Kompas TV internasional kompas dunia

Sejarah Hubungan Rusia-Ukraina: Mulai Masa Kekaisaran hingga Terjungkalnya Rezim Sahabat Kremlin

Kompas.tv - 1 Februari 2022, 06:10 WIB
sejarah-hubungan-rusia-ukraina-mulai-masa-kekaisaran-hingga-terjungkalnya-rezim-sahabat-kremlin
Ilustrasi. Seorang instruktur melatih anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina, unit militer sukarelawan Angkatan Bersenjata, di sebuah taman kota di Kyiv, Ukraina, Sabtu, 22 Januari 2022. Hubungan Rusia dan Ukraina diliputi ketegangan sedekade terakhir hingga terancam perang beberapa bulan terkini.  (Sumber: AP Photo/Efrem Lukatsky)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Hubungan Rusia dan Ukraina diliputi ketegangan sedekade terakhir. Ketegangan itu berujung pada aneksasi Krimea serta gerakan separatis di Donbass.

Kini, ketegangan Rusia-Ukraina bahkan mendekati situasi perang. Kremlin mengonsentrasikan 100.000 pasukan di perbatasan dan mungkin menginvasi tetangganya tersebut.

Sebagaimana disarikan Kompas.com, sejarah panjang hubungan Rusia-Ukraina sendiri kerap diwarnai pasang-surut. Kedua bangsa pernah dinaungi satu institusi negara, tetapi pernah juga saling bertempur.

Berikut adalah sejarah hubungan Rusia-Ukraina, mulai dari abad 9 hingga revolusi di Kyiv yang memicu perselisihan kedua negara sampai sekarang.

Cikal Bakal Rusia dan Ukraina: Rus Kyiv

Baik bangsa Rusia ataupun Ukraina dapat melacak asal-usulnya hingga berdirinya negara Rus Kyiv pada abad 9. Pemerintahan Rus Kyiv mempersatukan suku dan klan yang tersebar di barat Belarusia modern dan timur Rusia.

Baca Juga: Putin Diyakini Tak Akan Berhenti Hanya dengan Menyerang Ukraina, Peringatan untuk Eropa

Negara Rus Kyiv bertahan hingga abad ke-13. Negara ini dihancurkan Kekaisaran Mongol yang menginvasi Eropa.

Bangsa Rusia kemudian mendirikan negara sendiri. Setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi utara Rus Kyiv, negara Rusia berdiri hingga berubah menjadi Imperium Rusia.

Sementara itu, wilayah Ukraina diokupasi oleh Lithuania kemudian Persemakmuran Polandia-Lithuania. Pada abad 17, Imperium Rusia secara bertahap mencaplok wilayah Ukraina, hampir menguasai keseluruhannya pada akhir abad 18.

Kemudian, Imperium Rusia diruntuhkan Revolusi Bolshevik pada 1917. Gejolak politik ini turut memengaruhi Ukraina.

Ukraina memproklamasikan kemerdekaan. Namun, setelah Uni Soviet berdiri, Bolshevik menyerbu negara ini dan memicu perang saudara.

Ukraina akhirnya menjadi bagian Uni Soviet. Status ini bertahan hingga Uni Soviet bubar pada 1991.

Pasang Surut usai Keruntuhan Soviet

Ukraina memproklamasikan kemerdakaan pada 24 Agustus 1991, sebagaimana negara-negara bekas Soviet lain seperti Kazahkstan atau Belarusia.

Baca Juga: Tentara Ukraina Penjaga Perbatasan Tetap Santai Meski Terancam Serangan Rusia

Rusia dan Ukraina mulai menjalin hubungan diplomatik pada 14 Februari 1992. Kedua negara menandatangani perjanjian persahabatan, kerja sama, dan kemitraan pada 1997.

Perselisihan Rusia-Ukraina mulai mengemuka pada 2000-an, terutama sejak Presiden Viktor Yushchenko menjabat pada 2005.

Pemerintahan Yuschenko menjalin hubungan lebih erat dengan Uni Eropa dan berkeinginan gabung NATO. 

Di lain sisi, Rusia dan Ukraina juga berselisih perihal pasokan gas. Moskow menuduh Kyiv ingin bersekutu dengan Barat sekaligus mengeksploitasi gas murah Rusia.

Situasi kedua negara pun masam ketika Perang Ossetia Selatan, konflik yang melibatkan Georgia, Rusia, serta kelompok separatis yang didukung Moskow.

Kremlin menuduh Ukraina mengirimkan senjata dan pakar militer ke Georgia. Namun, penjualan senjata kemudian terbukti tidak terkait konflik, tetapi sesuai kontrak jual-beli yang ditandatangani Ukraina dan Georgia sebelum perang.

Baca Juga: Rusia Disebut Kian Dekat Serang Ukraina, Telah Tempatkan Pasokan Darah di Perbatasan Ukraina

Hubungan Rusia dan Ukraina kemudian berubah erat pada era Presiden Viktor Yanukovych pada 2010. Sejumlah pengamat bahkan menyebut Yanukovych adalah presiden Ukraina yang paling pro-Rusia.

Penggulingan Yanukovych, Aneksasi Krimea, hingga Ancaman Perang

Pemerintahan Yanukovych menyetujui berbagai kerja sama strategis dengan Rusia. Salah satunya adalah mau menyewakan pangkalan militer untuk Rusia di Sevatospol, kota terbesar di Krimea sekaligus salah satu pelabuhan terpenting di Laut Hitam.

Sebaliknya, Yanukovych membuat hubungan Ukraina dengan Uni Eropa merenggang. Sang presiden menolak menandatangani perjanjian politik dan perdagangan bebas dengan blok negara-negara Eropa itu pada 2013.

Di dalam negeri, kebijakan Yanukovych disambut protes besar-besaran. Demonstrasi berlangsung selama berbulan-bulan dan memakan korban jiwa.

Krisis politik membuat parlemen Ukraina merencanakan voting pemakzulan Yanukovych. Sang presiden kabur dari Kyiv menjelang voting.

Situasi kemudian berbalik. Suksesor Yanukovych menandatangani perjanjian dengan Uni Eropa dan “membersihkan” anasir-anasir rezim sebelumnya dari pemerintahan.

Sejak itu, Ukraina lebih condong ke Barat dan memicu perselisihan dengan Rusia. Etnis Rusia di dalam negeri pun tidak terima dengan pemakzulan Yanukovych.

Pasukan Rusia menyerbu Krimea dan memicu referendum. Krimea memproklamasikan negara sendiri sebelum dianeksasi Rusia.

Gerakan separatis lain kemudian pecah di kawasan Donbass. Pihak separatis pro-Rusia memproklamasikan diri keluar dari Ukraina.

Hubungan Rusia-Ukraina semakin tegang seiring keinginan Kyiv bergabung NATO. Moskow sejak dulu menegaskan tidak mau NATO menerima anggota negara-negara bekas Uni Soviet.

Serangkaian pertemuan diplomatik tingkat tinggi digelar untuk meredakan ketegangan tersebut. Namun, belum ada kesepakatan berarti yang dicapai.

NATO masih bersikeras melakukan ekspansi. Sedangkan Rusia menolak membubarkan konsentrasi pasukan hingga keinginannya dipenuhi.

Baca Juga: Bersiap Lawan Rusia, Pasukan Rakyat Ukraina Berlatih Perang dengan Senapan Kayu


 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x