Kompas TV internasional kompas dunia

UNHCR Kritik Langkah Pemerintah Inggris yang Kirim Pendatang Ilegal ke Rwanda

Kompas.tv - 16 April 2022, 04:45 WIB
unhcr-kritik-langkah-pemerintah-inggris-yang-kirim-pendatang-ilegal-ke-rwanda
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dikritik atas langkahnya yang memutuskan untuk mengirim pendatang dan pencari suaka ilegal ke Rwanda. (Sumber: Jessica Taylor/UK Parliament via AP)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengkritik langkah pemerintah Inggris yang bakal mengirim pendatang dan pencari suaka ilegal ke Rwanda. 

Pada Kamis (14/4/2022), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengungkapkan rencananya untuk memerangi pendatang ilegal yang masuk ke negaranya. 

Rencana ini nantinya akan mencegah orang melakukan upaya berbahaya untuk menyeberangi Selat Inggris, dan membuat geng penyelundup manusia gulung tikar.

Salah satu langkah yang diambil adalah mengirim para pendatang itu ke negara di Afrika Timur, Rwanda. 

"Mulai hari ini ... siapa pun yang memasuki Inggris secara ilegal serta mereka yang tiba secara ilegal sejak 1 Januari lalu, sekarang dapat dipindahkan ke Rwanda," ucap Boris Johnson. 

"Rwanda akan memiliki kapasitas untuk memroses ulang puluhan ribu orang di tahun-tahun mendatang," imbuhnya. 

Andrew Griffith, penasihat senior Johnson, mengatakan rencana penerbangan para pendatang ilegal ke Rwanda dapat dimulai "dalam beberapa minggu atau beberapa bulan."

Inggris dan Rwanda berkomitmen melakukan kerja sama ini. Negeri Ratu Elizabeth itu telah memberikan kontribusi awal senilai 120 juta poundsterling, setara dengan Rp2,26 triliun.

Baca Juga: Pria Inggris yang Menyerah ke Rusia Dipermalukan di TV, Babak Belur dan Diborgol

Sementara itu, Menteri Migrasi Inggris Tom Pursglove mengatakan, rencana drastis ini diperlukan untuk menghalangi orang yang mencoba mencapai Inggris dengan sampan dan perahu lain melalui wilayah Prancis utara. 

Lebih dari 28.000 pendatang memasuki Inggris melintasi selat tahun lalu, naik dari 8.500 pada 2020. 

Banyak pendatang yang justru meninggal saat menyebrangi selat, termasuk 27 orang pada November lalu ketika satu perahu terbalik.

“Tidak ada yang boleh datang dengan perahu kecil untuk datang ke Inggris Raya,” kata Pursglove kepada Sky News

"Kami memiliki sejarah yang kaya dan membanggakan di negara ini dalam menyediakan perlindungan bagi ribuan orang selama bertahun-tahun."

"Tetapi apa yang tidak dapat kami miliki, dan kami tidak dapat menerima, adalah orang-orang menyerahkan hidup mereka ke tangan geng-geng kriminal jahat ini, dan itulah mengapa kami pikir penting bagi kami untuk mengambil langkah-langkah ini.”

Para pengungsi yang tiba di Rwanda nantinya akan ditempatkan di hostel dan motel di Kigali sembari permohonan suaka mereka diperiksa. 

Baca Juga: Pria Inggris Berjuang untuk Ukraina di Mariupol Menyerah ke Rusia, Kehabisan Makanan dan Amunisi

Kritik untuk Pemerintah Inggris

Akan tetapi, langkah yang diambil oleh pemerintah Inggris ini mendapat banyak kritikan, salah satunya datang dari Human Rights Watch (HRW). 

HRW menilai, Rwanda adalah negara yang tidak menghormati beberapa hak asasi manusia yang paling mendasar. 

"Pengungsi telah dianiaya di Rwanda dan pemerintah, kadang-kadang menculik pengungsi Rwanda di luar negeri untuk membawa mereka pulang menghadapi persidangan dan perlakuan buruk," kata Lewis Mudge, direktur HRW Afrika Tengah.

Baca Juga: Situs Jual Beli Hasil Peretasan RaidForums Ditutup, Pendiri Ditangkap di Inggris

Kritik juga datang dari UNHCR yang menganggap langkah yang diputuskan Boris Johnson ini menjadikan para pencari suaka layaknya komoditas yang diperjualbelikan. 

“Pengaturan seperti itu hanya mengalihkan tanggung jawab suaka, menghindari kewajiban internasional, dan bertentangan dengan isi dan semangat Konvensi Pengungsi,” kata Asisten Komisaris Tinggi UNHCR Gillian Triggs dikutip dari Associated Press

“Orang-orang yang melarikan diri dari perang, konflik dan penganiayaan pantas mendapatkan kasih sayang dan empati. Mereka tidak boleh diperdagangkan seperti komoditas dan dipindahkan ke luar negeri untuk diproses."

Sementara di Inggris, rencana itu menuai kritik keras dari partai-partai oposisi.

Partai Buruh mengatakan itu langkah yang membutuhkan biaya mahal dan bisa menjadi lahan pemerasan serta "tidak etis".

Ada pula anggapan, langkah yang dilakukan Boris Johnson ini untuk mengalihkan perhatian dari masalah politiknya. 

Johnson menolak tuntutan untuk mengundurkan diri setelah didenda oleh polisi pekan ini karena menghadiri pesta di kantornya pada tahun 2020 yang melanggar aturan lockdown virus corona. 

Baca Juga: Tikam Anggota Parlemen Inggris Raya hingga Tewas, Simpatisan ISIS Dihukum Seumur Hidup

 




Sumber : Associated Press/DW


BERITA LAINNYA



Close Ads x