Kompas TV internasional kompas dunia

KTT G20 Dibuka dengan Seruan untuk Lipatgandakan Vaksin Covid-19 bagi Negara Miskin

Kompas.tv - 30 Oktober 2021, 20:17 WIB
ktt-g20-dibuka-dengan-seruan-untuk-lipatgandakan-vaksin-covid-19-bagi-negara-miskin
Presiden Indonesia Joko Widodo berpose dengan pemimpin 20 negara dan tamu, berdiri disamping PM Italia Mario Draghi. Para pemimpin 20 negara G20 hari Sabtu (30/12/2021) memulai pertemuan tatap muka pertama sejak dimulainya pandemi Covid-19 seperti dilansir Associated Press, Sabtu (30/10/2021) (Sumber: AP Photo/Kirsty Wigglesworth)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

ROMA, KOMPAS.TV — Para pemimpin 20 negara kekuatan ekonomi dunia hari Sabtu (30/12/2021) memulai pertemuan tatap muka pertama sejak dimulainya pandemi Covid-19. Dalam pertemuan itu, perubahan iklim, pemulihan ekonomi Covid-19, dan tarif pajak minimum perusahaan global menjadi agenda pembahasan puncak KTT.

Melansir Associated Press, Perdana Menteri Italia Mario Draghi menyambut para kepala negara G20 ke Nuvola Roma yang ditutup bagi warga ibu kota.

Sesi pembukaan pada Sabtu berfokus pada kesehatan global dan ekonomi, dengan pertemuan sela antara Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk membahas langkah selanjutnya pada program nuklir Iran.

Tuan rumah KTT G20, Mario Draghi, membuka forum dengan seruan tajam untuk melipatgandakan upaya mendapatkan vaksin bagi negara-negara miskin di dunia.

Draghi menggarisbawahi bahwa 70 persen orang di negara-negara kaya telah menjalani vaksinasi Covid-19. Sementara, hanya 3 persen rakyat negara-negara termiskin yang telah divaksinasi. “Secara moral, ini tidak dapat diterima,” ujarnya.

Draghi mendesak adanya komitmen baru untuk kerja sama multilateral: “Semakin kita menghadapi semua tantangan kita, semakin jelas bahwa multilateralisme adalah jawaban terbaik untuk masalah yang kita hadapi saat ini,” katanya. "Dalam banyak hal, itu adalah satu-satunya jawaban yang mungkin."

Italia berharap G20 akan mengamankan komitmen utama dari negara-negara yang mewakili 80 persen ekonomi global, yang bertanggung jawab atas jumlah emisi karbon global, menjelang konferensi iklim PBB COP26 yang dimulai hari Minggu di Glasgow, Skotlandia.

Sebagian besar kepala negara dan pemerintahan yang hadir di KTT G20 di Roma akan menuju ke Glasgow segera setelah G20 selesai. Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China Xi Jinping berpartisipasi dari jarak jauh.

Baca Juga: Jelang KTT G20, Inggris Janjikan 20 Juta Dosis Vaksin Covid-19 untuk Negara-Negara Miskin

Para pemimpin 20 negara G-20 hari Sabtu (30/12/2021) memulai pertemuan tatap muka pertama sejak dimulainya pandemi Covid-19 seperti dilansir Associated Press, Sabtu, (30/10/2021) (Sumber: AP Photo/Andrew Medichini)

Menjelang pertemuan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa pertemuan Glasgow berisiko gagal, karena komitmen negara-negara pencemar besar dipandang hanya hangat-hangat kuku. Guterres menantang para pemimpin G20 untuk mengatasi “rasa saling tidak percaya yang berbahaya” di antara negara maju sendiri dan dengan negara-negara berkembang.

“Mari kita perjelas – ada risiko serius (KTT) Glasgow akan gagal,” kata Guterres kepada wartawan di Roma.

Laporan lingkungan PBB baru-baru ini menyimpulkan pengumuman lusinan negara untuk menargetkan emisi “net-zero” pada tahun 2050 dapat, jika diterapkan sepenuhnya, membatasi kenaikan suhu global hingga 2,2 derajat Celsius.

Hasil itu lebih dekat dari target utama kenaikan suhu hanya 2 derajat Celsius, masih di atas target yang disepakati dalam kesepakatan iklim Paris untuk menjaga kenaikan suhu jauh di bawah 2 derajat Celsius dibandingkan dengan masa pra-industri.

Sekjen PBB juga menyalahkan perpecahan geopolitik karena hal itu menghambat rencana vaksinasi global untuk memerangi pandemi Covid-19. Tindakan vaksinasi global, katanya, “terhambat karena penimbunan dan nasionalisme vaksin.”

G20, bagaimanapun, kemungkinan akan menjadi perayaan satu kesepakatan, yaitu tentang pajak minimum perusahaan global.

Para pemimpin G20 diharapkan untuk secara resmi menegaskan komitmen mereka menetapkan tarif pajak minimum perusahaan global 15 persen pada tahun 2023. Ini sebuah langkah yang bertujuan untuk mencegah perusahaan multinasional menyimpan keuntungan di negara-negara di mana mereka membayar sedikit atau tanpa pajak.

Langkah tersebut mendapat pujian pejabat Gedung Putih sebagai "pengubah permainan" yang akan menciptakan setidaknya 60 miliar dolar Amerika Serikat pendapatan baru dalam satu tahun di AS, aliran uang tunai yang dapat membantu membayar sebagian dari 3 triliun dolar layanan sosial dan paket infrastruktur yang dikerjakan Presiden Joe Biden.

Baca Juga: Kepala Urusan Kemanusiaan PBB Desak G20 Cegah Kelaparan Massal di Afghanistan

Presiden Joko Widodo, diapit PM Italia Mario Draghi dan Ketua ASEAN, Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei, pada sesi foto bersama di KTT G20 Roma (Sumber: Straits Times via AFP)

Persetujuan dan adopsi oleh AS untuk kesepakatan itu adalah kunci, karena begitu banyak perusahaan multinasional yang berkantor pusat di negara itu.

Tetapi Biden sedang berjuang untuk mencapai kesepakatan dengan anggota partainya sendiri tentang apa yang akan dimasukkan dalam rencana pengeluaran besar-besaran. Belum lagi tentang bagaimana itu akan dibayar.

Perjuangan Joe Biden untuk mengegolkan rencananya di dalam negeri tidak diharapkan menjadi bagian sentral dari percakapan Biden dengan sesama pemimpin, kata pejabat Gedung Putih.

Biden juga diperkirakan akan mengungkap kekhawatiran tentang ketidakseimbangan pasokan dan permintaan di pasar energi global, menurut seorang pejabat senior pemerintah yang memberi tahu wartawan secara anonimitas.

Pejabat itu mengatakan Biden akan menggarisbawahi pentingnya menemukan stabilitas yang lebih besar baik di pasar minyak dan gas, demi ekonomi global yang sangat terpukul oleh pandemi Covid-19. Harga minyak AS mendekati level tertinggi selama 7 tahun terakhir.

KTT G20 bisa menjadi kesempatan untuk berdialog karena termasuk delegasi dari produsen energi utama Arab Saudi dan Rusia, konsumen utama di Eropa dan China, dan AS.

Sejauh ini, OPEC yang dipimpin Saudi dan sekutunya termasuk Rusia, yang dijuluki OPEC+, mengabaikan permintaan Biden untuk meningkatkan produksi lebih cepat dari kecepatan saat ini sebesar 400 ribu barel per hari setiap bulan hingga tahun depan.



Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x