Kompas TV internasional kompas dunia

Amerika Serikat dan Rusia Saling Bersikeras, Gerbang Konfrontasi Langsung Kini Terbuka Lebar

Kompas.tv - 16 Januari 2022, 03:05 WIB
amerika-serikat-dan-rusia-saling-bersikeras-gerbang-konfrontasi-langsung-kini-terbuka-lebar
Vladimir Putin dan Joe Biden berjabat tangan di Villa la Grange di Jenewa, Swiss di Jenewa, Swiss, 16 Juni 2021. Rusia, Amerika Serikat, dan sekutu NATO-nya bertemu minggu ini untuk negosiasi yang berfokus pada permintaan Moskow untuk keamanan Barat jaminan dan kekhawatiran Barat tentang penumpukan pasukan Rusia baru-baru ini di dekat Ukraina. (Sumber: AP Photo/Alexander Zemlianichenko, Pool, File)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Kegagalan pertemuan diplomatik berisiko tinggi pekan lalu untuk menyelesaikan ketegangan yang meningkat di Ukraina telah menempatkan Rusia, Amerika Serikat, dan sekutu Eropanya di wilayah pasca-Perang Dingin yang belum terpetakan.

Seperti dilaporkan Associated Press, Minggu (16/1/2022), situasi itu membawa tantangan signifikan bagi para pemain utama agar dapat menghindari konflik dan konfrontasi langsung yang berpotensi bencana.

Tidak seperti perselisihan sebelumnya yang muncul sejak runtuhnya Uni Soviet, krisis Ukraina saat ini dan perbedaan yang tampaknya tidak dapat diatasi antara Washington dan Moskow, membawa risiko nyata dari perang ekonomi dan konflik militer, yang diperburuk oleh bahaya salah perhitungan dan reaksi berlebihan.

Bagi Amerika Serikat dan NATO serta sekutu Eropa lainnya, menarik mundur 100.000 tentara Rusia dari perbatasan Ukraina adalah satu-satunya pertanda bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin punya niat untuk bernegosiasi dengan iktikad baik.

Bagi Rusia, penolakan mutlak Barat untuk mempertimbangkan larangan ekspansi NATO ke bekas wilayah Uni Soviet dan penarikan pasukan NATO dari Eropa Timur adalah bukti ketidakjujuran pihak Barat.

Konsesi potensial diperumit oleh fakta bahwa baik Putin maupun Presiden Joe Biden tidak ingin terlihat terdesak mundur di depan publik domestik atau asing.

Penolakan sejauh ini oleh masing-masing pihak untuk turun dari apa yang dianggap pihak lain sebagai tuntutan yang tidak realistis, membuat prospek diplomasi menjadi buram. Amerika Serikat dan sekutunya menuduh Rusia memicu ketegangan tanpa alasan yang sah dan Rusia memandang bahwa Amerika Serikat adalah agresor.

Beberapa percaya situasinya akan menjadi lebih mengerikan sebelum kebuntuan dapat dipecahkan.

“Kesenjangan persepsi begitu luas sehingga eskalasi baru dan berbahaya mungkin diperlukan untuk membuat para pihak membuka cakrawala mereka dan mencari kesepakatan,” begitu pengamatan Fyodor Lukyanov, kepala Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan yang berbasis di Moskow.

Baca Juga: CIA Diam-Diam Latih Tentara Ukraina, Bakal Digunakan Jika Perang Lawan Rusia

Anggota Parlemen Israel, Yair Golan menyebut para pemukim Yahudi ilegal di Tepi Barat tak manusiawi dan tercela. (Sumber: AP Photo/Carolyn Kaster, Pool)

Bagi para analis Barat, ini adalah situasi di mana Putin harus berkompromi jika ingin menghindari konflik. Beberapa orang berpikir, fokus Putin pada NATO, yang telah berjuang selama bertahun-tahun mencari jawaban apakah mereka masih relevan, mungkin justru memberi aliansi itu kesempatan baru untuk hidup.

“Ini adalah periode yang sangat tidak pasti, penuh ketegangan, dan tanpa jalan keluar yang jelas kecuali jika Putin mundur dari tuntutannya,” kata Jeff Rathke, pakar Eropa dan mantan diplomat AS yang saat ini menjabat sebagai presiden Institut Amerika untuk Studi Jerman Kontemporer di Universitas Johns Hopkins.

“Dia (Putin) terjerembab dalam hiruk-pikuk yang dia buat sendiri dan sekarang dia sulit untuk mundur dari situasi tersebut, kecuali dia mendapat gambaran ulang yang mendasar tentang arsitektur keamanan Eropa yang dia inginkan. Dia siap main keras dengan ancaman kekuatan militer besar-besaran untuk mewujudkan keinginannya, dan tentu saja dia jadi mendapat perhatian semua orang. Hanya saja, dia tidak bisa mengubah pandangan siapapun," kata Rathke.

Menlu Amerika Serikat Antony Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan hingga kepala juru runding Wendy Sherman mengatakan, Rusia menghadapi "pilihan yang sulit", yaitu de-eskalasi atau menghadapi sanksi hukuman, dan kebalikan dari apa yang dia inginkan, seperti peningkatan kehadiran NATO di Eropa Timur, serta pasukan Ukraina yang lebih dipersenjatai dengan baik. 

Namun di Rusia, para pejabat negara itu mengungkapkan istilah, "sepatu itu ada di kaki yang lain", Rusia sudah menyatakan tuntutan mereka sebagai "keharusan mutlak" dan berpendapat bahwa kegagalan Barat untuk memenuhi tuntutan utama mereka membuat pembicaraan tentang isu-isu lain menjadi tidak relevan.

Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov pada hari Jumat mengatakan, Rusia telah sia-sia mencoba selama bertahun-tahun untuk membujuk Amerika Serikat dan sekutunya untuk terlibat dalam pembicaraan tentang pengaturan penempatan rudal jarak menengah ke Eropa, pembatasan latihan perang dan aturan untuk menghindari perjumpaan dekat antar militer yang berbahaya, seperti perjumpaan kapal perang dan pesawat sekutu sampai Amerika Serikat dan NATO menyatakan kesediaannya untuk membahas masalah tersebut minggu ini.

Dia mengaitkan perubahan pendekatan dengan keinginan Amerika Serikat untuk mengalihkan perhatian dari tuntutan utama Rusia, menambahkan bahwa Moskow akan fokus pada non-ekspansi NATO. Dan dia bersikeras Amerika Serikat lah yang merumuskan posisi dalam pembicaraan sementara sekutu lainnya hanya berbaris atas perintahnya.

“Sejujurnya, semua orang mengerti bahwa prospek untuk mencapai kesepakatan tergantung pada AS,” kata Lavrov. Dia mengatakan apa pun yang dikatakan Amerika Serikat tentang perlunya berkonsultasi dengan sekutu dalam negosiasi "hanyalah alasan dan upaya membuat prosesnya bertele-tele."

Dengan demikian, jalan buntu.

Baca Juga: Situasi Memanas, AS Tuding Rusia Siapkan Operasi Bendera Palsu demi Serang Ukraina

Ilustrasi tentara Ukraina. CIA ternyata telah memberikan latihan rahasia untuk pasukan Ukraina dan diyakini akan digunakan jika perang dengan Rusia terjadi. (Sumber: Ukrainian Defense Ministry Press Service via AP)

Pendekatan Barat adalah memiliki “usaha diplomatik sebanyak mungkin untuk meredakan ketegangan,” kata Andrew Weiss, wakil presiden untuk studi di Carnegie Endowment for International Peace, di mana dia mengawasi penelitian di Washington dan Moskow tentang Rusia dan Eurasia.

“Masalah yang kami miliki adalah Rusia serius, dan mereka menunjukkan kepada kami dalam banyak kasus, pada tahun 2014, pada tahun 2008, bahwa mereka siap berperang untuk mendapatkan yang mereka inginkan, sementara dan kami tidak," katanya. "Dan itulah tantangannya."

Posisi Rusia yang keras dan tanpa kompromi membuat beberapa orang percaya Moskow hanya akan menaikkan taruhan setelah menerima apa yang diharapkan semua pihak akan menjadi penolakan formal dan tertulis dari AmerikaSerikat dan NATO untuk menyetujui tuntutannya.

Memang, kepala negosiator Rusia dalam pembicaraan tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov, Kamis menyarankan bahwa Moskow mungkin menanggapi penolakan dengan meningkatkan masalah di luar Eropa melalui potensi penyebaran pasukan ke Kuba dan Venezuela.

Amerika Serikat menyebut rencana semacam itu sebagai "gertakan" dan mengatakan akan merespons dengan tegas jika itu terjadi.

“Kurangnya solusi diplomatik secara logis mengarah pada eksaserbasi lebih lanjut dari krisis,” tulis Dmitri Trenin, kepala Carnegie Moscow Center, dalam analisis online.

Trenin memperkirakan serangkaian “langkah-langkah teknis-militer” yang menurut Putin akan diambil Rusia jika Barat menolak tuntutannya dapat mencakup “serangkaian langkah... dari penyebaran sistem senjata baru di berbagai wilayah hingga hubungan militer yang lebih kuat dengan Belarus dan koordinasi yang lebih erat dengan mitra Tiongkok.”

Namun ada risiko, dengan memfokuskan kemarahannya pada NATO, Putin mungkin secara tidak sengaja memperkuat tangannya, terutama dengan anggota barunya seperti negara-negara Baltik, Hongaria, Polandia, dan Republik Ceko.

“Untuk negara-negara yang telah bergabung dengan NATO sejak Perang Dingin, Anda pasti dapat mengatakan bahwa NATO lebih relevan bagi mereka sekarang daripada setahun yang lalu atau pada 2014,” kata Rathke. “Siapa pun yang berpikir bahwa NATO tidak lagi relevan dengan keamanan Eropa telah diberi pelajaran dalam beberapa bulan terakhir. Dan itu hanya akan menjadi lebih buruk."

 




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x