Kompas TV internasional kompas dunia

Inilah Kesimpulan Forum Ekonomi Dunia di Davos, tentang Iklim, Covid-19, dan Ekonomi Dunia

Kompas.tv - 22 Januari 2022, 08:30 WIB
inilah-kesimpulan-forum-ekonomi-dunia-di-davos-tentang-iklim-covid-19-dan-ekonomi-dunia
Kesimpulan dari Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pemerintah dan para pemimpin bisnis dunia mendesak kerja sama dalam isu-isu terbesar dunia; perubahan iklim, pandemi virus corona, dan pemulihan ekonomi, seperti dilansir Associated Press, Jumat (21/1/2022). G20 dan negara maju harus bekerja sama menciptakan arsitektur kesehatan global yang lebih tangguh dan responsif menghadapi ancaman dan pandemi di masa depan, kata Presiden Joko Widodo. (Sumber: World Economic Forum)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

GENEVA, KOMPAS.TV — Sekelumit kesimpulan dari Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, di antaranya adalah pemerintah dan para pemimpin bisnis dunia mendesak kerja sama dalam isu-isu terbesar dunia, perubahan iklim, pandemi virus corona, dan pemulihan ekonomi, pada pertemuan virtual World Economic Forum seperti dilansir Associated Press, Jumat (21/1/2022).

Pidato dan diskusi dari orang-orang besar seperti Presiden China Xi Jinping dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pindah menjadi pidato online minggu ini menyusul kekhawatiran atas Covid-19 sempat menunda pertemuan tahunan di Davos, Swiss.

Para pengkritik secara teratur menuding acara di Davos sebagai acara kaum elite yang menggembar-gemborkan tujuan-tujuan yang berpikiran tinggi tetapi seringkali kosong dan dianggap tidak berhubungan dengan orang-orang biasa.

Seperti biasa, ide-ide besar diperdebatkan, tetapi tidak ada kesepakatan konkret yang muncul. Forum tersebut mengumumkan pada hari Jumat, mereka berencana untuk mengadakan pertemuan langsung secara fisik pada 22-26 Mei setelah dua tahun tertunda.

Berikut adalah beberapa kesimpulan dari acara yang digelar secara daring tersebut, seperti dilansir Associated Press, dan Forum Ekonomi Dunia.

Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Desak Kerja Sama dan Tolak Mentalitas Perang Dingin di Forum Ekonomi Dunia

Jerman Klaus Schwab, Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), dalam pembukaan Davos Agenda Davos 2022, di Cologny dekat Jenewa, Swiss, Senin, 17 Januari 2022, yang mengumpulkan para pemimpin global secara online untuk membentuk prinsip, kebijakan, dan kemitraan yang diperlukan dalam konteks yang menantang ini. (Sumber: AP Photo/Salvatore Di Nolfi/Keystone via AP)

PERUBAHAN IKLIM

Kanselir Jerman Olaf Scholz bersumpah untuk menggunakan kepresidenan Kelompok Tujuh atau G7 negaranya untuk membuat negara-negara industri memimpin pergeseran paradigma dalam kebijakan iklim internasional.

Pemimpin baru ekonomi terbesar Eropa itu mengatakan hari Rabu kemarin, "klub iklim" akan menyetujui standar minimum bersama.

Tujuannya sudah menjadi bagian dari kesepakatan iklim Paris, termasuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius (2,7 Fahrenheit) di atas pra-tingkat industri.

Scholz mengatakan klub itu dapat berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan menetapkan harga karbon dan mencegah kebocoran karbon, yang dirancang untuk menghentikan perusahaan dari mengalihkan industri berat karbon ke negara-negara dengan aturan emisi yang lebih longgar.

Hal lain yang mendesak adalah bantuan untuk negara-negara berkembang. Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan keringanan utang untuk menyapih negara berkembang dari batu bara, dan para pemimpin Amerika Latin mengatakan pendanaan untuk agenda hijau sangat penting.

Dengan Afrika yang paling terpengaruh secara negatif oleh perubahan iklim, meskipun benua tersebut memberikan kontribusi paling sedikit untuk itu, Wakil Presiden Nigeria Yemi Osinbajo meminta pada hari Jumat agar negara-negara maju tetap berkomitmen pada janji mereka untuk menyediakan USD100 miliar setiap tahun untuk mendukung upaya iklim di negara-negara berkembang.

Sementara itu, sebuah panel dengan utusan iklim AS John Kerry dan miliarder Bill Gates menggembar-gemborkan bahwa inovasi yang belum ditemukan atau digunakan secara luas akan membantu memangkas emisi.

Gagasan itu populer di beberapa kalangan tetapi juga memecah belah karena teknologi seperti penangkapan karbon mahal dan intensif energi.

Baca Juga: Jokowi Bikin Gebrakan di World Economic Forum Lewat G20, Desak Dunia Bikin Badan Kesehatan Baru


PANDEMI COVID-19

Upaya global untuk memerangi ketidaksetaraan dalam krisis kesehatan menjadi perhatian utama.

Kepala Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Michael Ryan mengatakan, upaya cepat mengatasi ketidakadilan besar dalam vaksinasi dan obat-obatan dapat berarti akibat terburuk pandemi bisa segera berakhir, seperti kematian, rawat inap, dan lockdown.

Lebih lanjut Dr Michael Ryan mengungkapkan, virus mungkin tidak akan pernah berakhir, tetapi kita memiliki kesempatan untuk mengakhiri darurat kesehatan masyarakat tahun ini jika melakukan hal-hal yang telah dibicarakan.

WHO menyebut ketidakseimbangan vaksinasi Covid-19 antara negara kaya dan negara miskin sebagai bencana kegagalan moral. Baru sekitar 10 persen populasi Afrika telah mendapat vaksinasi penuh Covid-19.

"Sumber daya yang terbatas berarti peluncuran penuh vaksin mungkin memakan waktu beberapa tahun,” kata wakil presiden Nigeria pada hari Jumat. Oleh karena itu diperlukan dukungan untuk sumbangan dan produksi dosis lokal.

Sementara Presiden China mengumumkan rencana pengiriman tambahan 1 miliar dosis vaksin Covid-19 ke negara lain, termasuk sumbangan 600 juta dosis ke Afrika.

Di panel lain, CEO Moderna Stephane Bancel mengatakan pembuat vaksin sedang mengerjakan booster tunggal untuk Covid-19 dan flu, dengan mengatakan vaksin itu bisa siap di beberapa negara tahun depan.

G20 dan negara-negara maju harus bekerja sama untuk menciptakan arsitektur kesehatan global yang lebih tangguh dan responsif menghadapi ancaman dan pandemi di masa depan, seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo dari Indonesia dalam pidatonya di Agenda Davos 2022, seperti dilansir World Economic Forum, Kamis (20/1/2022).

Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Dana Moneter Internasional (IMF) harus ditugaskan memobilisasi sumber daya untuk merevitalisasi arsitektur kesehatan global, yang harus mencakup dana darurat global untuk pasokan medis, pembangunan kapasitas di negara-negara berkembang untuk memproduksi vaksin, serta pembuatan protokol dan standar kesehatan global.

“Biayanya akan jauh lebih rendah daripada kerugian yang kita alami karena kerentanan sistem (kesehatan dunia) selama pandemi,” katanya.

Dalam diskusi dengan Klaus Schwab, Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia, Jokowi menyoroti bahwa G20 bisa memainkan peran penting dalam memobilisasi pengembangan arsitektur kesehatan global. “Saya percaya negara-negara maju tidak akan keberatan dengan mendukung inisiatif semacam itu.”

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Sebut Roda Ekonomi Dunia Bisa Naik 26 Persen bila Capai Kesetaraan Gender

Kanselir Jerman Olaf Scholz duduk di depan kamera sebelum pidatonya untuk Agenda Davos 2022, di kanselir di Berlin, Jerman, Rabu, 19 Januari 2022. (Sumber: AP Photo/Markus Schreiber, Pool)

EKONOMI GLOBAL

Masalah ekonomi utama adalah kenaikan harga konsumen dan kemungkinan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat tahun ini, akan memiliki efek riak di seluruh dunia karena peran yang dimainkan oleh dolar AS.

Banyak negara termiskin menghadapi masalah utang karena pemulihan ekonomi mereka tertinggal dari negara maju. Dalam diskusi panel hari Jumat, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva mengingatkan, bahwa langkah The Fed dapat memperkuat dolar, sehingga membuat utang lebih besar dalam mata uang lokal.

Dalam pidato terpisah, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengatakan, bantuan pandemi dan rencana infrastruktur pemerintah Biden telah mendorong pertumbuhan ekonomi.

Yellen menggarisbawahi perlunya pajak minimum perusahaan global yang didukung lebih dari 130 negara pada saat beban pajak bergeser ke pekerja kelas menengah.

Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde dalam kesempatannya mengatakan, 19 negara yang menggunakan euro berada pada tahap pemulihan yang berbeda dari Amerika Serikat. Dia mengungkapkan, faktor sementara seperti biaya energi yang tinggi dapat memicu inflasi di Eropa.

Selama panel ekonomi, dia mengatakan bank sedang mencoba untuk mencari tahu berapa lama itu akan bertahan dan mereka akan bertindak untuk melawan inflasi yang tinggi, termasuk melalui kenaikan suku bunga, setelah kriteria tertentu terpenuhi.

Bank Sentral Eropa berencana menghentikan upayanya untuk meningkatkan ekonomi yang dilanda pandemi pada bulan Maret.

Dibandingkan dengan Amerika Serikat, Eropa kekurangan "permintaan berlebihan" menyusul lockdown besar-besaran yang akan mendorong kenaikan harga dalam jangka panjang, katanya.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Diprediksi Melesat Tahun Ini Dipicu Lonjakan Ekspor Mineral Olahan dan Perkebunan

Masalah ekonomi utama yang disimpulkan dalam Forum Ekonomi Dunia, seperti dilansir Associated Press, adalah kenaikan harga konsumen dan kemungkinan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat tahun ini, yang akan memiliki efek riak di seluruh dunia karena peran yang dimainkan oleh dolar AS. (Sumber: AP Photo/Mark Baker)

POIN PEMBICARAAN CHINA

Sambil mendesak dunia untuk berbagi vaksin, memerangi perubahan iklim dan mempromosikan pembangunan, Xi juga mengecam Amerika Serikat dalam pidato yang disiarkan dalam rekaman video.

“Kita perlu membuang mentalitas Perang Dingin dan mencari koeksistensi damai dan hasil yang saling menguntungkan,” kata Xi melalui seorang penerjemah. “Proteksionisme dan unilateralisme tidak dapat melindungi siapa pun. ... Lebih buruk lagi adalah praktik hegemoni dan intimidasi, yang bertentangan dengan arus sejarah.”

Sebutan mentalitas Perang Dingin adalah istilah yang digunakan Beijing untuk menggambarkan kebijakan dan tindakan Amerika Serikat di tengah ketegangan atas Taiwan, hak asasi manusia, dan masalah lainnya.

Pidato Presiden Xi menyentuh tema-tema standar, termasuk menanggapi keluhan mitra dagang dengan berjanji untuk membuka ekonomi China yang didominasi negara menjadi makin condong ke persaingan swasta dan asing.

Dia juga mengatakan China siap untuk bekerja dengan negara-negara lain tentang perubahan iklim, tetapi tidak mengumumkan inisiatif baru dan tidak menawarkan sumber daya baru. Dia mengatakan terserah kepada negara-negara maju untuk menyediakan uang dan teknologi.

 



Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x