta bahwa begitu banyak orang meninggal meskipun ada kemajuan pengobatan modern, termasuk vaksin, menurutnya, sungguh memalukan.

Dia juga memperingatkan biaya Covid-19 bisa jauh lebih merusak dalam jangka panjang, mengingat meningkatnya beban Covid-19 yang berkepanjangan.

"Dengan flu Spanyol, ada flu dan kemudian ada beberapa penyakit (paru-paru) yang diderita orang, tetapi itu saja," katanya. “Tidak ada kondisi imunologis yang bertahan lama seperti yang kita lihat sekarang dengan COVID,” katanya.

“Kami tidak tahu sejauh mana orang dengan Covid-19 yang berkepanjangan akan seberapa singkat hidupnya dan apakah mereka akan memiliki infeksi berulang yang akan menyebabkan lebih banyak masalah bagi mereka.”



Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x